K.H. M. Arwani Amin Kudus: Sang Pionir Qirâat Sab’ah Nusantara

Kota Kudus, yang dikenal sebagai Kota Kretek, memiliki identitas lain yang tak kalah penting, yaitu sebagai Kota Religius atau Kota Santri. Kudus telah melahirkan banyak ulama kharismatik yang menjadi panutan, salah satunya adalah al-Maghfurlah K.H. M. Arwani Amin, yang lebih dikenal dengan sebutan Mbah Arwani.

K.H. M. Arwani Amin dilahirkan pada hari Selasa Kliwon, pukul 11.00 siang, pada tanggal 15 Rajab 1323 H, yang bertepatan dengan 5 September 1905 M, di kampung Kerjasan, Kota Kudus, Jawa Tengah. Beliau adalah putra dari pasangan H. Amin Said dan Hj. Wanifah.

Beliau adalah seorang ulama besar yang sangat dihormati, terutama karena dedikasinya dalam menjaga dan mengajarkan Qirâat Sab’ah (tujuh bacaan Al-Qur’an) di Nusantara.

Keluarga ini dikenal di Kudus, terutama di kalangan santri, karena H. Amin Sa’id tidak hanya memiliki pengetahuan agama yang luas tetapi juga memiliki toko kitab yang terkenal, “al-Amin.” Dari hasil usaha toko kitab inilah, kebutuhan keluarga mereka dapat tercukupi.

Meskipun H. Amin Sa’id dan istrinya, Hj. Wanifah, tidak hafal Al-Qur’an, keduanya memiliki kecintaan yang mendalam terhadap kitab suci tersebut.

Kecintaan ini dibuktikan dengan kebiasaan mereka yang istiqamah mengkhatamkan Al-Qur’an sekali dalam sepekan, sebuah amalan yang jarang dilakukan, bahkan oleh para hafiz sekalipun.

Menurut K.H. Sya’roni Ahmadi, keberkahan yang dimiliki oleh Mbah Arwani dan saudara-saudaranya adalah hasil dari kegigihan orang tua mereka dalam membaca dan mencintai Al-Qur’an.

Nama dan Julukan

K.H. M. Arwani Amin adalah anak kedua dari dua belas bersaudara. Nama kecil beliau adalah Arwan, dan keluarga serta saudara-saudaranya memanggilnya dengan berbagai nama sayang seperti “Ar,” “Wan,” “Kang Ar,” atau “Kang Wan.” Setelah menunaikan ibadah haji pada tahun 1972 M, nama beliau diubah menjadi Arwani, dan sejak itu beliau dikenal dengan nama lengkap K.H. M. Arwani Amin Said.

Baca Juga  Silsilah Keluarga KH Yusuf Masyhar

Masyarakat sekitar memberi beliau julukan “Kiai Sae,” yang mencerminkan kebiasaan beliau yang sering mengatakan “Sae… sae… sae…” (baik… baik… baik…) sebagai respons terhadap pendapat orang lain, serta mencerminkan akhlak beliau yang baik, rendah hati, dan selalu menjaga lisan.

Pendidikan dan Pengaruh Keluarga

Dari kedua belas saudara, tiga yang paling menonjol dalam hal hafalan Al-Qur’an adalah Arwani, Farkhan, dan Ahmad Da’in. Ketiga-tiganya pernah menimba ilmu di Pesantren Tebuireng, Jombang, di bawah asuhan Hadratusy Syaikh Hasyim Asy’ari. Ketiga bersaudara ini bahkan mendapatkan panggilan khusus dari Mbah Hasyim dengan sebutan “Mas,” yang merupakan bentuk penghormatan, mengingat biasanya beliau memanggil santrinya dengan “Cung.”

Setelah menamatkan pendidikan di Tebuireng, Farkhan kembali ke Kudus dan mengajar di Madrasah Mu’awanatul Muslimin. Farkhan kecil dikenal dengan julukan “Farhan Songo” (Farhan Sembilan) karena sering mendapatkan nilai sembilan dalam ujian.

Sementara itu, Ahmad Da’in, adik Mbah Arwani, dikenal sebagai anak yang sangat cerdas, karena sudah hafal Al-Qur’an pada usia 9 tahun, bahkan sebelum Mbah Arwani. Beliau juga menguasai Hadits Bukhori Muslim serta bahasa Arab dan Inggris, dan sempat menulis syair berjudul “Inqadz al-Ghoriiq” (Menyelamatkan orang yang tenggelam) yang terdiri dari 690 baris.

Kecerdasan Ahmad Da’in inilah yang memotivasi Mbah Arwani dan Farkhan untuk lebih giat dalam belajar. Sayangnya, Ahmad Da’in meninggal dunia dalam usia yang sangat muda, 27 tahun (atau 18 tahun menurut sumber lain).

Silsilah Keturunan

K.H. M. Arwani Amin berasal dari keluarga yang memiliki latar belakang keturunan ulama besar. Dari pihak ayahnya, beliau adalah cucu dari K.H. Imam Haramain, salah satu ulama besar di Kudus yang sangat dihormati. Sementara dari pihak ibunya, Hj. Wanifah, beliau adalah keturunan dari Pangeran Diponegoro, pahlawan nasional dan ulama besar yang nama kecilnya adalah Raden Mas Ontowiryo.