Silsilah Keluarga Abuya Muhtadi Cidahu, Abuya Kyai Hajji Ahmad Muhtadi bin Dimyathi al-Bantani, yang lebih dikenal sebagai Abuya Muhtadi, adalah seorang ulama terkemuka dari Banten, Indonesia. Lahir pada 26 Desember 1953 di Kampung Cidahu, Desa Tanagara, Kecamatan Cadasari, Kabupaten Pandeglang, ia merupakan putra sulung dari pasangan Abuya Muhammad Dimyathi al-Bantani dan Nyai Hajjah Asma’ binti K.H. Abdul Halim al-Makky. Keluarganya memiliki garis keturunan campuran antara etnis Banten dan Arab Hadhrami, yang terkait dengan keluarga bangsawan Kesultanan Banten.
Silsilah Keluarga Abuya Muhtadi Cidahu Banten
Ayahnya, Abuya Muhammad Dimyathi al-Bantani, adalah pendiri Pondok Pesantren Roudotul Ulum Cidahu di Pandeglang. Beliau dikenal sebagai ulama kharismatik dan dihormati di wilayah Banten. Gelar “Abuya” yang disematkan padanya merupakan bentuk penghormatan dari masyarakat Banten kepada ulama yang memiliki pengetahuan mendalam dan menjadi guru bagi para ulama di wilayah tersebut.
Ibunya, Nyai Hajjah Asma’, adalah putri dari K.H. Abdul Halim al-Makky, seorang ulama terkemuka. Sebagai istri seorang kyai, Nyai Asma’ berperan penting dalam memberikan pendidikan dasar agama kepada anak-anaknya sebelum mereka melanjutkan studi lebih lanjut di bawah bimbingan ayah mereka.
Abuya Muhtadi memiliki lima saudara kandung, yaitu Muhammad Murtadho, Abdul Aziz Fakhruddin, Ahmad Muntaqo, Musfiroh, dan Ahmad Muqatil. Selain itu, ia juga memiliki dua saudara tiri dari pernikahan ayahnya dengan Nyai Hajjah Dalalah, yaitu Qayyimah dan Ahmad Mujtaba.
Pendidikan dan Pengembaraan Abuya Muhtadi Cidahu Banten
Sejak usia dini, Abuya Muhtadi telah mendapatkan pendidikan agama dari ibunya. Setelah menyelesaikan Sekolah Rakyat (SR) Tanagara pada tahun 1965, ia diajak oleh ayahnya untuk melakukan siyahah (pengembaraan) ke berbagai pondok pesantren di Nusantara. Selama pengembaraan yang berlangsung selama 10 tahun ini, ia terus memperdalam ilmu agama di bawah bimbingan ayahnya dan berinteraksi dengan berbagai ulama sepuh pada masa itu.
Pada tahun 1975, setelah menyelesaikan pengembaraannya, Abuya Muhtadi bersama ayahnya menetap di Kampung Cidahu dan mulai merintis Pondok Pesantren Roudotul Ulum Cidahu. Meskipun telah memimpin pesantren, semangatnya untuk menuntut ilmu tidak surut. Ia terus belajar dan mengajar, menjadikan pesantren tersebut sebagai pusat pengembangan ilmu agama di Banten.
Peran dan Kontribusi Abuya Muhtadi Cidahu
Setelah wafatnya sang ayah pada tahun 2003, Abuya Muhtadi melanjutkan kepemimpinan Pondok Pesantren Roudotul Ulum Cidahu. Di bawah kepemimpinannya, pesantren ini berkembang pesat dan menjadi salah satu lembaga pendidikan Islam terkemuka di Banten. Ia juga aktif dalam organisasi Nahdlatul Ulama (NU), menjabat sebagai mustasyar (penasihat) Pengurus Besar NU sejak tahun 2015.
Selain itu, Abuya Muhtadi mendirikan Majelis Mudzakaroh Muhtadi Cidahu Banten (M3CB), sebuah lembaga dakwah yang berfokus pada pengembangan dan penyebaran ajaran Islam di Banten dan sekitarnya. Melalui M3CB, ia rutin mengadakan pengajian, seminar, dan diskusi keagamaan yang dihadiri oleh berbagai kalangan masyarakat.
Pandangan dan Fatwa Abuya Muhtadi Cidahu
Sebagai ulama yang dihormati, pandangan dan fatwa Abuya Muhtadi sering menjadi rujukan bagi umat Islam, khususnya di Banten. Pada tahun 2013, melalui M3CB, ia mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa upaya Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) untuk mengubah Pancasila sebagai dasar negara adalah bentuk pemberontakan. Fatwa ini menegaskan komitmennya terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pancasila sebagai ideologi negara.
Kehidupan Pribadi Abuya Muhtadi Cidahu
Dalam kehidupan sehari-hari, Abuya Muhtadi dikenal sebagai sosok yang sederhana dan tawadhu. Meskipun memiliki pengetahuan yang luas dan posisi yang tinggi, ia tetap rendah hati dan dekat dengan masyarakat. Kediamannya di Cidahu selalu terbuka bagi siapa saja yang ingin menimba ilmu atau sekadar bersilaturahmi.
Keluarganya juga dikenal harmonis dan religius. Anak-anaknya mengikuti jejaknya dalam menuntut ilmu agama dan berkontribusi dalam pengembangan pesantren serta dakwah Islam. Hal ini menjadikan keluarga Abuya Muhtadi sebagai panutan bagi masyarakat sekitar.
Warisan dan Pengaruh Abuya Muhtadi Cidahu
Melalui dedikasinya dalam pendidikan dan dakwah, Abuya Muhtadi telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi perkembangan Islam di Banten dan Indonesia pada umumnya. Pesantren yang dipimpinnya telah melahirkan banyak ulama dan cendekiawan Muslim yang berperan aktif dalam masyarakat.
Selain itu, pandangan dan fatwanya yang moderat dan inklusif telah membantu menjaga kerukunan antarumat beragama dan memperkuat persatuan bangsa. Sebagai ulama yang dihormati, pengaruhnya tidak hanya dirasakan di Banten, tetapi juga di berbagai wilayah Indonesia.
Abuya Muhtadi juga dikenal dekat dengan berbagai tokoh nasional, termasuk Presiden Joko Widodo. Pada acara Zikir Kebangsaan yang pertama kali diadakan oleh pemerintah Indonesia di Istana Merdeka pada tahun 2017, ia menjadi salah satu ulama yang diundang oleh presiden.
Media Keislaman by dawuhguru