Oleh: Hasan Rifqi Bin Mas Sulaiman
Al-Qur’an adalah sebuah diksi yang ditulis yang mana di dalamnya mterdapat makna sebuah petunjuk bagi umat muslim, yang mana sudah sejak zaman klasik al-Qur’an sudah di kaji dari aspek-aspeknya, mulai dari tafsir, gramatikanya hingga cara bacaanya (Qira’at), munculnya macam-macam bacaan al-Qur’an ini dikarenakan dialek kaum Arab yang yangat beragam yang mana hal ini menyebabkan lahjah yang berbeda sehingga al-Qur’an diajarkan memalui lahjah yang berbeda-beda untuk mempermudah memahami isi kandungan al-Qur’an.[1]
Ilmu Qiraat juga mempunyai beragam aliran atau jenis, keberagaman ini didasari oleh hadis nabi Muhammad tentang sab’ah ahruf yang diriwayatkan dari Abu Hurairah[2]
عن أُبَّي بن كَعْب قال: قال لِي رَسُولُ الله صَلّى الله عليه و سلم: إِنَّ اللهَ أَمَرَنِي أَنْ أَقْرَأَ الْقُرْأَنَ عَلَى حَرْفٍ واحدٍ، فقُلْتُ: رَبِّ خَفِّفْ عَنْ أُمَّتِي، فَأَمَرَنِي، فَقَالَ: إِقْرَأْهُ عَلَى حَرْفَيْنِ، فَقُلْتُ: رَبِّ خَفِّفْ عَنْ أُمَّتِي. فَأَمَرَنِي أَنْ أَقْرَأَهُ عَلَى سَبْعَة أَحْرُفٍ مِنْ سَبْعَةِ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ. كُلُّهَا شَافٌ كَافٌ
Dari Ubai bin Ka’b, ia berkata; “Rasulullah Saw berkata kepadaku: ‘Sesungguhnya Allah memerintahkan aku agar membaca al-Quran dengan satu huruf.’ Lalu aku berkata; ‘Wahai Tuhanku, berilah keringanan kepada umatku.’ Kemudian Allah memerintahkan kepadaku, ‘Bacalah dengan dua huruf.’ Maka aku pun berkata lagi, ‘Wahai Tuhanku, ringankanlah umatku.’ Maka Allah pun memerintahkanku, ‘Bacalah dengan tujuh huruf dari tujuh pintu surga. Semuanya obat penawar nan memadai.”[3]
Sebagian besar ulama berpendapat bahwa rasm (bentuk tulisan) yang digunakan dalam mushaf Usmani sudah memuat sab’atu ahruf al-Qadi Abu Bakr bin al-Tayyib al-Baqirani berpendapat, Sabbat al- Ruf versi ini muncul dan tersebar sejak Rasulullah SAW, diperkuat oleh para Imam, dan kemudian dipertegas oleh Utsman dan para sahabatnya, secara tegas keabsahan mushaf dan tidak mau menggunakan aksara yang belum diturunkan mutawatir.[4]
Imalah adalah salah satu bacaan dalam al-Qur’an yang tergolong unik dikarenakan imalah sendiri hanya di emukan sedikit di dalam alQur’an, bacaan ini juga di selisihkan oleh para ulama, meskipun demikian Imalah meruakan dialek yang juga dipraktikan pada masa seblum Islam.
- Pengertian Imalah
Al-Imalah secara bahasa berarti condong dan secara istilah ada dua pembagian :
- Imalah kubra adalah bunyi hurup alif yang diucapkan antara fathah dan kasrah, dan antara alif dan ya. Dalam pemakaian seharihari hany disebut al-Imalah,
- Imalah sugra ialah bunyi alif yang diucapkan antara al-fath dan imalah kubra. Imalah ini juga disebut al-taqlil atau baina-baina.
Imalah juga termasuk dalam bacaan al-Qur’an yang gharib (asing) dalam artian bacaan al-Qur’an yang berbeda dari bacaan umumnya.[5]
Imam al-Jazari mengatakan penyebab Imālah (Imālah Kubra) dan Taqlil (Imalah Sughra), berpusat kepada dua hal, yaitu: pertama, Kasrah dan yang kedua ialah Ya’. Keduanya berada sebelum atau setelah tempat Imālah.[6] Sedangkan menurut Imam Ibn Malik pengarang nadzam nahwu Alfiyah definisi dari Imalah ialahBacalah secara imalah alif yang merupakan pergantian dari ya’, yang berada di akhir lafaz; demikian pula huruf akhir yang diganti oleh ya’, selain huruf tambahan dan bukan pula (qiraat) yang syadz. Baca imalah pula alif yang disertai oleh ha’ ta-nits lalu huruf ha nya dihilangkan.[7]
Pasalnya pembacaan imalah ditinjau dari segi manhajnya dapat disimpulkan beberapa point :
- Hamzah dan al-Kisa’i adalah imam qiraat tujuh yang paling sering memakai bacaan imalah.
- Warsy (salah satu rawi dari Nafi’), banyak memakai bacaan taqlil dan fath secara bersamaan, terkadang taqlil saja dan tidak memakai bacaan imalah kecuali pada Ha’-nya lafaz طه
- Abu ‘Amr memakai bacaan imalah dan taqlil dibeberapa bagian lafaz yang dibaca imalah oleh Hamzah dan al-Kisa’i.
- Qalun (rawi dari Nafi’), Ibnu ‘Amir dan ‘Ashim, hanya sedikit menggunakan bacaan imalah dalam al-Qur’an.
