Kiai Nur Iman Mlangi: Pendiri Pondok Pesantren dan Pelopor Pendidikan Islam di Yogyakarta
Kiai Nur Iman Mlangi, yang juga dikenal sebagai RM Sandeyo, adalah tokoh penting dalam sejarah Islam Jawa, khususnya di wilayah Yogyakarta. Sebagai pendiri Dusun Mlangi dan Pondok Pesantren An-Nur, beliau memainkan peran sentral dalam menyebarkan ajaran Islam di kalangan masyarakat setempat. Artikel ini mengulas biografi, silsilah keluarga, serta kontribusi Kiai Nur Iman dalam membangun pendidikan Islam di Nusantara.
Biografi Singkat Kiai Nur Iman Mlangi
Kiai Nur Iman lahir sekitar tahun 1708 dengan nama Bendara Raden Mas (BRM) Sandeyo. Beliau adalah putra RM Suryoputro, yang kemudian menjadi Raja Amangkurat IV, dengan RA Retno Susilowati, putri dari Adipati Wironegoro (Untung Suropati). Kiai Nur Iman dibesarkan dalam tradisi pesantren dan menjadi tokoh ulama yang mengabdikan hidupnya untuk mengajarkan agama kepada masyarakat.
Beliau menetap di Dusun Mlangi, Sleman, Yogyakarta, di mana beliau mendirikan pondok pesantren pada tahun 1760. Tempat tinggal beliau dikenal sebagai tanah perdikan, yaitu tanah yang dibebaskan dari pajak sebagai penghargaan dari Sultan Hamengkubuwana I atas jasa beliau. Hingga kini, Pondok Pesantren Mlangi menjadi pusat pendidikan Islam dan tempat ziarah bagi masyarakat dari berbagai daerah.
Silsilah Keluarga Kiai Nur Iman
1. Garis Keturunan Ayah
Kiai Nur Iman merupakan keturunan langsung dari dinasti Mataram Islam. Ayahnya, RM Suryoputro, adalah putra Pangeran Puger (Sunan Pakubuwana I) yang kemudian naik takhta sebagai Amangkurat IV. Garis keturunan ini menjadikan Kiai Nur Iman bagian dari keluarga besar keraton dan saudara dari tokoh-tokoh penting, seperti:
- Pangeran Harya Mangkunegara (ayah dari Pangeran Sambernyowo atau RM Said).
- Pakubuwana II, raja Surakarta.
- Sultan Hamengkubuwana I, pendiri Kesultanan Yogyakarta.
2. Garis Keturunan Ibu
Dari pihak ibu, Kiai Nur Iman juga memiliki hubungan dengan tokoh besar. Ibunya, RA Retno Susilowati, adalah putri dari Adipati Wironegoro (Untung Suropati), seorang pahlawan nasional yang dikenal karena perjuangannya melawan kolonialisme Belanda. Hubungan ini memperkuat posisi Kiai Nur Iman sebagai sosok yang memiliki darah bangsawan dan pejuang.
Kisah Perjalanan Hidup
Kehidupan Kiai Nur Iman tak lepas dari dinamika politik Mataram. Berikut adalah beberapa momen penting dalam perjalanan hidup beliau:
1. Awal Kehidupan dan Pendidikan
Pada masa kecilnya, RM Sandeyo (nama kecil Kiai Nur Iman) hidup dalam suasana yang penuh konflik akibat perang saudara antara para pewaris takhta Mataram. Ayahnya, RM Suryoputro, melarikan diri ke Jawa Timur dan menyamar sebagai santri di Pondok Pesantren Gedangan. Di sana, beliau diberi nama M. Ihsan dan menikah dengan RA Retno Susilowati, putri dari Adipati Wironegoro. Dari pernikahan ini lahir RM Sandeyo, yang kemudian dididik di pesantren sejak kecil.
2. Kembali ke Mataram dan Perjanjian Giyanti
Setelah dewasa, RM Sandeyo dijemput kembali ke Mataram atas perintah ayahnya, yang telah menjadi Raja Amangkurat IV. Pada masa itu, terjadi konflik internal antara pewaris takhta Mataram yang berujung pada Perjanjian Giyanti tahun 1755. Perjanjian ini memecah Kerajaan Mataram menjadi tiga wilayah:
- Kesultanan Yogyakarta di bawah Sultan Hamengkubuwana I.
