Nasihat Habib Umar Bin Hafidz tentang Merendahkan Diri

Nasihat Habib Umar Bin Hafidz
Sumber : Dawuh Guru
“Jika kaulihat seseorang jauh dari Tuhannya, jangan kau ejek dia. Allah lebih dekat kepada pendosa ketimbang orang-orang yang sombong.”
Habib Umar bin Hafidz

Merendahkan Diri di Hadapan Tuhan: Menghindari Kesombongan dan Menjaga Kasih Sayang Sesama

Habib Umar bin Hafidz, seorang ulama yang dihormati, mengingatkan kita akan sebuah prinsip penting dalam kehidupan beragama: “Jika kaulihat seseorang jauh dari Tuhannya, jangan kau ejek dia. Allah lebih dekat kepada pendosa ketimbang orang-orang yang sombong.” Pesan ini membawa kita pada refleksi mendalam tentang bagaimana kita seharusnya bersikap terhadap sesama, terutama mereka yang mungkin terlihat jauh dari jalan kebenaran. Dalam pesan ini tersirat ajaran untuk merendahkan hati, menjauhi kesombongan, dan senantiasa menjaga kasih sayang dalam berinteraksi dengan orang lain.

Kesombongan adalah salah satu sifat yang sangat dibenci dalam ajaran Islam. Kesombongan membuat seseorang merasa lebih unggul dari orang lain, baik dalam hal spiritual, sosial, maupun materi. Ketika kita melihat seseorang yang tampak jauh dari Tuhan, mudah bagi kita untuk jatuh ke dalam perangkap kesombongan, menganggap diri kita lebih baik atau lebih suci. Padahal, sikap seperti ini justru menjauhkan kita dari rahmat Allah. Allah lebih dekat kepada pendosa yang bertaubat daripada orang yang sombong dan merasa tidak membutuhkan pertolongan-Nya.

Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 222, “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” Ini menunjukkan bahwa tidak ada dosa yang terlalu besar untuk diampuni oleh Allah, selama ada kesungguhan dalam bertaubat. Sebaliknya, kesombongan menutup pintu hati dari hidayah dan ampunan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk selalu rendah hati dan tidak merendahkan orang lain yang mungkin sedang berada dalam masa sulit dalam hubungannya dengan Tuhan.

Baca Juga  Ijazah Sebelum Berdoa dari Habib Umar bin Hafidz

Salah satu tokoh nasional Indonesia yang sangat menekankan pentingnya kerendahan hati dan kasih sayang kepada sesama adalah Gus Dur, atau Abdurrahman Wahid. Gus Dur sering kali menunjukkan bahwa kasih sayang dan toleransi adalah fondasi dari kehidupan yang harmonis. Ia pernah berkata, “Tidak penting apapun agamamu atau sukumu, kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu.” Sikap inklusif dan penuh kasih ini mencerminkan ajaran bahwa kita tidak boleh menghakimi orang lain berdasarkan penampilan atau tahap spiritual mereka saat ini.

Melihat seseorang yang jauh dari Tuhannya seharusnya memicu rasa empati, bukan ejekan. Sebagai manusia, kita semua memiliki perjalanan spiritual yang berbeda-beda. Ada masa-masa di mana kita mungkin merasa dekat dengan Tuhan, dan ada masa-masa di mana kita merasa jauh. Perjalanan ini tidak selalu lurus dan mulus, tetapi penuh dengan tantangan dan ujian. Oleh karena itu, ketika kita melihat orang lain yang mungkin sedang dalam kesulitan atau kebingungan, yang terbaik adalah memberikan dukungan dan doa, bukan cemoohan.

Empati adalah kunci untuk memahami dan mendukung satu sama lain. Ketika kita mencoba memahami perjuangan orang lain tanpa menghakimi, kita membuka diri untuk menjadi agen rahmat Tuhan. Dalam hadis, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang tidak memiliki rasa kasih sayang, maka dia tidak akan mendapatkan kasih sayang.” Kasih sayang kepada sesama adalah cerminan kasih sayang Allah kepada kita. Dengan bersikap empati dan tidak menghakimi, kita meniru sifat-sifat mulia yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.

