Oleh: Ana Kurnia, (Jamaah Muhibbin Ning Atikoh Ganjar Nusantara)
Bagi warga Jawa Tengah, khususnya warga Purbalingga, KH Hisyam Abdul Karim dianggap sebagai legenda yang tidak hanya dikenal sebagai kyai besar. Namun juga dikenal sebagai ulama pejuang kemerdekaan. Hingga saat ini, warisan Mbah Hisyam berupa Pondok Pesantren (Ponpes) Roudlotus Sholikhin di Dusun Sukawarah, Kelurahan Kalijaran, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, masih tetap aktif dan menjadi lembaga pendidikan yang berpengaruh di Purbalingga. Saat ini, pengelolaan Ponpes Kalijaran kini diteruskan putra-putri dan cucu-cucunya. Salah satunya ialah Siti Atikoh Supriyanti (Ning Atikoh) yang tak lain adalah istri dari Ganjar Pranowo, mantan Gubernur, Jawa Tengah.
Pesantren Ponpes Kalijaran dahulu masyhur dengan pengajaran ilmu falaq dan Qiro’atil Qur’an yang mendalam dan dikenal juga sebagai salah satu tempat untuk belajar Thoriqoh Naqsabandiyah. Didirikan oleh Mbah Hisyam pada tahun 1929, pesantren ini tidak hanya menjadi tempat ngaji berbagai kitab karya ulama-ulama salaf, tetapi juga sebagai ruang konsolidasi dan tempat pengkaderan para pejuang untuk merebut kemerdekaan di tangan penjajah. Mbah Hisyam dikenal sebagai pendekar linuwih. Beliau memiliki kelebihan olah kanuragan tingkat tinggi. Pada masa penjajahan, Pesantren Kalijaran menjadi markas perjuangan. Para santri dan pejuang dilatih olah kanuragan untuk membantu perjuangan merebut kemerdekaan dari cengkraman kolonial Belanda.
Menurut KH. Ahmad Musta’id Billah Hisyam, Mbah Hisyam merupakan figur yang berpengaruh di Purbalingga sehingga mendapat perhatian serius dari pemerintah Belanda kala itu. Besarnya pengaruh Mbah Hisyam di masyarakat membuat Belanda berpikir ulang, mengingat kemampuan beliau dalam mobilisasi massa untuk melawan penjajah. “Pesantren kan walau bagaimanapun anti penjajah. Mbah Hisyam punya pengaruh di masyarakat,” kata Kyai Musta’id, di Pondok Pesantren Roudlotus Sholikhin Sholikhat Kalijaran, Purbalingga, Sabtu, (23/09/2023). Kyai Musta’id menuturkan bahwa Mbah Hisyam juga mengajak santri-santrinya untuk aktif berpartisipasi dalam pertempuran melawan penjajah pada peristiwa 10 November 1945, bersama Laskar Hizbullah di Surabaya.
Kini, Pondok Pesantren Kalijaran, atau dikenal juga sebagai Roudlotush Sholikhin, telah berkembang menjadi pesantren modern dengan pendidikan formal mengikuti kurikulum Kementerian Agama. Saat ini, yang mengasuh pesantren tersebut adalah KH. Muzammil Syaibani dan Kyai Musta’id. Menurut Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf, Pesantren Kalijaran adalah yang pertama menyebarkan Maulid Simtudduror yang disusun oleh Habib Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi di wilayah Banyumasan. Sebelum membangun pesantren, Mbah Hisyam menimba ilmu dari ulama-ulama terkemuka di tanah air seperti Kyai Dahlan Kaliwangi Brebet, Kyai Zuhdi, Leler Banyumas, Kyai Ihsan Jampes Kediri. Beliau pernah nyantri kepada Kyai Yusuf Buntet Cirebon, Kyai Nuh PagerAji Cilongok. Selain itu, Mbah Hisyam juga pernah nyantri di Kyai Rifa’i Sokaraja Banyumas.
Ulama muda Ahli Tafsir, KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) menyebut bahwa Mbah Hisyam merupakan tokoh Nahdlatul Ulama (NU) yang sangat dihormati. Beliau pernah menjabat sebagai Rais Syuriah PCNU Purbalingga selama 3 periode pada tahun 1973-1983.