Nasihat Habib Umar Bin Hafidz tentang Mengurusi Diri Sendiri

Nasihat Habib Umar Bin Hafidz
Sumber : Dawuh Guru
“Bebaskanlah dirimu dari mengurusi aib orang lain. Karena sesungguhnya aib terbesar bagimu adalah dirimu sendiri.”
Habib Umar bin Hafidz

Mengurusi Diri Sendiri: Jalan Menuju Kesempurnaan Hati

Habib Umar bin Hafidz memberikan nasihat yang penuh hikmah, “Bebaskanlah dirimu dari mengurusi aib orang lain. Karena sesungguhnya aib terbesar bagimu adalah dirimu sendiri.” Ucapan ini mengajak kita untuk merenungkan kembali bagaimana kita menghabiskan waktu dan energi kita dalam menilai dan mengkritik orang lain, sementara kita sering kali lupa untuk introspeksi dan memperbaiki diri. Nasihat ini relevan dengan ajaran Islam tentang pentingnya menjaga lisan, menghindari ghibah (menggunjing), dan fokus pada perbaikan diri.

Mengurusi aib orang lain adalah tindakan yang sangat tidak dianjurkan dalam Islam. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu adalah dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain” (QS. Al-Hujurat: 12). Ayat ini menegaskan bahwa mencari-cari keburukan dan menggunjing orang lain adalah perbuatan dosa yang harus dihindari oleh setiap Muslim.

Ketika kita fokus pada aib orang lain, kita cenderung mengabaikan kelemahan dan kekurangan kita sendiri. Padahal, setiap manusia memiliki kekurangan dan tidak ada yang sempurna. Mengurusi aib orang lain sering kali membuat kita merasa lebih baik atau lebih unggul, sementara sebenarnya kita hanya menutupi kekurangan kita sendiri dengan mencari-cari kesalahan orang lain. Ini adalah bentuk kesombongan yang sangat dibenci oleh Allah. Rasulullah SAW bersabda, “Seorang Muslim adalah cermin bagi Muslim yang lain” (HR. Abu Dawud). Artinya, kita seharusnya saling membantu dan mengingatkan dalam kebaikan, bukan mencari-cari aib untuk menjatuhkan satu sama lain.

Baca Juga  Dawuh Gus Baha tentang Pentingnya Do'a

Salah satu tokoh nasional Indonesia yang selalu menekankan pentingnya introspeksi dan perbaikan diri adalah Buya Hamka. Beliau adalah seorang ulama besar yang dikenal dengan kebijaksanaannya. Dalam banyak kesempatan, Buya Hamka mengingatkan umat Islam untuk selalu introspeksi dan memperbaiki diri sebelum menilai orang lain. Beliau pernah berkata, “Orang yang suka mencari-cari kesalahan orang lain, sebenarnya sedang mencari pembenaran atas kesalahannya sendiri.” Ucapan ini sangat relevan dengan nasihat Habib Umar bin Hafidz, karena mengajarkan kita untuk fokus pada diri sendiri dan berusaha menjadi pribadi yang lebih baik.

Introspeksi adalah kunci untuk mencapai kesempurnaan hati. Ketika kita introspeksi, kita melihat ke dalam diri kita sendiri dan mengakui kelemahan serta kekurangan kita. Ini adalah langkah pertama untuk memperbaiki diri. Islam mengajarkan kita untuk selalu memperbaiki diri dan berusaha menjadi hamba yang lebih baik di hadapan Allah. Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang terbaik di antara kalian adalah orang yang paling banyak mengingat kematian dan yang terbaik dalam mempersiapkan dirinya untuk kehidupan setelah mati. Mereka itulah orang-orang yang cerdas” (HR. Ibnu Majah). Mengingat kematian dan introspeksi adalah cara untuk menjaga hati kita tetap bersih dan dekat dengan Allah.

Ketika kita menghabiskan waktu untuk mencari-cari aib orang lain, kita sebenarnya sedang membuang-buang waktu yang berharga. Waktu adalah salah satu nikmat terbesar dari Allah yang harus kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Ali bin Abi Thalib RA pernah berkata, “Manusia itu tidur, dan ketika mereka mati, mereka baru terbangun.” Ini menunjukkan bahwa banyak dari kita yang tidak menyadari betapa berharganya waktu yang kita miliki, sampai akhirnya waktu itu habis. Sebaiknya, kita menggunakan waktu yang ada untuk introspeksi, memperbaiki diri, dan berbuat kebaikan.

Baca Juga  Dawuh Gus Rifqil tentang Menjadi Sumber Cahaya bagi Dunia

Mengurusi aib orang lain juga dapat merusak hubungan kita dengan sesama manusia. Ketika kita sibuk mencari-cari kesalahan orang lain, kita menciptakan lingkungan yang penuh dengan prasangka buruk dan permusuhan. Ini bertentangan dengan ajaran Islam tentang pentingnya menjaga ukhuwah (persaudaraan) dan menjalin hubungan yang baik dengan sesama. Allah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara” (QS. Al-Hujurat: 10). Sebagai saudara, kita seharusnya saling membantu dan mendukung, bukan saling menjatuhkan.

Untuk menghindari kebiasaan mencari-cari aib orang lain, kita perlu melatih diri untuk selalu berprasangka baik (husnudzon). Husnudzon adalah sikap positif yang dianjurkan dalam Islam, di mana kita selalu berusaha melihat sisi baik dari orang lain dan tidak mudah terpengaruh oleh prasangka buruk. Dengan berprasangka baik, kita dapat menjaga hati kita tetap bersih dan menjalin hubungan yang harmonis dengan sesama. Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian saling membenci, saling mendengki, dan saling membelakangi. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara” (HR. Bukhari dan Muslim).

Di era media sosial saat ini, kebiasaan mencari-cari aib orang lain semakin mudah dilakukan. Banyak orang yang tanpa sadar terjebak dalam perilaku menggunjing dan mengkritik orang lain di media sosial. Ini adalah tantangan besar yang harus kita hadapi. Sebagai Muslim, kita harus bijak dalam menggunakan media sosial dan menghindari perilaku yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Kita harus ingat bahwa setiap kata dan tindakan kita akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam” (HR. Bukhari dan Muslim).

Sebagai penutup, mari kita renungkan kembali nasihat Habib Umar bin Hafidz: “Bebaskanlah dirimu dari mengurusi aib orang lain. Karena sesungguhnya aib terbesar bagimu adalah dirimu sendiri.” Pesan ini mengajak kita untuk fokus pada perbaikan diri dan menjauhkan diri dari kebiasaan mencari-cari aib orang lain. Dengan introspeksi, berprasangka baik, dan berusaha memperbaiki diri, kita dapat mencapai kerendahan hati yang sejati dan menjadi hamba yang lebih dekat kepada Allah. Mari kita jadikan nasihat ini sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari, sehingga kita dapat menjalani hidup dengan hati yang bersih dan penuh kedamaian.