Beliau bernama lengkap Abu al-Faydl ‘Alam al-Din Muhammad Yasin ibn Muhammad ‘Isa al-Fadani. Ulama keturunan Padang ini lahir di Makkah, Arab Saudi, 17 Juni 1915/Sya’ban 1335 H. Ayahnya merupakan ulama terkenal asal Padang, Sumatera Barat, yaitu Muhammad ‘Isa al-Fadani dan ibunya bernama Maimunah binti Abdullah Fadani.
Syekh Yasin al-Fadani selain menimba ilmu dari ayahnya sendiri, beliau juga belajar kepada pamannya, Syekh Mahmud Engku Hitam al-Fadani. Selanjutnya beliau mengenyam pendidikannya di Madrasah Ash-Shaulatiyyah al-Hindiyah, Mesir pada tahun 1346 H.
Namun, sekitar tahun 1353 H/1934, terjadi konflik yang menyangkut nasionalisme. Salah seorang guru Madrasah Shaulatiyah merobek surat kabar Melayu, dan itu dianggap melecehkan martabat Melayu sehingga Syekh Yasin Al-Fadani dan beberapa pelajar Nusantara lainnya memberikan perlawanan dengan cara pindah ke Madrasah Darul Ulum, sebuah madrasah yang didirikan oleh Sayyid Muhsin bin Ali Al-Musawa dan beberapa pemuka masayarakat Nusantara yang berada di Mekah kala itu. Sekitar 120 pelajar dari Indonesia yang pindah ke Madrasah Darul Ulum akhirnya jumlahnya bertambah. Syekh Yasin Al-Fadani adalah angkatan pertama di Darul Ulum dan di sanalah beliau menamatkan pendidikannya.
Selain mengenyam pendidikan formal, ulama bermadzhab Syafi’i ini juga berguru pada ulama-ulama besar Timur Tengah. Disebutkan beliau mempelajari Ilmu Hadis kepada ulama hadist haromain yaitu Syeikh Umar Hamdan dan Syeikh Muhammad Ali bin Husain al-Maliki, mempelajari fikih madzhab syafi’i kepada Syeikh Umar Ba Junaid, Mufti Syafi’iyyah Makkah, Syeikh Sa’id bin Muhammad al-Yamani, dan Syeikh Hassan al-Yamani. Sedangkan dalam disiplin ilmu Ushul Fiqh, beliau belajar kepada Syeikh Muhsin bin ‘Ali al-Masawi al-Palimani al-Makki (Ulama keturunan Palembang yang tinggal di Makkah), dan juga belajar kepada Syekh Abdullah Muhammad Ghozi al-Makki, Syekh Ibrahim bin Daud al-Ghothoni al-Makki, dan Syekh ‘Alawi bin ‘Abbas al-Maliki al-Makki, serta kepada ulama-ulama berpengaruh lainnya.
Setelah Syekh Yasin didaulat sebagai pengurus Madrasah Darul Ulum, beliau aktif mengajar di sana dan juga di Masjidil Haram. Bidang yang diajarkan utamanya adalah ilmu hadis. Setiap bulan Ramadhan beliau selalu membaca dan mengijazahkan salah satu di antara Kutub al-Sittah kepada murid-muridnya, hal itu berlangsung selama kurang lebih 15 tahun.
Musnid Dunya
Berdomisili di Mekah memudahkan Syekh Yasin Al-Fadani bertemu dengan banyak ulama, baik yang berasal dari Mekah sendiri maupun dari berbagai penjuru dunia. Dari ulama-ulama tersebutlah beliau menggali ilmu dan mengumpulkan sanad periwayatan hadis. Sepanjang masa pendidikannya, beliau telah belajar kepada lebih dari 700 orang guru yang beliau catat dalam berbagai literaturnya. Sungguh prestasi yang luar biasa dan sangat sulit ditandingi.
