Silsilah Keluarga KH Abdullah Zen Salam , yang akrab disapa Mbah Dullah, merupakan salah satu ulama kharismatik asal Kajen, Margoyoso, Pati. Beliau dikenal luas karena dedikasinya dalam dunia pendidikan Islam dan kontribusinya yang signifikan dalam pengembangan pesantren di Indonesia. Selain itu, kedermawanan dan keteguhan prinsipnya menjadikan beliau sosok panutan bagi banyak kalangan.
Silsilah Keluarga KH Abdullah Zen Salam
Mbah Dullah lahir di Kajen, Margoyoso, Pati, sebagai putra dari KH. Abdussalam. Beliau merupakan keturunan ketujuh dari Syekh Ahmad Mutamakkin, seorang ulama besar yang dikenal sebagai penyebar Islam di wilayah Pati. Garis keturunan beliau adalah: KH. Abdullah Zen Salam bin KH. Abdussalam bin KH. Abdullah bin Nyai Muntirah binti KH. Bunyamin bin Nyai Toyyibah binti KH. Muhammad Hendro bin KH. Ahmad Mutamakkin. Jika ditelusuri lebih lanjut, silsilah ini menunjukkan bahwa Mbah Dullah merupakan keturunan ke-35 dari Nabi Muhammad SAW.
Dari pernikahan KH. Abdussalam dengan istri pertamanya, lahir dua anak: Nyai Aisyah dan KH. Mahfudh, yang wafat dan dimakamkan di Ambarawa. Mbah Dullah sendiri adalah putra pertama dari istri kedua KH. Abdussalam, yaitu Nyai Sumrah. Dari pernikahan ini, lahir empat anak: KH. Abdullah Zen Salam, KH. Ali Mukhtar, seorang putri yang meninggal pada usia empat tahun, dan Nyai Saudah yang menikah dengan ulama dari Jepara.
Pendidikan dan Guru-Guru
Sejak usia muda, Mbah Dullah telah menunjukkan minat yang besar dalam menuntut ilmu agama. Beliau menempuh pendidikan di berbagai pesantren terkemuka di Jawa, termasuk di antaranya Pesantren Tebuireng di Jombang yang diasuh oleh KH. Hasyim Asy’ari. Selain itu, beliau juga belajar di Pesantren Matholi’ul Huda di Jepara. Dari para guru-gurunya, Mbah Dullah mendapatkan pemahaman mendalam tentang berbagai disiplin ilmu agama, yang kemudian beliau terapkan dalam pengajaran dan pengembangan pesantren yang diasuhnya.
Peran dalam Pendidikan dan Pesantren
Mbah Dullah dikenal sebagai sosok yang tegas dalam prinsip, baik dalam keluarga maupun dalam pengelolaan lembaga pendidikan. Beliau pernah melarang para guru di Madrasah Matholi’ul Falah untuk mengikuti ujian sertifikasi guru agama yang diselenggarakan pemerintah, dengan alasan bahwa mengajar harus didasari oleh keikhlasan, bukan untuk mencari keuntungan duniawi. Ketika beberapa guru tetap mengikuti ujian tanpa izinnya, Mbah Dullah mencabut hak mengajar mereka di madrasah tersebut, meskipun beberapa di antaranya adalah kerabatnya sendiri.
Selain itu, ketika pemerintah menginstruksikan agar madrasah mengikuti ujian yang dikoordinir oleh negara, Mbah Dullah memilih untuk menutup sementara Madrasah Matholi’ul Falah daripada harus mengikuti kebijakan yang dianggapnya mengusik independensi lembaga pendidikan yang dipimpinnya. Setelah vakum sementara, madrasah tersebut kemudian bangkit kembali dengan semangat baru sebagai Perguruan Islam Matholi’ul Falah (PIM) yang berbasis pesantren. Dalam pengembangan kurikulum, Mbah Dullah sangat berhati-hati dan menjaga agar pendidikan yang diberikan tetap murni dan sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Kedermawanan dan Keteladanan
Kedermawanan Mbah Dullah menjadi salah satu ciri khas yang dikenang oleh banyak orang. Beliau selalu menyediakan makanan bagi para jamaah yang selesai mengaji, meskipun jumlahnya mencapai ratusan hingga ribuan orang. Selain itu, beliau tidak ragu untuk memberikan barang-barang pribadinya kepada orang lain yang menyatakan ketertarikan terhadap barang tersebut. Misalnya, ketika seseorang memuji jas yang dikenakannya, Mbah Dullah langsung memberikan jas tersebut kepada orang tersebut tanpa ragu. Sikap dermawan ini mencerminkan keikhlasan dan ketulusan hati beliau dalam membantu sesama.
Wafat dan Warisan
Mbah Dullah wafat pada tahun 1972, meninggalkan warisan berupa dedikasi dalam pendidikan Islam dan keteladanan dalam kedermawanan serta keteguhan prinsip. Pesantren yang beliau asuh terus berkembang dan menjadi salah satu pusat pendidikan Islam yang berpengaruh di Indonesia. Nilai-nilai yang beliau tanamkan, seperti keikhlasan dalam mengajar, kemandirian lembaga pendidikan, dan kedermawanan, terus menjadi inspirasi bagi generasi penerus dalam mengembangkan pendidikan Islam di tanah air.
Sebagai ulama yang memiliki garis keturunan langsung hingga Nabi Muhammad SAW, Mbah Dullah tidak hanya mewarisi ilmu dan keteladanan dari leluhurnya, tetapi juga berhasil mengimplementasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari dan dalam pengelolaan lembaga pendidikan. Kisah hidupnya menjadi bukti nyata bagaimana keteguhan prinsip, keikhlasan, dan kedermawanan dapat memberikan dampak positif yang luas bagi masyarakat.
Hingga kini, nama KH. Abdullah Zen Salam tetap dikenang sebagai salah satu ulama besar yang memberikan kontribusi signifikan dalam pengembangan pendidikan Islam di Indonesia. Warisan beliau terus hidup melalui pesantren yang beliau dirikan dan nilai-nilai yang beliau ajarkan kepada para santri dan masyarakat luas.
Media Keislaman by dawuhguru