“Kalau kamu sedang dilanda cinta, cintai orang yang kamu cintai itu biasa-biasa saja, sedang-sedang saja. Karena sangat mungkin orang ini akan menjadi musuh kamu dikemudian hari.”Gus Muhammad Abdurrahman Al-Kautsar – Ploso Kediri
Dalam perjalanan hidup manusia, cinta menjadi salah satu aspek yang paling dominan dan penuh warna. Cinta dapat mengubah seseorang menjadi lebih baik, namun cinta juga memiliki kekuatan untuk membawa seseorang ke dalam jurang kekecewaan yang mendalam. Ada sebuah pepatah bijak yang mengatakan, Ungkapan diatas mengajarkan tentang keseimbangan dalam mencintai, suatu nasihat yang mengingatkan kita untuk tidak terlalu larut dalam perasaan cinta yang membabi buta.
Cinta yang terlalu mendalam dan berlebihan sering kali membawa ekspektasi tinggi terhadap orang yang dicintai. Dalam kondisi seperti ini, manusia cenderung menempatkan pasangan mereka di atas segala-galanya, mengabaikan kenyataan bahwa setiap individu memiliki kekurangan dan ketidaksempurnaan. Ketika realitas ini akhirnya muncul ke permukaan, kekecewaan pun tidak dapat dihindari. Ekspektasi yang tidak terpenuhi menjadi benih perselisihan, dan dalam beberapa kasus, bisa merusak hubungan hingga berubah menjadi permusuhan.
Sejarah telah mencatat banyak kisah tentang cinta yang berubah menjadi konflik. Salah satu contoh terkenal dalam sejarah Indonesia adalah hubungan antara Bung Karno dan Hatta. Dua proklamator yang sama-sama berjuang untuk kemerdekaan Indonesia, tetapi di kemudian hari, pandangan politik mereka berbeda. Bung Karno, yang memiliki visi besar tentang persatuan Indonesia dalam bingkai nasakom (nasionalisme, agama, dan komunisme), bertentangan dengan Hatta yang lebih condong pada demokrasi parlementer. Perbedaan pandangan ini memicu ketegangan di antara keduanya, meskipun awalnya mereka adalah rekan yang sangat dekat.
Ketika kita mencintai seseorang dengan sedang-sedang saja, kita memberikan ruang bagi diri sendiri dan pasangan untuk bernafas, untuk tumbuh dan berkembang tanpa tekanan berlebihan. Cinta yang bijaksana adalah cinta yang memahami bahwa setiap individu memiliki kebebasan untuk menjadi diri mereka sendiri. Ini adalah bentuk cinta yang mengakui dan menerima ketidaksempurnaan, yang melihat pasangan sebagai manusia dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Memang, ada saat-saat dalam hidup di mana cinta yang menggebu-gebu terasa tak terelakkan. Namun, penting untuk diingat bahwa segala sesuatu yang berlebihan cenderung membawa dampak negatif. Sebagai manusia, kita harus belajar untuk menahan diri dan menjaga keseimbangan dalam perasaan. Cinta yang sehat adalah cinta yang dapat merangkul kebahagiaan tanpa harus menutup mata terhadap kenyataan.
Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan nasional Indonesia, pernah berkata, “Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.” Kutipan ini mengajarkan tentang pentingnya memberikan contoh yang baik di depan, mendukung di tengah, dan mendorong dari belakang. Dalam konteks cinta, ini berarti kita harus menjadi panutan yang baik bagi pasangan kita, mendukung mereka dalam setiap langkah, dan memberikan dorongan yang diperlukan. Namun, semua itu harus dilakukan dengan seimbang, tanpa ekspektasi berlebihan.
Cinta yang sedang-sedang saja juga mengajarkan kita untuk memiliki kontrol diri. Kontrol diri dalam cinta adalah kemampuan untuk menahan diri dari perilaku posesif dan terlalu protektif. Ini adalah bentuk cinta yang memberikan kebebasan dan ruang pribadi bagi setiap individu dalam hubungan. Kebebasan ini penting karena memungkinkan setiap orang untuk terus berkembang dan menjadi versi terbaik dari diri mereka sendiri.
Selain itu, cinta yang sedang-sedang saja membantu kita untuk menjaga hubungan dengan cara yang lebih realistis. Kita memahami bahwa konflik dan perbedaan pendapat adalah hal yang wajar dalam setiap hubungan. Dengan demikian, kita lebih siap menghadapi masalah yang mungkin muncul tanpa merasa terlalu terbebani atau kecewa.
Cinta yang bijaksana juga berarti kita harus siap menerima kemungkinan bahwa hubungan tersebut mungkin tidak akan bertahan selamanya. Ini bukan berarti kita harus pesimis atau tidak berkomitmen, tetapi kita harus realistis dalam memahami bahwa perubahan adalah bagian dari kehidupan. Orang yang kita cintai hari ini mungkin berubah, dan kita pun demikian. Dengan mencintai secara sedang-sedang saja, kita membekali diri dengan kemampuan untuk menghadapi perubahan tersebut dengan lapang dada.
Pada akhirnya, mencintai dengan sedang-sedang saja adalah tentang menemukan keseimbangan. Keseimbangan antara mencintai dan tetap menjaga identitas diri, antara memberikan dan menerima, antara harapan dan kenyataan. Cinta seperti ini memungkinkan kita untuk menikmati hubungan yang sehat dan harmonis, di mana setiap individu merasa dihargai dan diterima apa adanya.
Dalam hidup, kita tidak bisa menghindari perasaan cinta. Namun, kita bisa memilih bagaimana kita mencintai. Dengan mencintai secara bijaksana dan sedang-sedang saja, kita bisa membangun hubungan yang lebih stabil dan tahan lama. Kita belajar untuk mencintai tanpa kehilangan diri sendiri, untuk memberikan tanpa mengorbankan kebahagiaan pribadi, dan untuk menerima tanpa merasa terpaksa.
Nasihat untuk mencintai dengan sedang-sedang saja bukanlah ajakan untuk menjadi kurang berkomitmen atau tidak tulus dalam hubungan. Sebaliknya, ini adalah ajakan untuk mencintai dengan penuh kesadaran dan pengertian. Dengan begitu, kita bisa menikmati setiap momen dalam hubungan, baik saat bahagia maupun saat menghadapi tantangan, dengan hati yang tenang dan pikiran yang jernih.
Jadi, saat dilanda cinta, ingatlah untuk mencintai dengan bijaksana. Biarkan cinta itu tumbuh dan berkembang dalam keseimbangan, tanpa harus berlebihan atau kurang. Sebab, dengan begitu, kita akan menemukan kebahagiaan sejati dalam hubungan yang kita bangun, serta mampu menghadapi segala kemungkinan yang mungkin terjadi di masa depan dengan hati yang kuat dan penuh cinta.