Nasihat Habib Umar Bin Hafidz tentang Kematian dan Kemiskinan

Nasihat Habib Umar Bin Hafidz
Sumber : Dawuh Guru
“Kita takut mati padahal mati lebih baik dari fitnah. Kita takut miskin, padahal miskin lebih ringan untuk dihisab.”
Habib Umar bin Hafidz

Refleksi tentang Kematian dan Kemiskinan: Hikmah dari Habib Umar bin Hafidz

Habib Umar bin Hafidz menyampaikan sebuah pernyataan yang mengajak kita untuk merenungkan kembali tentang kematian dan kemiskinan: “Kita takut mati padahal mati lebih baik dari fitnah. Kita takut miskin, padahal miskin lebih ringan untuk dihisab.” Ucapan ini membawa kita pada refleksi mendalam tentang bagaimana kita memandang kehidupan, kematian, dan rezeki dalam perspektif spiritual dan moral.

Ketakutan akan mati adalah hal yang wajar dan alami. Banyak orang merasa takut akan ketidakpastian yang menunggu setelah kematian. Namun, Habib Umar bin Hafidz mengingatkan kita bahwa kematian bisa lebih baik daripada hidup dalam fitnah. Fitnah, atau berita bohong dan tuduhan yang tidak benar, bisa merusak reputasi, kehormatan, dan kehidupan seseorang. Dalam konteks ini, kematian dianggap lebih baik karena membawa seseorang keluar dari penderitaan dan ketidakadilan yang disebabkan oleh fitnah.

Rasulullah SAW dalam hadisnya menyatakan, “Fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan.” Ini menunjukkan betapa beratnya dampak dari fitnah dalam kehidupan seseorang. Fitnah tidak hanya merusak hubungan sosial tetapi juga bisa menghancurkan kehidupan pribadi dan profesional seseorang. Dalam banyak kasus, efek dari fitnah bisa bertahan lama dan sulit untuk dipulihkan. Oleh karena itu, menghindari fitnah dan menjaga diri dari terlibat dalam menyebarkan fitnah adalah hal yang sangat penting dalam menjaga kehormatan dan martabat.

Ketakutan akan kemiskinan juga merupakan hal yang umum. Banyak orang merasa cemas tentang kemungkinan hidup dalam kekurangan dan kesulitan materi. Namun, Habib Umar bin Hafidz mengingatkan kita bahwa kemiskinan bisa lebih ringan untuk dihisab. Dalam ajaran Islam, hisab adalah proses penilaian amal perbuatan manusia di hari kiamat. Seseorang yang miskin memiliki tanggung jawab yang lebih sedikit dalam hal harta, sehingga hisabnya bisa lebih ringan dibandingkan dengan orang yang kaya.

Baca Juga  Quote Sujiwo Tejo tentang Pemerintah sebagai Pengelola Rakyat

Bung Hatta, salah satu Proklamator Kemerdekaan Indonesia, pernah menyatakan, “Kemiskinan bukanlah suatu kutukan, melainkan suatu tantangan.” Pernyataan ini sejalan dengan pandangan bahwa kemiskinan bukanlah sesuatu yang harus ditakuti atau dihindari dengan segala cara, tetapi sebuah kondisi yang dapat membawa pelajaran dan kedekatan dengan Tuhan. Kemiskinan mengajarkan kita tentang kesederhanaan, kerendahan hati, dan ketergantungan kepada Tuhan. Dalam kondisi kekurangan, kita lebih cenderung untuk bersyukur atas apa yang kita miliki dan lebih peka terhadap kebutuhan orang lain.

Kemiskinan juga bisa menjadi ujian yang menguatkan iman dan karakter seseorang. Banyak orang yang justru menemukan kedamaian dan kebahagiaan dalam kesederhanaan. Mereka belajar untuk hidup dengan apa yang mereka miliki dan tidak terus-menerus mengejar materi. Ini sejalan dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya zuhud atau hidup sederhana dan tidak terikat pada dunia. Orang yang hidup dengan prinsip zuhud lebih fokus pada kehidupan akhirat dan menjaga hatinya tetap bersih dari keserakahan dan kecintaan berlebihan pada harta benda.

Kematian, meskipun menakutkan bagi banyak orang, sebenarnya adalah bagian dari siklus kehidupan yang harus kita terima dengan ikhlas. Dalam Islam, kematian adalah pintu menuju kehidupan yang abadi. Oleh karena itu, mempersiapkan diri untuk kematian dengan memperbaiki amal perbuatan dan menjauhi dosa-dosa adalah hal yang sangat penting. Ketika kita hidup dengan kesadaran bahwa kematian bisa datang kapan saja, kita akan lebih berhati-hati dalam bertindak dan lebih serius dalam beribadah.

