Oleh: Nurul Aini
Allah mewahyukan Al- Qur’an untuk dibaca dan memperhatikan maknanya agar bisa di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari dan mudah dipahami. Di dalam Al- Qur’an juga terdapat berbagai macam dalam penyampaian pesan ke manusia. Hal ini bertujuan agar petunjuk yang terdapat di Al-Qur’an lebih mudah untuk pahami dan bisa diamalkan di kehidupannya. Di antara berbagai metode yang terdapat dalam Al- Qur’an untuk memudahkan pemahami maknanya yakni metode Amtsal. Metode Amtsal juga digunakan untuk menyampaikan makna yang terkandung dalam Al-Qur’an untuk mendorong akal manusia dengan baik.
Pengertian Amtsal Al-Qur’an
Amtsal secara bahasa bentuk jamak dari matsal, mitslu dan matsil. Kata tersebut mempunyai makna yang serupa dengan kata syabah, syibh dan syabih. Sedangkan secara istilah yakni menganalogikan hal yang disebutkan dengan asal ceritanya. Jadi amtsal atau mistlu itu harus ada asal ceritanya.
Contoh: Seperti رب ر ميت من غير رام (banyak lemparan panah yang terkena dengan tidak sengaja) maksudnya itu banyak lemparan panah yang mengenai sasarannya yang biasanya tidak menjadi sasaran pemanah.
Faedah Mempelajari Al- Qur’an dengan Mengimplementasikan Metode Amtsal
Ada berbagai ayat yang bisa dijadikan petunjuk terkait faedah amtsal, diantaranya QS.Al-Hasyr:21, tentang utusan manusia berfikir, Al-Ankabut 43, orang yang mengerti cara menggunakan akalnya untuk menganalisa. Dapat diperhatikan diantara kedua surah tersebut memiliki keterkaitan, yakni sastranya ini diperuntukkan untuk manusia. Amtsal yang ada di Al-Qur’an bisa menjadi target pikiran manusia. Amstal bisa menjadi bahan untuk dianalisa. Adapun beberapa faedah amstal menurut Al-Qattan yakni :
Menganalogikan suatu yang tidak jelas ke bentuk yang jelas sehingga bisa dipahami lebih mudah oleh manusia. Seperti, Allah menciptakan matsal yang membahas terkait keadaan seseorang yang bersedekah dengan memperlihatkan ke orang sekitar seperti yang ada di surah Al-Baqarah: 264.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُبْطِلُوْا صَدَقٰتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْاَذٰىۙ كَالَّذِيْ يُنْفِقُ مَالَهٗ رِئَاۤءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ فَمَثَلُهٗ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَاَصَابَهٗ وَابِلٌ فَتَرَكَهٗ صَلْدًاۗ لَا يَقْدِرُوْنَ عَلٰى شَيْءٍ مِّمَّا كَسَبُوْاۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْكٰفِرِيْنَ
Maknanya: Wahai orang-orang yang beriman, jangan membatalkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena riya (pamer) kepada manusia, sedangkan dia tidak beriman kepada Allah dan hari Akhir. Perumpamaannya (orang itu) seperti batu licin yang di atasnya ada debu, lalu batu itu diguyur hujan lebat sehingga tinggallah (batu) itu licin kembali. Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan. Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum kafir.
Dalam ayat tersebut terdapat matsal terkait orang yang berperilaku seperti itu ibarat membuat gunung dari pasir lalu gunung itu terkena hujan yang deras, akhirnya gunung tersebut hilang tak ada wujudnya. Jadi dapat disimpulkan, tidak ada manfaatnya dan pahala jika orang yang bersedekah tetapi ia suka memperlihatkan sedekahnya ke orang sekitar.
Menyatakan esensi dan memunculkan suatu tidak terlihat yang seolah-olah bisa diamati secara langsung. Seperti, dalam surah Al-Baqarah:275
اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ قَالُوْٓا اِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبٰواۘ وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ فَمَنْ جَاۤءَهٗ مَوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّهٖ فَانْتَهٰى فَلَهٗ مَا سَلَفَۗ وَاَمْرُهٗٓ اِلَى اللّٰهِ ۗ وَمَنْ عَادَ فَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِ ۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ
Maknanya: Orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan) riba tidak dapat berdiri, kecuali seperti orang yang berdiri sempoyongan karena kesurupan setan. Demikian itu terjadi karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Siapa pun yang telah sampai kepadanya peringatan dari Tuhannya (menyangkut riba), lalu dia berhenti sehingga apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Siapa yang mengulangi (transaksi riba), mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.
Dapat di perumpamakan dalam ayat tersebut memperlihatkan jika orang yang memakan riba mereka tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan jin. Untuk menggambarkan objek amtsal yang terdapat kecacatan seperti surah Al-A’raf: 176.
وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَٰهُ بِهَا وَلَٰكِنَّهُۥٓ أَخْلَدَ إِلَى ٱلْأَرْضِ وَٱتَّبَعَ هَوَىٰهُ ۚ فَمَثَلُهُۥ كَمَثَلِ ٱلْكَلْبِ إِن تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَث ۚ ذَّٰلِكَ مَثَلُ ٱلْقَوْمِ ٱلَّذِينَ كَذَّبُوا۟ بِـَٔايَٰتِنَا ۚ فَٱقْصُصِ ٱلْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Maknanya: Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga).
Hal tersebut itu perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikirdi perumpamakan sepeti orang yang berdusta. Maka dapat kamu ceritalam kisah tersebut agar bisa berpikir.
Al-Qur’an merupakan kalam illahi yang di dalamnya memiliki berbagai metode, salah satunya metode amtsal. Manusia dapat memahami makna ayat Al-Qur’an dengan mudah menggunakan atau mengimplementasikan metode amtsal agar bisa lebih mudah dalam merenungi maknanya.