Oleh : Admin
Latar Belakang
Syaikh Muda Abdul Qadim merupakan ulama yang berasal dari daerah Belubus. Beliau dilahirkan pada tahun 1878 dan meninggal pada tahun 1957. Beliau merupakan ulama’ besar, khususnya guru besar tarekat Naqsyabandiyah dan Samaniyah di Sumatera Tengah. Syaikh Muda Abdul Qadim sering disebut dengan sebutan “Baliau Belubus”.
Meskipun nama beliau tidak begitu banyak dikenal dan disebut oleh para peneliti ulama, namun beliau mempunyai pengaruh besar yang tak terbantahkan di kalangan ahli-ahli Tarekat Sufiyah di Sumatera Tengah, terlebih daerah Minangkabau. Bahkan, dikabarkan bahwa Syaikh Muda Abdul Qadim menyeberang lautan, sampai Malaysia dan Thailand untuk mengembangkan sayap ilmu tarekat ke berbagai penjuru daerah. Ketika diadakan kongres tarekat Naqsyabandiyah di Bukittinggi pada tahun 1954, Syaikh Muda Abdul Qadim adalah salah persertanya, di samping 280 ulama-ulama besar lainnya di Sumatera Tengah.
Pedidikan
Belubus merupakan sebuah daerah yang terletak di Ketinggian, tak jauh dari kota Payakumbuh. Di daerah ini, Syaikh Muda Abdul Qadim lahir pada tahun 1878. Dalam perjalanannya, beliau menuntut ilmu pertama di Batu Tanyuah. Di sini beliau mengaji kitab kuno dengan cara lama kepada salah seorang alim yang tidak begitu dikenal namanya.
Setelah dari Batu Tanyuah, beliau kemudian melanjutkan belajar dan mendalami syari’at dan tarekat. Paling tidak ada 6 daerah terkemuka dalam Tarekat Sufiyah di Minangkabau yang pernah dijelajahinya. Tempat-tempat itu ialah, Batu Hampar (Payakumbuh) tempat bermukimnya ulama besar, seperti Maulana Syaikh Abdurrahman bin Abdullah al-Batu Hampari an-Naqsyabandiyah (wafat pada tahun 1899).
Di sini beliau mulai mengaji Tarekat Naqsyabandiyah sampai memperoleh natijah. Syaikh Abdurrahman pun menggelari beliau dengan “Syaikh Muda”. Kemudian Padang Kandih, di tempat ini, Syaikh Muda Abdul Qadim belajar kepada Tuan Syaikh Muhammad Shaleh Padang Kandih (wafat pada tahun 1912). Selanjutnya, Kumpulan, yaitu tempat bermukimnya ulama besar Maulana Syaikh Ibrahim bin Fahati “Angguik Balinduang” Kumpulan (wafat pada tahun 1915).
Padang Bubus Bonjol, tempat beliau meniti atas jalan Tarekat Naqsyabandiyah di Makam Syaikh Muhammad Sa’id Padang Bubus (abad 19). Kemudian di Simabur, di sini, beliau berguru kepada salah seorang ulama masyhur dalam ilmu hakikat, namun nama beliau ini tidak dikenal lagi. Selanjutnya di daerah Kumango, Batusangkar, di daerah ini Syaikh Muda Abdul Qadim berguru kepada Maulana Syaikh Abdurrahman al-Khalidi “Beliau Kumango”. Begitulah secara singkat pengembaraan keilmuan Syaikh Muda Abdul Qadim, terutama dalam bidang ilmu hakikat dan tarekat. Hal ini yang membuat beliau beroleh nama besar selaku ulama terkemuka dalam Tarekat Ahli Sufi, Naqsyabandiyah dan Samaniyah.
