Dawuh Gus Baha tentang Cinta Sejati kepada Tuhan

Dawuh Gus Baha
sumber : dawuhguru
“Sebesar apapun dosa seseorang, tidak ada yang berhak menghalangi rasa cinta hamba pada Tuhannya, meski cara yang digunakan untuk menunjukkan rasa cinta itu terasa aneh di mata kita.”
KH. Ahmad Bahauddin Nursalim
Dalam kehidupan beragama, cinta kepada Tuhan adalah hak fundamental setiap individu. Pernyataan “Sebesar apapun dosa seseorang, tidak ada yang berhak menghalangi rasa cinta hamba pada Tuhannya, meski cara yang digunakan untuk menunjukkan rasa cinta itu terasa aneh di mata kita,” mengandung pesan penting bahwa setiap orang, tanpa memandang dosanya, memiliki hak yang tak tergantikan untuk mencintai dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Cara setiap individu menunjukkan rasa cinta itu mungkin berbeda, bahkan terkadang terasa aneh di mata kita, namun tidak ada yang berhak untuk menghalangi.

Dalam agama Islam, Allah SWT adalah Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Salah satu sifat-Nya yang paling menonjol adalah Rahman dan Rahim, yang menunjukkan bahwa kasih sayang dan ampunan-Nya meliputi segala sesuatu. Tidak ada dosa yang terlalu besar untuk diampuni oleh-Nya, dan tidak ada hamba yang terlalu hina untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Ini berarti, siapapun dan bagaimanapun dosa seseorang, dia tetap berhak untuk mencintai Tuhannya dan mencari jalan kembali kepada-Nya.

KH. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, pernah menekankan pentingnya rahmat dan kasih sayang Allah. Beliau berkata, “Allah Maha Pemaaf dan Penyayang, siapa saja yang bertaubat dengan sungguh-sungguh, akan diterima taubatnya.” Pernyataan ini menggarisbawahi bahwa tidak ada dosa yang tidak dapat diampuni oleh Allah jika seseorang benar-benar bertaubat dan kembali kepada-Nya. Ini juga menunjukkan bahwa cinta kepada Tuhan adalah hak semua hamba, terlepas dari dosa yang pernah mereka perbuat.

Setiap individu memiliki cara yang unik dalam menunjukkan rasa cinta kepada Tuhan. Beberapa mungkin melakukannya melalui ibadah formal seperti shalat, puasa, dan membaca Al-Qur’an, sementara yang lain mungkin menunjukkan cinta mereka melalui tindakan amal, perbuatan baik, atau cara-cara lain yang mungkin tidak konvensional. Penting untuk diingat bahwa cara-cara ini, meskipun terasa aneh bagi sebagian orang, adalah bentuk ekspresi cinta yang sah dan harus dihormati.

Baca Juga  Dawuh Gus Iqdam Muhammad : Kegagalan Sebagai Peluang untuk Belajar Dan Berkembang

Ir. Soekarno, proklamator kemerdekaan Indonesia, pernah mengatakan, “Agama tidak hanya mengajarkan kita untuk mengenal Tuhan, tetapi juga untuk mengenal dan mencintai sesama manusia.” Pernyataan ini menunjukkan bahwa agama adalah tentang hubungan yang harmonis dengan Tuhan dan sesama manusia. Ketika seseorang menunjukkan cintanya kepada Tuhan dengan cara yang berbeda, itu adalah bagian dari perjalanan spiritualnya yang harus dihormati oleh orang lain. Menghalangi seseorang dalam ekspresi cintanya kepada Tuhan hanya karena terlihat aneh adalah tindakan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai toleransi dan kasih sayang dalam agama.

Rasa cinta kepada Tuhan sering kali muncul dari kesadaran akan kekurangan dan dosa diri sendiri. Banyak orang yang merasa dirinya penuh dosa justru memiliki kerinduan yang besar untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Mereka merasakan betapa pentingnya kasih sayang dan ampunan Tuhan dalam hidup mereka. Ekspresi cinta ini mungkin terlihat dalam berbagai bentuk, termasuk tangisan penyesalan, doa yang tulus, atau tindakan kecil yang penuh makna. Tidak ada yang berhak untuk menghakimi atau menghalangi ekspresi ini.

Gus Dur, mantan Presiden Indonesia yang juga seorang ulama, dikenal dengan pandangan inklusifnya tentang agama dan kemanusiaan. Beliau pernah mengatakan, “Tuhan tidak perlu dibela, yang perlu dibela adalah manusia yang mengaku mencintai Tuhan tetapi didiskriminasi karena cara mencintainya berbeda.” Ini menunjukkan bahwa menghargai hak setiap individu untuk mencintai Tuhan dengan caranya sendiri adalah sangat penting. Diskriminasi terhadap seseorang karena cara mereka menunjukkan cinta kepada Tuhan adalah tindakan yang tidak adil dan tidak manusiawi.

Setiap perjalanan spiritual adalah unik dan pribadi. Ada orang yang mendekatkan diri kepada Tuhan melalui jalan yang tampak tidak biasa bagi orang lain. Misalnya, ada yang menemukan kedamaian dalam meditasi, seni, atau bahkan dalam perjalanan fisik seperti mendaki gunung atau berjalan-jalan di alam. Cara-cara ini mungkin tidak konvensional, tetapi bagi mereka, itu adalah cara untuk merasakan kehadiran Tuhan dan menunjukkan cinta mereka. Menghormati perbedaan dalam ekspresi cinta kepada Tuhan adalah bagian dari menghormati keberagaman manusia.

Baca Juga  Dawuh Gus Iqdam tentang Membangun Kesuksesan Diri

Selain itu, penting untuk diingat bahwa perjalanan spiritual seseorang sering kali penuh dengan liku-liku. Ada masa-masa ketika seseorang mungkin tersesat, tetapi keinginan untuk kembali kepada Tuhan adalah sesuatu yang sangat kuat dan patut dihargai. Tidak ada yang berhak untuk menghalangi seseorang yang ingin kembali kepada Tuhan, bahkan jika cara mereka terlihat aneh atau tidak sesuai dengan kebiasaan kita. Setiap langkah yang mereka ambil menuju Tuhan adalah langkah yang berharga dan harus didukung.

Syekh Yusuf al-Qaradawi, seorang ulama kontemporer, pernah mengatakan, “Islam adalah agama kasih sayang dan ampunan, tidak ada tempat untuk kebencian dan diskriminasi di dalamnya.” Pernyataan ini menggarisbawahi bahwa Islam mengajarkan kita untuk bersikap kasih sayang dan menerima perbedaan. Dalam konteks ini, menerima cara-cara yang berbeda dalam menunjukkan cinta kepada Tuhan adalah bagian dari ajaran Islam yang penuh kasih sayang.

Kesimpulannya, cinta kepada Tuhan adalah hak setiap individu, tanpa memandang dosa atau cara yang digunakan untuk mengekspresikan cinta tersebut. Tokoh-tokoh nasional seperti KH. Ahmad Dahlan, Ir. Soekarno, dan Gus Dur telah menekankan pentingnya kasih sayang, toleransi, dan penghormatan terhadap hak individu dalam perjalanan spiritual mereka. Menghormati cara-cara berbeda dalam menunjukkan cinta kepada Tuhan adalah bagian dari nilai-nilai kemanusiaan dan ajaran agama yang kita anut. Dengan menerima dan menghormati perbedaan ini, kita tidak hanya menunjukkan cinta kita kepada Tuhan tetapi juga kepada sesama manusia.