Karena banyaknya jumlah sanad yang dimiliki serta keahliannya dalam periwayatan hadis, Syekh Yasin Al-Fadani dijuluki Musnid ad-Dunya atau pakar sanad sedunia. Gelar ini oun hanya diberikan kepada pembesar-pembesar ulama dalam bidang ilmu sanad yang memiliki keluasan periwayatan, berguru pada banyak syekh, dan menyampaikan hadis kepada banyak orang.
Beliau juga mendapatkan banyak pujian dari para ulama atas kedalaman ilmunya. Seorang ahli hadis bernama Sayyid Abdul Aziz Al-Qumari pernah memuji dan menjuluki beliau sebagai kebanggan Ulama Haramain. Al-Habib Assayyid Segaf bin Muhammad, salah satu pendidik Syekh Yasin bahkan menjulukinya sebagai “Sayuthiyyu Zamaanihi” atau Imam Sayuti di zamannya. Banyak ulama juga memujinya melaui syair-syair arab, tanda takzim dan kekaguman mereka terhadap beliau.
Hingga kini, nama Syekh Yasin al-Fadani masih eksis menghiasi dunia keilmuan islam meskipun beliau telah wafat puluhan tahun lalu. Karya-karyanya tidak mati ditelan zaman, dan membuat namanya semakin dikenal lintas generasi.
Kitab-kitab karangannya telah mencapai lebih dari 100 judul baik yang belum maupun sudah dicetak. Pembahasannya meliputi fiqh, hadis, balaghah, tarikh, falak, sanad, dan cabang ilmu lainnya. Masih banyak lagi karya-karyanya, terutama dalam bidang hadis. Semua tertulis dalam bahasa Arab dan kerap dijadikan kitab rujukan di berbagai lembaga Islam dan pondok pesantren, baik di Makkah maupun Asia Tenggara.
Meskipun lahir dan tumbuh di Mekah, Syekh Yasin al-Fadani juga sering mengunjungi Indonesia. Darah nasionalisme yang mengalir dalam jiwanya memperlihatkan kecintaannya kepada Nusantara. Salah satu jasa besarnya ialah memperkenalkan tokoh-tokoh ulama Nusantara ke dunia. Melalui pengaruh beliau, perawi-perawi Arab dan bukan Melayu mengenal istilah “Kyai” yang merupakan istilah Jawa bermakna syekh, ustadz, atau orang alim. Juga nama-nama daerah, serta tokoh-tokoh ulama Nusantara seperti Syekh Nawawi bin ‘Umar al-Bantani, Syekh ‘Abdus Samad bin ‘Abdurrahman al-Falimbani, KH. Hasyim Asy’ari dari Jombang, dan banyak lainnya.
Ada seorang tokoh Nusantara yang diberi gelar oleh Syekh Yasin al-Fadani dengan gelar ahli hadis seperti muhaddis Surabaya yaitu Sayyid Syekh bin Ahmad Bafaqih. Kira-kira terdapat 130 ulama Nusantara yang periwayatannya luas dan banyak memperoleh sanad. Di antara tokoh yang paling banyak sanad periwayatannya ialah Muhaddist Syeikh ‘Aqib bin Hasanuddin al-Falimbani, Syekh ‘Abdus Samad bin Abdur Rahman al-Falimbani, Syekh ‘Abdul Ghani bin Subuh al-Bimawi, Syekh Mahfuz bin ‘Abdullah al-Tarmasi, Syekh ‘Abdul Hamid Kudus, Syekh Mukhtar bin ‘Atarid al-Bogori dan Sayyid Salim Jindan.
Meskipun telah menjadi orang besar, Syekh berdarah Sumatera ini sangatlah bersahaja dan sederhana. Ia tidak segan untuk datang ke pasar dan memikul barang-barangnya sendiri, beliau juga sering menggunakan kaus oblong dan sarung.
Syekh Yasin al-Fadani wafat pada Jumat Shubuh, 28 Dzulhijjah 1410 H di usianya yang ke 75. Beliau disholatkan sesuai shalat Jumat dan dimakamkan di pekuburan al-Ma’la, Makkah.