“Jangan saling menghujat hanya karena beda kelompok, keyakinan, dan pilihan politik. Karena sesungguhnya sifat benci dan permusuhan datangnya dari bisikan iblis laknatullah.”Habib Umar bin Hafidz
Persatuan dalam Perbedaan: Menghindari Permusuhan demi Keharmonisan
Habib Umar bin Hafidz memberikan kita sebuah nasihat bijak dalam menghadapi perbedaan: “Jangan saling menghujat hanya karena beda kelompok, keyakinan, dan pilihan politik. Karena sesungguhnya sifat benci dan permusuhan datangnya dari bisikan iblis laknatullah.” Pesan ini mengingatkan kita akan pentingnya menjaga persatuan dan keharmonisan di tengah keberagaman yang ada. Dalam kehidupan yang penuh dengan perbedaan, baik dalam kelompok, keyakinan, maupun pilihan politik, kita sering kali terjebak dalam konflik dan permusuhan yang tidak perlu. Padahal, perbedaan seharusnya menjadi kekuatan yang memperkaya, bukan memecah belah.
Indonesia adalah contoh negara dengan keberagaman yang sangat kaya. Berbagai suku, agama, budaya, dan bahasa hidup berdampingan dalam satu kesatuan. Namun, keberagaman ini sering kali menjadi sumber konflik jika tidak dikelola dengan baik. Ketika kita melihat perbedaan sebagai ancaman daripada kekayaan, kita membuka pintu bagi kebencian dan permusuhan. Inilah yang diingatkan oleh Habib Umar bin Hafidz, bahwa kebencian dan permusuhan bukan berasal dari diri kita, tetapi dari bisikan iblis yang ingin melihat kita terpecah belah.
Tokoh nasional Indonesia, Bung Karno, pernah mengatakan, “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, tetapi perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri.” Kata-kata ini sangat relevan dalam konteks bagaimana kita menghadapi perbedaan dalam masyarakat. Bung Karno mengingatkan kita bahwa perjuangan terbesar adalah menjaga persatuan di tengah perbedaan. Menghujat dan membenci satu sama lain hanya akan melemahkan kita sebagai bangsa. Sebaliknya, dengan menerima dan menghormati perbedaan, kita bisa menjadi bangsa yang lebih kuat dan bersatu.
Sifat benci dan permusuhan sering kali timbul dari ketidakpahaman dan prasangka. Ketika kita tidak mengenal atau memahami orang yang berbeda dari kita, mudah bagi kita untuk menghakimi dan membenci. Pendidikan dan dialog adalah kunci untuk mengatasi prasangka ini. Dengan saling berbicara dan mendengarkan, kita bisa memahami perspektif dan pengalaman orang lain, yang pada gilirannya akan mengurangi kebencian dan permusuhan. Dialog yang jujur dan terbuka membantu kita melihat bahwa, meskipun berbeda, kita memiliki banyak kesamaan yang bisa menjadi dasar persatuan.
Dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia, semangat persatuan di tengah perbedaan telah terbukti menjadi kekuatan yang luar biasa. Para pendiri bangsa, seperti Bung Karno dan Bung Hatta, menyadari bahwa keberagaman adalah aset yang harus dijaga. Mereka berjuang untuk menciptakan negara yang berdasarkan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, yang berarti “berbeda-beda tetapi tetap satu.” Prinsip ini mengajarkan kita untuk menghargai perbedaan sambil tetap menjaga persatuan.
Selain itu, dalam kehidupan beragama, penting untuk selalu mengingat ajaran Islam tentang persaudaraan dan kasih sayang. Rasulullah SAW bersabda, “Tidak beriman salah seorang dari kalian hingga dia mencintai untuk saudaranya apa yang dia cintai untuk dirinya sendiri.” Hadis ini mengingatkan kita untuk selalu bersikap baik dan penuh kasih kepada sesama, terlepas dari perbedaan yang ada. Kebencian dan permusuhan hanya akan merusak iman dan merusak hubungan kita dengan orang lain.