- Kasunanan Surakarta di bawah Pakubuwana II.
- Kadipaten Mangkunegaran di bawah Pangeran Sambernyowo (RM Said).
3. Mendirikan Dusun Mlangi dan Pondok Pesantren
Setelah situasi politik stabil, RM Sandeyo memutuskan untuk meninggalkan kehidupan keraton. Beliau memilih tinggal bersama rakyat dan mengabdikan diri sebagai ulama. Di sebuah desa yang kemudian dikenal sebagai Mlangi, beliau mendirikan pondok pesantren dan mulai mengajarkan agama Islam kepada masyarakat. Nama “Mlangi” berasal dari kata “Mulangi,” yang berarti mengajarkan atau mendidik.
Pondok Pesantren Mlangi: Warisan Abadi
1. Tanah Perdikan dan Pendirian Masjid
Sultan Hamengkubuwana I memberikan tanah perdikan kepada Kiai Nur Iman sebagai penghormatan atas jasa beliau dalam menyebarkan ajaran Islam. Di atas tanah ini, Kiai Nur Iman mendirikan Masjid An-Nur pada tahun 1760, yang menjadi pusat kegiatan agama dan pendidikan. Masjid ini hingga kini menjadi salah satu ikon penting Dusun Mlangi.
2. Pendidikan Santri
Sebagai ulama, Kiai Nur Iman memberikan pendidikan kepada santri dan masyarakat sekitar. Beliau mengajarkan Al-Qur’an, fikih, tasawuf, dan ilmu-ilmu agama lainnya. Metode pendidikan yang beliau terapkan menjadi dasar bagi pengembangan pondok pesantren di kemudian hari.
3. Pusat Ziarah
Makam Kiai Nur Iman yang terletak di halaman belakang Masjid An-Nur menjadi tempat ziarah bagi masyarakat dari berbagai daerah. Tradisi ini menunjukkan penghormatan yang tinggi terhadap beliau sebagai pendiri dan tokoh agama yang berpengaruh.
Kontribusi Kiai Nur Iman dalam Sejarah Islam Jawa
1. Penyebaran Islam di Mlangi
Kiai Nur Iman dikenal sebagai pelopor Islamisasi di wilayah Mlangi dan sekitarnya. Melalui dakwahnya, masyarakat mulai memahami ajaran Islam dengan lebih baik dan menjadikannya bagian dari kehidupan sehari-hari.
2. Peran dalam Pendidikan Pesantren
Sebagai pendiri Pondok Pesantren An-Nur, Kiai Nur Iman memberikan sumbangsih besar dalam tradisi pendidikan Islam di Jawa. Pondok ini menjadi salah satu pesantren tertua dan terus melahirkan generasi santri yang berkiprah di berbagai bidang.
3. Warisan Spiritual
Nilai-nilai keislaman yang diajarkan oleh Kiai Nur Iman terus diwariskan hingga kini. Pondok Pesantren Mlangi tetap menjadi pusat kegiatan keagamaan dan pendidikan, menjadikan beliau sebagai tokoh yang tak tergantikan dalam sejarah Islam Jawa.
Kiai Nur Iman Mlangi adalah sosok ulama yang memiliki pengaruh besar dalam sejarah Islam di Indonesia. Melalui perjuangan beliau dalam mendidik masyarakat dan mendirikan pondok pesantren, Kiai Nur Iman tidak hanya menjadi tokoh agama tetapi juga panutan dalam kehidupan sosial. Warisan beliau terus hidup hingga hari ini, menjadikan Mlangi sebagai pusat pendidikan Islam yang dihormati.
Dengan segala kontribusinya, Kiai Nur Iman layak dikenang sebagai tokoh inspiratif yang memberikan teladan tentang dedikasi, keilmuan, dan pengabdian kepada masyarakat. Masjid An-Nur dan Pondok Pesantren Mlangi adalah bukti nyata dari jejak perjuangan beliau yang abadi.