Silsilah Keluarga KH. Hamdani Siwalanpanji Buduran

Silsilah Keluarga KH. Hamdani Siwalanpanji Buduran
sumber : burengsby

Khamdani lahir tahun 1720 M di Pasuruan. Beliau lahir dari keluarga sederhana. Keturunan dari Syeh Haris yang masih ada keturunan dari Mbah Soleh Somendi Pasuruan. KH.Khamdani adalah putra tunggal Alm.Syeh Haris. Perjuangan beliau cukup lama mulai beliau muda hingga mencapai usia 75 tahun beliau wafat di rumah singgahnya di Pasuruan. Beliau meninggal dunia dengan meninggalkan dua putranya yaitu Abdurrohin dan Ya‟qub.

Biografi KH. Khamdani pendiri Pondok Pesantren Alhamdaniyah Siwalanpanji

Khamdani dilahirkan di Pasuruan pada tahun 1720 M. KH. Khamdani dikenal sebagai pribadi yang zahid (tidak mementingkan urusan duniawi), Abid (ahli Ibadah), Waro’ (berhati-hati dalam segala hal). KH. Khamdani adalah putra Murrodani bin Suffyan bin Khassan Sanusi bin Sa’dulloh bin Sakoruddin bin Mbah sholeh Semendi Pasuruan. Ayah KH. Khamdani bernama Syeh Haris keturunan dari Sayyid Hassan Sanusi (Mbah Soleh Somendi) Pasuruan.

Pada awalnya Sidoarjo adalah sebuah Kota mati yang dihidupkan oleh Allah SWT lewat hambanya yang datang membawa bekal rohani yang kuat dan akhirnya jadilah Buduran, sebuah desa yang sangat religius sekali. Di Sidoarjo terdapat sebuah desa yang bernama Buduran, sebuah desa yang awalnya hutan kosong, dan terdapat sebuah dusun yang bernama Siwalanpanji yang sudah berpenduduk ramai, namun kehidupan desa itu penuh dengan kebodohan dan kemaksiatan.

Hingga akhirnya datanglah orang yang Alim dan Wara yang bernama Khamdani dari kota Pasuruan. Beliau Hijrah dari pasuruan ke Siwalanpanji bersama dengan istrinya dan kedua putra mereka Abdurrohim dan Ya’qub. Beliau membangun sebuah gubuk kecil sebagai tempat tinggal mereka dan sebagai sarana penyebaran ajaran Islam di Siwalanpanji.

Sebelum Khamdani menetap di Siwalanpanji, beliau menetap di Pasuruan. Pada tahun 1787 beliau menetap di Siwalanpanji dan mendirikan Pondok pesantren di Siwalanpanji yang diberi nama Al Hamdaniyah, yang di ambil dari nama panggilan beliau sendiri yaitu Khamdani. Lewat perjuangan dan kesabaran beliau di desa itu, terciptalah sebuah desa yang sangat religius.

Baca Juga  Silsilah Keluarga KH Abdul Hamid Pasuruan

Siwalanpanji merupakan sebuah desa yang sangat sukar menerima ajaran Islam pada saat itu, hingga keluarlah kharomah untuk menyebarkan ajaran Agama Islam di Siwalanpanji secara Muttawatir dan sebagai pendekatanya yaitu dengan cara menikahkan putra beliau dengan putri masyarakat setempat.

Ketika Masih kecil, beliau memiliki kelebihan dan keistimewaan tersendiri dibanding dengan anak-anak seusianya. Sejak kecil Khamdani mendapatkan didikan dari Ayahnya dan kakeknya untuk mempelajari dan mendalami ilmu Agama islam, sehingga beliau dituntut untuk mencari ilmu di berbagai Pondok.

Pada saat muda KH. Khamdani hampir tidak pernah menikmati masa mudanya seperti anak seusianya. Karena situasi ekonomi dan politik di bawah pemerintahan kolonial Belanda yang sangat buruk, sehingga menjadikan keluarga Khamdani tidak mampu memperbaiki taraf hidupnya, begitu pula masyarakat Pasuruan khusunya desa Kebonsari dan sekitarnya.

Beliau hidup dengan ayahnya saja, sehingga beliau (Khamdani) harus membantu Ayahnya bekerja di ladang setiap pulang sekolah untuk memenuhi kehidupan mereka sehari-hari, karena sumber penghasilan keluarga khamdani hanya bertani saja. Kondisi itulah yang mendorong semangat dan kemauan kerasnya untuk mengangkat derajat ayahnya yaitu dengan belajar Agama di Langar Gede dan menyebarkan ajaran Islam di daerah Jatim.

Pendidikan KH Hamdani

Sejak kecil Khamdani dikenal anak pendiam, penurut kepada ayahnya, sopan dan pekerja keras. Sejak umur 3 tahun beliau sudah menunjukkan kelebihannya.

Ketika masih berumur 7 tahun beliau menimba ilmu di Madrasah Ibtida‟iyah Pasuruan, Beliau dikenal anak yang aktif, dan cerdas, mampu memecahkan kesulitan ketika belajar. Mudah bergaul dengan orang yang baru kenal, sopan akan orang yang lebih tua, dan pekerja keras dalam membantu ekonomi keluarganya.