Habib Umar bin Hafidz mengajak kita untuk tidak terjebak dalam ketakutan yang berlebihan terhadap kematian dan kemiskinan. Ketakutan tersebut bisa menghalangi kita untuk menjalani kehidupan dengan tenang dan penuh makna. Sebaliknya, kita harus fokus pada bagaimana menjalani hidup dengan baik, menjaga integritas, dan berusaha untuk selalu berada dalam jalan yang diridhai oleh Tuhan. Dengan demikian, kita bisa menghadapi kematian dan kemiskinan dengan sikap yang lebih positif dan penuh keyakinan.

Baca Juga  Nasihat Mbah Nun tentang Hakikat Menolong dan Mencintai

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali melihat bagaimana ketakutan akan kemiskinan mendorong orang untuk melakukan hal-hal yang tidak etis. Mereka mungkin terlibat dalam korupsi, penipuan, atau berbagai bentuk ketidakjujuran demi mendapatkan kekayaan. Namun, pada akhirnya, kekayaan yang didapatkan dengan cara yang tidak halal tidak akan membawa kebahagiaan dan ketenangan. Sebaliknya, itu hanya akan menambah beban di akhirat nanti.

Sikap takut miskin juga bisa membuat seseorang menjadi kurang bersyukur. Mereka selalu merasa kurang dan tidak pernah puas dengan apa yang mereka miliki. Ini bisa mengarah pada perasaan iri hati dan kebencian terhadap orang lain yang lebih kaya. Padahal, kebahagiaan sejati tidak tergantung pada jumlah harta yang kita miliki, tetapi pada seberapa besar kita bisa bersyukur dan merasa cukup dengan apa yang Tuhan berikan.

Sebagai tokoh nasional, Gus Dur atau Abdurrahman Wahid, selalu menekankan pentingnya keadilan sosial dan empati terhadap mereka yang kurang beruntung. Beliau berkata, “Tidak ada gunanya menjadi bangsa yang besar jika rakyatnya masih banyak yang miskin.” Pernyataan ini mengingatkan kita bahwa kemajuan suatu bangsa harus diukur dari seberapa baik mereka merawat dan memperhatikan kebutuhan rakyatnya, terutama yang berada dalam kemiskinan.

Gus Dur juga mengajarkan kita untuk tidak meremehkan orang miskin atau melihat mereka dengan pandangan rendah. Setiap orang, terlepas dari status ekonominya, memiliki martabat dan hak yang sama. Dalam pandangan Islam, orang miskin sering kali lebih dekat dengan Tuhan karena mereka lebih bergantung pada-Nya dan lebih sabar dalam menghadapi ujian kehidupan.

Kematian, yang sering kali menjadi momok menakutkan, sebenarnya adalah saat yang harus kita persiapkan dengan baik. Dalam Al-Quran, Allah berfirman bahwa setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Oleh karena itu, mempersiapkan diri untuk kematian adalah hal yang bijaksana. Ini bukan berarti kita harus hidup dalam ketakutan, tetapi kita harus hidup dengan penuh kesadaran bahwa setiap tindakan kita akan dipertanggungjawabkan di akhirat.

Baca Juga  Dawuh Gus Kautsar tentang Kekuatan Husnudzon kepada Allah

Dengan mengingat nasihat Habib Umar bin Hafidz, kita bisa belajar untuk tidak terlalu takut pada kematian dan kemiskinan. Sebaliknya, kita harus fokus pada bagaimana menjalani hidup dengan baik, menjaga integritas, dan selalu berusaha untuk berada dalam jalan yang diridhai oleh Tuhan. Dengan demikian, kita bisa menghadapi segala tantangan hidup dengan sikap yang lebih tenang dan penuh keyakinan.

Sebagai penutup, mari kita renungkan kembali pesan dari Habib Umar bin Hafidz: “Kita takut mati padahal mati lebih baik dari fitnah. Kita takut miskin, padahal miskin lebih ringan untuk dihisab.” Nasihat ini mengajak kita untuk melihat kehidupan dari perspektif yang lebih luas dan mendalam. Kematian dan kemiskinan bukanlah sesuatu yang harus ditakuti secara berlebihan, tetapi hal-hal yang harus kita siapkan dan hadapi dengan penuh keikhlasan dan ketenangan. Dengan sikap ini, kita bisa menjalani hidup dengan lebih bermakna dan mendapatkan kedamaian sejati dalam hati kita.