Mengajar, Surau, dan Tarekat
Syaikh Muda Abdul Qadim mulai mengajarkan ilmu yang telah diperolehnya di kampung halaman beliau, Belubus. Di sini, beliau mendirikan surau, pusat khalwat Naqsyabandi, yang dibarengi dengan pengajaran Tarekat Samaniyah dan perguruan silat Kumango. Surau Belubus kemudian menjadi terkemuka, banyak orang-orang dari berbagai daerah di Minangkabau yang melanjutkan belajarnya di sana, tentunya belajar kepada Syaikh Muda Abdul Qadim. Pengajaran yang diutamakan adalah ajaran tarekat yang langsung diajarakn oleh Syaikh Muda Abdul Qadim. Di antara murid-murid beliau tersebut, banyak pula yang kemudian terkemuka pula selaku ulama, di antaranya ialah Syaikh Beringin di Tebing Tinggi Medan, Syaikh Ibrahim Bonjol di Binjai, Syaikh Muhammad Kanis Tuanku Tuah Batu Tanyuah dan Buya H. Muhammad Dalil Dt. Manijun di Jaho.
Karya-karya
Selain meninggalkan ilmu tarekat yang berakar kuat, terutama di kawasan Luak Limopuluah, beliau juga meninggalkan beberapa karangan yang ditulisnya. Karangan ini yang diperuntukkan bagi kalangan ahli tarekat. Beberapa buah karangan itu masih dapat diakses hingga saat ini, namun, sebagian lainnya masih tersimpan dan dirahasiakan oleh pewaris Surau Belubus. Karangan-karangan tersebut antara lain:
- As-Sa’adatul Abdiyah fima Ja’a bihin Naqsyabandiyah
Karangan ini berisi wirid-wirid amalan dari tarekat Naqsyabandiyah. Karangan ini selesai ditulis oleh Syaikh Muda Abdul Qadim pada tahun 1936. Pada sampul karya ini tertulis dengan jelas : “Tidak dijual dan tidak dipakai bagi orang yang belum mengamalkan wirid tersebut”. Sebuah peringatan yang umum dalam kalimat dikalangan ahli tarekat, karena, muncul kekhawatiran apabila ilmu tarekat diumbar-umbar maka akan jatuh harganya sebagai ilmu yang istimewa.
Secara umum,karangan ini berisi tentang kaifiyah mengambil Tarekat Naqsyabandiyah. Mulai dari Bai’at, penjelasan Zikir-zikir Naqsyabandiyah, Rabithah dan lainnya. Karangan ini telah dicetak beberapa kali oleh berbagai percetakan. Terakhir dicetak pada Percetakan Sa’adiyah Bukittinggi.
- As-Sa’adatul Abdiyah fima ja’a bihin Naqsyabandiyah Bagian Natijah
Merupakan sebuah kitab Naqsyabandiyah yang dipergunakan khusus bagi guru-guru mursyid yang telah mencapai tingkatan khalifah, sebab di dalamnya terdapat banyak pembicaraan mengenai rahasia-rahasia tarekat Naqsyabandiyah itu sendiri. Yang mana, dilarang dikemukakan kepada khalayak umum. Cetakan ke-2 risalah ini dicetak oleh Syarikah, Tapanuli, Medan, pada tahun 1950.
- Risalah Tsabitul Qulub
Karangan ini merupakan literatur langka mengenai Tarekat Samaniyah di Minangkabau. Secara umum, isinya membicarakan tentang ilmu Tasawuf dan Tarekat, namun didalamnya juga disinggung mengenai amalan Tarekat Samaniyah dengan cukup panjang. Risalah ini terdiri dari beberapa jilid. Sampai saat ini baru diidentifikasi sebanyak 3 juz’ dari karya ini. Untuk lebih jelasnya adalah sebagai berikut:
- Tsabitul Qulub jilid I, Kitab ini berisi dalil-dalil yang tersirat untuk mempertahankan amal Tarekat, serta memperkokoh hati. Hal ini dimaksudkan supaya tidak terpecah-pecah akibat paham yang bermacam-macam. Penulisan sumber rujukan dalam kitab ini cukup variatif. Hal ini menunjukkan kealiman Syaikh Muda Abdul Qadim yang masyhur tersebut. Diantar sumber-sumber kitab yang menjadi rujukannya ialah Tanwirul Qulub, Shahifatus Shafa, Manzhirul A’ma, Khazinatul Asrar, ar-Rahmatul Habithah, Hadist Arba’in, Sairus Salikin, al-Minhul Nisbah, Husnul Husain, al-Qusyairi, Lathifatul Asrar, Hidayatus Salikin, Aiqazhul Manam, Hidayatul Hidayah, Mawahib Sarmadiyah, al-Asymuni dan lain-lainnya.Selain menjadi penguat hati,karangan ini juga memuat kaifiyah Tarekat Saman dan Tarekat Muhammad Yaman (pecahan Saman) beserta wirid-wirid dan zikir-zikirnya. Risalah ini kemudian ditutup dengan sebuah pasal yang cukup panjang, yang berisi tentang “Pengajaran ketika nyawa berpulang ke hadirat Allah”. (cetakan ke-6, pada percetakan as-Sa’adiyah Bukittinggi)
- Tsabitul Qulub jilid II, Kajian dalam kitab ini tak kalah menariknyad dari jilid pertama. Kitab ini baru dijumpai dalam bentuk manuskrip, yang mana merupakan salinan tangan oleh Marnis Dt. Bangso Dirajo. isi dalam kitab ini antara lain:
- Himpunan akidah lima puluh.