Pada masa muda KH.Khamdani yang tepatnya masih berumur 12 tahun, belajar di Madrasah Tsanawiyah Ibtida‟iyah Pasuruan selama 3 tahun. Beliau dikenal anak yang paling pendiam diantara anak-anak lainnya sehingga kelak waktu Madrasah Tsanawiyah beliau dijuluki “Kiai Alit” karena sifat pendiam, dan tekun dalam Ibadahnya. Setelah 3 tahun lamanya beliau menimba ilmu di Madrasah Tsanawiyah Ibtida‟iyah, meneruskan ke Madrasah Aliyah Pasuruan selama 3 tahun.

Baca Juga  Mengenal Penulis Tafsir As Siroj: Prof. Dr. (HC) KH. Masruchan Bisri

Pada umur 12 tahun, belajar di Madrasah Tsanawiyah Ibtida‟iyah Pasuruan selama 3 tahun. Beliau dikenal anak yang paling pendiam di antara anak-anak lainnya sehingga kelak waktu Madrasah Tsanawiyah beliau dijuluki “Kiai Alit” karena sifat pendiam, dan tekun dalam shalatnya. Setelah 3 tahun lamanya beliau menimba ilmu di Madrasah Tsanawiyah Ibtida’iyah, meneruskan ke Madrasah Aliyah Pasuruan selama 3 tahun.

Selama 3 tahun menimba ilmu di Madrasah aliyah Pasuruan, ketika tepat diumur 21, Beliau meneruskan untuk belajar di Langar Gede milik kakeknya. Disana, beliau diajari dasar-dasar ilmu agama (Ilmu fiqih). Beliau Belajar di Langar Gede selama 5 tahun lamanya.

Ketika berumur 24 tahun, beliau diberi saran oleh kakeknya untuk memperdalam ilmu agamanya dari pondok satu ke pondok lain yang ada di Pasuruan. Sehingga kelak jika kakeknya meninggal beliau bisa meneruskan perjuangan kakeknya dalam menyebarkan agama Islam di Pasuruan.

Pada tahun 1757 beliau memutuskan untuk memperdalam ilmunya di pesantren Sidogiri. Pondok Sidogiri yang kala itu pengasuhnya Sayyid Sulaiman, asal Cirebon Jawa Barat. Yang menjadi pendiri sekaligus pengasuh pondok pesantren Sidogiri. Dalam pondok pesantren itu mengajarkan kitab kuning, Nahwu,Sharaf. Beliau belajar di Sidogiri selama 5 tahun, dan Setelah beliau menguasai ilmu tersebut, KH.Khamdani memutuskan untuk kembali ke rumahnya di desa Kebonsari.

Pada tahun 1762, beliau kembali ke Pasuruan, dan menimba ilmu di pesantren AS-Salafiyah Pasuruan, pengasuh pondok tersebut adalah kakeknya sendiri Mbah Slagah. Selama 5 tahun lamanya, di pondok pesantren Salafiyah beliau belajar kajian Khazanah Islam Klasik, membaca diba’, dan kitab kuning. Setelah beberapa tahun lamanya beliau menimba ilmu di pesantren-pesantren dan karier studinya yang terakhir di pesantren Salafiyah beliau memutuskan untuk kembali ke rumahnya di desa Kebonsari Pasuruan. Beliau meminta izin kepada kakeknya untuk pulang kerumah untuk menegok Ayahnya.

Baca Juga  Biografi Lengkap Syaikh Muda Abdul Qadim Beserta Ajarannya

Silsilah Keluarga KH Hamdani Siwalanpanji

KH Hamdani merupakan salah seorang Keturunan Rosullulloh Muhammad  ﷺ dengan Silsilah KH. Hamdani bin Marrodani bin Sofyan bin Hasan Sanusi ( Mbah Slaga ) bin Sa’adillah ( Mbah sa’ad ) bin Syakaruddin  bin Maulana Sholeh Semendi ( kakak kandung Sayyidah Khodijah binti Hasanuddin ) bin Sultan Hasanuddin bin Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati hingga merupakan Turun Rosulloh Muhammad ﷺ , ke 27

Beliau menikah dengan perempuan asli Pasuruan, dan dikaruniai Tiga  orang putra yang nantinya akan menjadi penerus perjuangan dalam menyebarkan ajaran Islam,

Pernikahan Beliau dengan Nyai Latifah ( Dari Pasuruan ) dikaruniahi Tiga (3) Orang Anak yakni KH Abdurrohim, KH Ya’qub, dan Ahmad. Dari ke Tiga Putra beliau tersebut , terdapat salah satu dari Putra beliau yang bernama Ahmad ternyata harus Kembali keharibaan ilahi sebelum Beliau Menikah , sehingga hanya Dua orang yang menjadi Penerus Generasi Dzurriyah KH. Hamdani

Sakit Dan Wafat

Setelah dirasa dua orang putranya sudah cukup mampu untuk melanjutkan perjuangan dan mengembangkan pendidikannya, KH. Khamdani kembali ke Pasuruan dan wafat disana pada tahun 1795, beluau dimakamkan tidak jauh dari makam Mbah Slagah Pasuruan. Sehingga masyarakat Pasuruan mengenalnya dengan sebutan mbah Panji yang datang dari Siwalanpanji, Dan pada tanggal 4 Juni 2012 makam KH. Khamdani di pindahkan dari Pasuruan ke Makam Ulama‟ Siwalanpanji Buduran Sidoarjo, karena Makam KH.Khamdani di Pasuruan tidak kondusif lagi, karena tiba-tiba menjadi perumahan penduduk.

*dikutip dari penelitian mahasiswa di UIN Sunan Ampel Surabaya