Kesombongan juga sering kali muncul dari kesalahpahaman tentang hakikat kesalehan. Ada kecenderungan untuk menganggap diri lebih saleh karena melakukan lebih banyak ibadah atau terlihat lebih religius. Padahal, dalam pandangan Allah, yang lebih penting adalah ketulusan hati dan niat yang benar. Allah berfirman dalam surat Al-Hujurat ayat 13, “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.” Takwa adalah kualitas hati yang tidak bisa diukur dari penampilan luar.

Baca Juga  Dawuh Gus Rifqil tentang Kegelapan dan Cahaya

Pentingnya menghindari kesombongan dan ejekan juga diajarkan oleh tokoh-tokoh besar lainnya. Mahatma Gandhi, misalnya, selalu menekankan nilai-nilai rendah hati dan tidak menghakimi. Gandhi pernah berkata, “Orang yang lemah tidak akan pernah bisa memaafkan. Memaafkan adalah atribut orang yang kuat.” Ini mengajarkan kita bahwa kekuatan sejati terletak pada kemampuan untuk memahami, memaafkan, dan mendukung orang lain, bukan pada menghakimi atau merendahkan mereka.

Sebagai makhluk sosial, interaksi kita dengan orang lain sangat mempengaruhi bagaimana kita dipandang oleh Tuhan. Allah lebih dekat kepada pendosa yang bertaubat karena mereka menyadari kesalahan mereka dan berusaha untuk memperbaikinya. Ini adalah tanda ketulusan dan kerendahan hati yang sangat dihargai oleh Allah. Sebaliknya, kesombongan menunjukkan ketidakmampuan untuk mengakui kelemahan dan kesalahan diri sendiri, yang menjauhkan kita dari rahmat-Nya.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita harus selalu mengingat bahwa setiap orang memiliki cerita dan perjuangan masing-masing. Kita tidak pernah benar-benar tahu apa yang dialami oleh orang lain dan apa yang ada di dalam hati mereka. Oleh karena itu, yang terbaik adalah selalu memberikan dukungan dan dorongan, serta menjauhkan diri dari sikap merendahkan. Jika kita melihat seseorang jauh dari Tuhannya, kita harus melihatnya sebagai kesempatan untuk menunjukkan kasih sayang dan dukungan, bukan untuk menghakimi atau mengejek.

Prinsip ini juga sangat relevan dalam konteks masyarakat yang beragam seperti Indonesia. Dengan begitu banyak perbedaan dalam budaya, agama, dan kepercayaan, sangat penting bagi kita untuk saling menghormati dan memahami. Seperti yang diajarkan oleh Gus Dur, toleransi dan kasih sayang adalah kunci untuk menjaga keharmonisan dan persatuan. Dengan menghindari sikap sombong dan merendahkan, kita bisa menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan penuh kasih.

Baca Juga  25 Kata Kata Bijak Ustadz Hurnawijaya, QH

Sebagai kesimpulan, pesan dari Habib Umar bin Hafidz mengingatkan kita akan pentingnya merendahkan diri di hadapan Tuhan dan tidak menghakimi orang lain. Kesombongan adalah penghalang besar untuk mendapatkan rahmat Allah, sedangkan kerendahan hati dan kasih sayang membuka pintu-pintu rahmat dan ampunan. Dalam kehidupan kita, mari kita selalu berusaha untuk bersikap rendah hati, menghindari sikap menghakimi, dan senantiasa menunjukkan kasih sayang kepada sesama. Dengan begitu, kita tidak hanya mendekatkan diri kepada Tuhan, tetapi juga membantu menciptakan dunia yang lebih baik dan lebih penuh kasih.