Permusuhan yang disebabkan oleh perbedaan keyakinan atau pilihan politik juga sangat merugikan. Kita sering kali lupa bahwa perbedaan pendapat adalah hal yang wajar dan bahkan sehat dalam demokrasi. Perbedaan ini seharusnya menjadi kesempatan untuk belajar dan berkembang, bukan untuk saling menghujat dan merusak. Seperti yang dikatakan oleh Nelson Mandela, “Tidak ada orang yang dilahirkan untuk membenci orang lain karena warna kulitnya, latar belakangnya, atau agamanya. Orang harus belajar untuk membenci, dan jika mereka bisa belajar untuk membenci, mereka bisa diajarkan untuk mencintai, karena cinta datang lebih alami ke hati manusia daripada kebencian.”
Mandela, seperti banyak tokoh besar lainnya, menunjukkan bahwa cinta dan pengertian adalah jalan untuk mengatasi perbedaan dan konflik. Dalam konteks politik, penting untuk selalu menjaga sikap saling menghormati, bahkan ketika kita tidak setuju dengan pilihan politik orang lain. Demokrasi yang sehat adalah demokrasi di mana perbedaan pendapat dihargai dan diperlakukan dengan hormat. Saling menghujat hanya akan merusak tatanan demokrasi dan memperlebar jurang perpecahan.
Sikap saling menghujat dan memusuhi juga berdampak buruk pada tatanan sosial. Ketika kebencian dan permusuhan menyebar, mereka menciptakan ketidakpercayaan dan ketidakamanan. Komunitas yang seharusnya menjadi tempat aman dan nyaman menjadi arena konflik dan ketegangan. Hal ini tidak hanya merusak hubungan antarindividu, tetapi juga menghambat kemajuan sosial dan ekonomi. Kita harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang lebih harmonis dan penuh pengertian.
Pentingnya menjaga persatuan di tengah perbedaan juga ditekankan oleh Gus Dur. Beliau adalah sosok yang sangat menghargai keberagaman dan selalu mengajak untuk hidup berdampingan dalam damai. Gus Dur pernah berkata, “Tidak penting apapun agamamu atau sukumu, kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu.” Ini adalah ajakan untuk melihat kebaikan dan kontribusi seseorang daripada fokus pada perbedaan yang ada.
Untuk menciptakan masyarakat yang harmonis, kita perlu menanamkan nilai-nilai toleransi, kasih sayang, dan pengertian sejak dini. Pendidikan adalah kunci dalam hal ini. Dengan mengajarkan anak-anak kita tentang pentingnya menghormati perbedaan dan hidup berdampingan dalam damai, kita bisa membangun generasi yang lebih toleran dan inklusif. Sekolah dan keluarga harus menjadi tempat di mana nilai-nilai ini diajarkan dan dipraktikkan.
Selain itu, media juga memainkan peran penting dalam membentuk opini dan sikap masyarakat. Media harus bertanggung jawab dalam menyebarkan informasi yang akurat dan tidak memicu kebencian atau permusuhan. Dengan menyebarkan pesan-pesan positif tentang persatuan dan toleransi, media bisa menjadi alat yang kuat untuk mempromosikan keharmonisan sosial.
Sebagai penutup, mari kita renungkan kembali pesan Habib Umar bin Hafidz, “Jangan saling menghujat hanya karena beda kelompok, keyakinan, dan pilihan politik. Karena sesungguhnya sifat benci dan permusuhan datangnya dari bisikan iblis laknatullah.” Mari kita berkomitmen untuk menjauhi sifat-sifat negatif ini dan selalu berusaha untuk menjaga persatuan di tengah perbedaan. Dengan menghindari sikap saling menghujat dan memusuhi, kita bisa menciptakan dunia yang lebih damai, harmonis, dan penuh kasih sayang. Kita semua memiliki tanggung jawab untuk menjaga keharmonisan dan persatuan, baik dalam lingkup kecil keluarga dan komunitas, maupun dalam skala yang lebih besar sebagai bangsa dan umat manusia.