Opini  

Pemikiran Al-Asy’ari: Memahami Konsep Af’al Al-Ibad


Notice: Trying to get property 'post_excerpt' of non-object in /home/dawuhgur/domains/dawuhguru.co.id/public_html/wp-content/themes/wpberita/template-parts/content-single.php on line 98

Oleh: Ahmad Sholakhudin

(Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam)

Sebelum membahas tentang konsep af’al al-ibad ada baiknya jika kita lebih mengenal siapa itu Al-Asy’ari. Al-Asy’ari, nama lengkapnya adalah Abu al-Hasan ‘Ali bin Isma’il bin Abi Basyar Ishaq bin Salim bin Isma’il bin ‘Abdullah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah ‘Amir bin Abi Musa  Al-Asy’ari.  Al-Asy’ari lahir di Basrah pada tahun 260 H. bersamaan dengan tahun 873 M. (nasution, 1986), Dalam adat Arab nama lengkap seseorang harus disertai dengan silsilah keluarga. Dari silsilah tersebut kita dapat mengetahui beliau merupakan keturunan dari Abu Musa  Al- Asy’ari, seorang sahabat Nabi yang pernah dipercaya oleh Ali Ibnu Abī Thālib mewakili dirinya dalam tahkīm antara pihak dia dengan pihak Mu’awiyah Ibnu Abi Sufyan. Al-Asy’ari meninggal di Bagdad pada tahun 324 H. bersamaan dengan tahun 935 M.

Al-Asy’ari semula adalah penganut teologi aliran Mu’tazilah. Beliau merupakan murid kesayangan Al-Jubba’i, seorang tokoh dan pemimpin Mu’tazilah. Hal ini dapat dilihat ketika beliau mewakili Al-Jubba’i untuk berdebat membela paham Mu’tazilah terhadap lawan-lawan Mu’tazilah. Akan tetapi beliau keluar dari ajaran mu’tazilah  ketika  berusia  40 tahun. (penyusun, 2005) keluarnya Al-Asy’ari dari Mu’tazilah di latar belakangi oleh empat sebab, yaitu: pertama, Al-Asy’ari bermimpi bertemu Rasulullah Saw yang menyuruhnya meninggalkan aliran yang dianutnya itu dan memerintahkan kepadanya untuk membela sunnah Rasulullah. Kedua, Al-Asy’ari tidak puas dengan jawaban dan penjelasan yang diberikan gurunya, Al- Jubbai, tentang berbagai masalah keagamaan. Ketiga, Al-Asy’ari melihat bahwa aliran Mu’tazilah tidak dapat diterima secara umum oleh umat Islam yang bersifat sederhana dalam pemikiran. Keempat, Al-Asy’ari kalah bersaing dengan anak Al-Jubbai yaitu Abu Hasyim dalam menggantikan posisi Al-Jubbai sebagai tokoh dan pemimpin Mu’tazilah. (penyusun, 2005)

Baca Juga  Arunika Santri

Konsep Af’al Al-Ibad

Secara sederhana Konsep af’al al-ibad dapat diartikan sebagai perbuatan- perbuatan manusia. Persoalan teologis yang muncul berkenaan dengan af’al al-ibad ini adalah apakah perbuatan manusia itu diwujudkan oleh manusia sendiri ataukah diciptakan oleh Tuhan?. Menurut Al-Asyari saat masih menganut aliran Mu’tazilah, beliau mengatakan bahwa perbuatan manusia diwujudkan oleh manusia  sendiri, atas kehendaknya sendiri, dan dengan menggunakan daya yang ada  dalam dirinya sendiri. Akan tetapi setelah keluar dari aliran Mu’tazilah ia berpendapat sebaliknya. Pendapatnya ini beliau sampaikan didalam kitabnya yang berjudul Al-Ibanah ‘An Ushul al-Diyanah sebagai berikut:

“Bahwa seseorang tidak dapat memperbuat sesuatu sebelum Allah memperbuatnya, dan kita tidak dapat melepaskan diri dari Allah, dan tidak mampu keluar dari pengetahuan Allah ‘Azza wa Jalla, dan bahwa tidak ada pencipta selain Allah, dan bahwa perbuatan-perbuatan hamba (manusia) diciptakan oleh Allah”. (Al-Asy’ari, 1999).

Dari pendapat Al-Asyari diatas sangat jelas bahwa perbuatan manusia diciptakan oleh Allah, manusia tidak mempunyai kekuatan untuk melakukan perbuatan sebelum Allah menciptakan perbuatan tersebut.

Untuk memperkuat argumentnya ini beliau mengambil dasar dari Al-Qur’an surah Assyafah ayat 96 yang artinya “Dan Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat” (Al-Asy’ari, 1999).

Dalam kitabnya yang lain yaitu  Al- Luma’ Fi al-Radd ‘Ala Ahl al- Zaigh Wa al-Bida’, Al-Asyaria juga mengemukakan pendapatnya tentang af’al al-ibad. perbuatan manusia itu terwujud melalui apa yang ia sebut dengan “al-kasb” .Al-kasb dapat diartikan sebagai perolehan dan bisa juga berarti usaha. Artinya, perbuatan manusia itu diperoleh atau diusahai oleh manusia dan diwujudkan oleh Tuhan. (Al-Asy’ari, Al-Luma’ Fī al- Radd ‘Alā Ahl al-Zaigh Wa al-Bida, 1955) Manusia hanya mampu memperoleh dalah mengusahakan perbuatannya sementara yang menciptakan perbuatan tersebuat secara hakikat adalah tuhan.

Baca Juga  Wa Laa Tamutunna illa wa Antum Katibun

Sebelumya Al-Asyria berpendapat bahwa perbuatan manusia diciptakan oleh Tuhan tampaknya serupa dengan paham Jabariyah. Dalam paham Jabariyah, seperti diketahui, perbuatan manusia diciptakan oleh Tuhan. Argument tersebut dikemukakan didalam kitabnya yang berjudul Al-Ibanah ‘An Ushul al-Diyanah. (AB, 2009)

Terdapat perbedaan yang mencolok antara dua pendapat Al-Asyari yaitu pada kitabnya Al- Luma’ Fī al-Radd ‘Ala Ahl al- Zaigh Wa al-Bida’ dengan Al-Ibanah ‘An Ushul al-Diyanah. Dalam kitabnya Al- Luma’ Fī al-Radd ‘Ala Ahl al- Zaigh Wa al-Bida’ beliau  tidak mengatakan secara langsung bahwa perbuatan manusia itu diciptakan oleh Tuhan. Hanya ia mengatakan bahwa perbuatan manusia yang terwujud dengan jalan kasb  pada hakikatnya yang melakukan kasb itu adalah Tuhan juga. Dari sini juga dapat disimpulkan bahwa maka perbuatan manusia berarti bukan dilakukan oleh manusia, melainkan oleh Tuhan. Dengan kata lain, Tuhanlah yang memberlakukan perbuatan manusia itu. (AB, 2009)

 

Tinggalkan Balasan