- Sebab zikir la ilaha illallahu tidak pakai muhammadur Rasulullah.
- Masalah Nur Muhammad dan Nur Allah.
- Kelebihan manusia dari pada segala alam.
- Masalah Najis dan hadas.
- Pembahasan Muqarinah Niat.
- Tentang martabat Ahadiyah, wahdah dan wahidiyah.
- Menyatakan syari’at dan tarekat di dalam sembahyang.
- Rabithah dalam sembahyang.
- Asal suluk 40 hari, dan lainnya banyak lagi
- Tsabitul Qulub jilid III, jilid ini berisi pengajaran Tarekat yang cukup istimewa, yakni membicarakan hubungan antara shalat dengan Tarekat. Di mana di dalamnya terdapat tulisan:
Maka dari itu nyatalah bagi kita bahwa ilmu Tarekat itu bersuanya di dalam sembahyang. Sepatutnya kita mahir ilmu tarekat itu dengan beberapa martabatnya. ……………… Maka apabila hilang hamba dan hilang kalimat dan tinggal nur, maka nur itulah yang dinamakan dengan zikir Hakikat. Maka apabila hilang hamba hilang kulimah hilanglah pula nur maka pulanglah hak kepada yang mepunyai, dan kembalilah hamba kepada Tuhannya. (Tsabitul Qulub jilid ke-III)
Kemudian disambung dengan pembahasan mengenai “nafsu yang tujuh”, yang mana dijabarkan dengan kalimat jelas dan ringkas. Kemudian kitab ini disudahi dengan wirid-wirid dalam tarekat Saman. Naskah dari jilid ini masih tersimpan di surau Belubus, yakni cetakan Islamiyah, Medan.
- Al-Manak:
Karangan ini sering disebut dengan nama kitab “Bintang Tujuh”. Kitab ini berisi ilmu-ilmu yang dikuasai oleh Syaikh Muda Abdul Qadim. Diantara isinya, adalah cara mencari awal-awal bulan dalam penanggalan Hijriyah, mencari awal bulan Ramadhan, ilmu Bintang Tujuh (saat baik dan buruk), ilmu pertukangan rumah adat Minangkabau, mencari waktu baik dan jahat, bahkan mencari barang hilang, serta yang lainnya.
Wafat
Dengan meninggalkan berbagai karangan hebat bagi orang tarekat, Syaikh Mudo pun akhirnya wafat pada tahun 1957. Syaikh Muda Abdul Qadim dimakamkan di depan Mihrab Surau Belubus, tepat di tempat beliau mensyi’arkan ilmu tarekat yang dimilikinya.
Daftar Pustaka
Putra Apria, Syekh Muda Abdul Qadim Belubus, sumber: Tarbiyah Islamiyah
Selvia Novitri, Surau Beliau Balubuih: Tempat Suluk, Kitab ”Bintang Tujuh” Paling Diburu, sumber: Jawa Pos
Ranah Minang, Jejak Perjuangan Syekh Muda Abdul Qadim Belubus, sumber: Ranah Minang Kita.