Menikahlah Maka Engkau Akan Kaya

Tapi kok Banyak Perceraian Karena Faktor Ekonomi?

Menikahlah Maka Engkau Akan Kaya
Sumber: google

Ada janji yang dihamparkan dalam kitab suci: menikah membawa kecukupan. Sebuah kepastian dari Yang Maha Memberi, yang diabadikan dalam ayat-ayat yang tak lekang waktu. Tapi janji, seperti kata penyair tua, kadang berhadapan dengan kenyataan yang lebih muram. Maka, kita bertanya: jika menikah menjanjikan kelimpahan, mengapa justru banyak rumah tangga yang karam dalam kemiskinan?

Ekonomi rumah tangga, seperti bahtera di tengah samudera, memerlukan dua pasang tangan yang cekatan. Dua kepala yang berpikir dan dua hati yang bersabar. Tetapi laut tak selalu tenang. Ada badai utang, ada gelombang tuntutan sosial. Ada keinginan-keinginan yang lahir dari mimpi yang terlalu tinggi. Pada akhirnya, kapal itu goyah, dan sering kali karam. Apakah salah menikah? Ataukah manusia yang tak siap berlayar?

Barangkali, kekayaan yang dijanjikan bukan semata dalam angka di rekening, melainkan dalam makna yang lebih luas. Sebab rezeki, kata orang bijak, bukan hanya soal uang yang datang, tapi juga ketahanan menghadapi yang sedikit. Tapi manusia, dalam kebiasaannya, kerap menakar segalanya dalam angka. Dan angka, seperti ilusi di padang pasir, selalu terasa kurang.

Allah Ta’ala berfirman, “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nuur: 32)

Mereka yang memasuki pernikahan dengan bayangan romansa abadi sering lupa bahwa cinta juga butuh pengelolaan. Gaya hidup yang terlanjur tinggi, ekspektasi sosial yang menghimpit, dan ketidaksiapan untuk berbagi susah sering kali menjadi api kecil yang membakar rumah tangga dari dalam. Maka, yang tersisa hanya puing-puing: perceraian yang tercatat di statistik, angka-angka yang dingin tanpa kisah di baliknya.

Baca Juga  "Ronda" Aktifitas Sosial di Seluruh Elemen Masyarakat

Ekonomi, pada akhirnya, adalah soal kelapangan hati. Ada rumah tangga yang tetap berdiri meski diterpa badai. Ada yang runtuh hanya karena gerimis kecil. Perbedaannya ada di cara mereka memandang kekayaan: apakah sebagai tumpukan harta, atau sebagai kesediaan untuk bertahan.

Maka, menikahlah. Karena menikah memang menjadikanmu kaya. Kaya dalam cara yang mungkin tak bisa dihitung, tetapi bisa dirasakan. Tapi jika engkau berharap menikah hanya untuk selamanya lapang, barangkali engkau sedang membaca janji Tuhan dengan kacamata manusia yang terlalu sempit.

Penulis: Ali Adhim

***

Sumber : diolah ulang dari berbagai situs media dan karya tulis ilmiah

media keislaman by : dawuhguru.co.id

baca juga : Silsilah Keluarga KHR Ahmad Azaim Ibrahimy

Penulis: Ali Adhim