Dr. KH. Idham Chalid merupakan pahlawan nasional yang lahir di Satui, Kalimantan Selatan, 27 Agustus 1921 beliau meninggal di Jakarta, 11 Juli 2010 pada umur 88 tahun, KH Idham Cholid merupakan salah satu politisi Indonesia yang berpengaruh pada masanya.
Lulusan Pondok Pesantren Gontor ini pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri Indonesia pada Kabinet Ali Sastroamidjojo II dan Kabinet Djuanda. Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua MPR dan Ketua DPR. Selain sebagai politikus ia aktif dalam kegiatan keagamaan dan ia pernah menjabat Ketua Tanfidziyah Nahdlatul Ulama pada tahun 1956-1984.
Saat usia Idham enam tahun, keluarganya hijrah ke Amuntai dan tinggal di daerah Tangga Ulin, kampung halaman leluhur ayahnya. Selain tercatat sebagai salah satu tokoh besar bangsa ini pada zaman Orde Lama maupun Orde Baru, sebagian besar kiprah Idham dihabiskan di lingkungan Nahdlatul Ulama.
Idham Chalid tercatat sebagai tokoh paling muda sekaligus paling lama memimpin ormas Islam yang didirikan para ulama pada tahun 1926 tersebut. Dalam ormas berlogo bola dunia dan bintang sembilan itu, Idham menapaki karier yang sangat cemerlang hingga menjadi pucuk pimpinan. Dalam usia 34 tahun, Idham dipercaya menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Idham memulai kariernya di NU dengan aktif di GP Ansor. Tahun 1952 ia diangkat sebagai ketua PB Ma’arif, organisasi sayap NU yang bergerak di bidang pendidikan. Pada tahun yang sama ia juga diangkat menjadi sekretaris jenderal partai, dan dua tahun kemudian menjadi wakil ketua. Selama masa kampanye Pemilu 1955, Idham memegang peran penting sebagai ketua Lajnah Pemilihan Umum NU. Jabatan tersebut diembannya selama 28 tahun, yaitu hingga tahun 1984. Pada tahun 1984, posisi Idham di PBNU digantikan oleh KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), yang ditandai dengan fase Khittah 1926 atau NU kembali menegaskan diri sebagai ormas yang tidak terlibat politik praktis serta tidak berafiliasi terhadap partai mana pun.
Untuk pertama kalinya, pada 1951 Indonesia mengoordinasi pemberangkatan haji bagi warganya. “Raja Abdul Aziz membebaskan 100 persen bea masuk 175 riyal [per jamaah] itu. Coba hitung, kalau jamaah kita 10 ribu orang. Kami gembira sekali!” seru Idham ketika itu. “Tidak sia-sia pemerintah membiayai perjalanan kami. Bantuan dari sri baginda raja [Saudi] besar sekali artinya bagi Republik Indonesia,” lanjutnya.
Karier politik Idham pun menanjak saat Nahdhlatul Ulama memutuskan keluar dari gerbong Masyumi. NU menjadi partai politik pada 1952, dan ikut dalam Pemilu 1955. Mereka menempati peringkat ketiga, di bawah PNI dan Masyumi. Dengan kemenangan itu, NU mendapat jatah kursi wakil perdana menteri. Saat itu Ali Sastroamidjojo didapuk sebagai Perdana Menteri. Lalu Idham diangkat jadi Wakil Perdana Menteri II mewakili NU.
Di tahun yang sama, Idham juga diangkat sebagai Ketua NU. Ia pun menjadi Ketua Umum NU terlama, menjabat 28 tahun dari 1955 hingga 1984. Ali Sastroamidjojo, di bandara Husein Sastranegara, Bandung, April 1955.Ali Sastroamidjojo, di bandara Husein Sastranegara, Bandung, April 1955.
Saat Orde Baru, Idham juga berjaya di papan atas politik Indonesia. Ia pernah menjabat Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Kabinet Pembangunan I (1968-1973). Dia juga pernah menjadi Ketua DPR (1968-1977) dan Ketua MPR (1972-1977).
Idham Chalid tutup usia pada 11 Juli 2010 di usia 88 tahun. Atas jasanya, Idham diangkat menjadi Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan Keppres Nomor 113/TK/Tahun 2011 tertanggal 7 November 2011.