- Ibnu Katsir adalah satu-satunya imam qiraat tujuh yang tsam sekali tidak ada bacaan imalah maupun taqlil.
- Sejarah sekilah bacaan Imalah
Asal-usul masih terjadi perbedaan dalam kalangan ulama, namun hal tersebut dapat dirangkum menjadi dua bagian yang pertama bahwa Imalah adalah berasal dari zatnya sendiri dan pendapat yang kedua Imalah ialah bentuk cabang dari bacaan fathah.
Menurut Abu Amr al-Dani Imalah terdiri dari dua kata yang Masyhur di kalangan Arab, mengingat al-Qur’an diturunkan menggunakan bahasa Arab, imam Jalaluddin al-Suyuti juga berpendapat yang dinukil dari Imam Abu Bakar bahwa dialek Arab sangat beragam sekali hingga diperkirakan ada 50macam bahasa antarlain : Quraisy, Saqif, Hawazan, Huzail, Kinānah, Khas’am, al-Khazraj, Ash’ar, Numair, Qais ‘Ailan, Azdi Shanuah, Kindah, Tamim, Himyar, Madyan, Lakhmin, dan yang lainya.[8]
- Contoh-contoh bacaan imalah
- Imalah Kubra
- Al-Anfal 17
فَلَمْ تَقْتُلُوهُمْ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ قَتَلَهُمْ ۚ وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ رَمَىٰ ۚ وَلِيُبْلِيَ الْمُؤْمِنِينَ مِنْهُ بَلَاءً حَسَنًا ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ﴿ ١٧﴾
- al-Isra’ 94
وَمَا مَنَعَ النَّاسَ أَنْ يُؤْمِنُوا إِذْ جَاءَهُمُ الْهُدَىٰ إِلَّا أَنْ قَالُوا أَبَعَثَ اللَّهُ بَشَرًا رَسُولًا ﴿ ٩٤﴾
- Yusuf 43
وَقَالَ الْمَلِكُ إِنِّي أَرَىٰ سَبْعَ بَقَرَاتٍ سِمَانٍ يَأْكُلُهُنَّ سَبْعٌ عِجَافٌ وَسَبْعَ سُنْبُلَاتٍ خُضْرٍ وَأُخَرَ يَابِسَاتٍ ۖ يَا أَيُّهَا الْمَلَأُ أَفْتُونِي فِي رُؤْيَايَ إِنْ كُنْتُمْ لِلرُّؤْيَا تَعْبُرُونَ ﴿ ٤٣﴾
Pada ayat pertama bacaan imalah terletak pada lafadz رمى yang mana jika di baca imalah maka akan berbunyi Rame, sedangkan di ayat kedua terdapat pada lafadz الهدى yang jika dibaca imalah maka akan berbunyi al-hudee, lalu di ayat ketiga terdapat pada lafadz أرى yang jika dibaca imalah akan dibaca aree, yang mana cara membacanya adalah seperti huruf (E), karena kecenderungan fathah pada kasrah dan alif pada ya’.[9]
Imalah merupakan salah satu bacaan Gharib (asing) yang ada di al-Qur’an adanya imalah tidak terlepas dari sejarah dialek yang biasa ucapkan oleh orang arab yang mana dialek Arab juga sangat beragam yang dapat mempengaruhi sebuah lahjah pada bahasa hingga tafsir, Imalah merupakan cara Fathah yang condong kepada kasrah dan alif yang condong kepada ya’, yang menghasilakan bunyi (E) jika diibaratkan pada bahasan indonesia, Bacaan fathah, taqlil maupun imalah keduanya adalah lughah fushah dan shahih berdasar sanad dan riwayat mutawatir bahwa al-Quran diturunkan dengan dialek tersebut. Jika fathah dialek yang biasa dipakai oleh penduduk Hijaz, sedangkan taqlil/imalah adalah dialekyang dipakai oleh mayoritas penduduk Nejed dari sukuBani Tamim, suku Asad dan suku Qais.
[1] Hunawa, Rahmawati, Bacaan Fathah, Imalah dan Taqlil dalamprespektif ImamTujuh, 124-127
[2] Zumrodi, Qiraat sab’ah: pemaknaan dan varian bacaannya, Hermeunetik, Vol. 8, No. 1, Juni 2014, hal 71
[3] Al-Bukhari, Shahih al–Bukhari, Juz. III (Mesir : t.p, 1306 H), hlm. 146.
[4] Subhi al-Salih, Mabahis fi Ulum al-Qur’an (Bairut: Da>r al-Ilmi, 1972), hlm. 102
[5] Suwarno, Tuntunan Tahsin Al-Quran, (Yogyakarta: Deepublish, 2016), hlm. 63-65
[6] Hunawa, Rahmawati, Bacaan Fathah, Imalah dan Taqlil dalamprespektif ImamTujuh, 124-127
[7] Abu Abdillah Jamaliddin, Nadham Alfiyah Ibn Malik fi al-Nahwi wa al-sharfy. Dar al-Kutub al-I’lmiyah, hal62
[8] Abu ‹Amr ad-Dani, Al-Fath Wa al-Imalah, Tahqiq: Abi Sa’id ’Umar bin Gharamah al-’Umrawi, (t.tp:t.th), hal. 12. Baca pula: Jalaluddin Abdurrahman bin Kamal al-Suyuthi, al-Itqan Fi ‘Ulum al-Qur’an, jilid. 1, (Beirut: Dar al-Fikr, t.thn), 243.
[9] Hunawa, Rahmawati, Bacaan Fathah, Imalah dan Taqlil dalamprespektif ImamTujuh, 124-127