Oleh: Irna Maifatur Rohmah
Syekh Sa’id Nabhan atau lengkapnya Syekh Sa’id bin Sa’ad bin Muhammad bin Nabhan Al-Hadrami Ath-Tho’I Asy-Syafi’i. Nama beliau dinisbatkan dengan tempat kelahiran sekaligus tempat wafat beliau yakni Hadramaut, Yaman. Syekh kelahiran abad ke 13 ini juga memiliki dijuluki Abdul Amjad sebagai nama laqobnya. Beliau merupakan salah satu saudara Salim Nabhan yang merupakan pendiri toko Nabhan di Surabaya. Salim juga merupakan pendatang yang ikut serta dalam melawan kolonialisme Belanda di tanah air kita, Indonesia.
Sebab memiliki saudara di Indonesia, Syekh Sa’id Nabhan cukup lama menetap di Indonesia meskipun beliau sempat berkelana ke berbagai sudut dunia seperti Mekah dan Mesir. Kedatangannya ke Indonesia tidak serta merta untuk menyebarkan ilmu agama namun untuk menambah pengetahuan pula. Ia berguru pada para alim yang terkenal pada eranya. Di antaranya yakni Habib Abdullah bin Husain Thohir, Habib Abdullah bin Husain Balfaqih, Sayyid Abdullah bin Harun bin Shihab, Syekh Umar bin Abdul Karim Al ‘Atthar dan Sayyid Ali bin Abdul Birr Al Wana’I Al Hasani Asy Syafi’i. Di Indonesia, murid yang paling terkenal adalah Syekh Yasin bin Isa Al Fadani yang dapat ditelisik lagi pada biografi Syekh Yasin bin Isa Al Fadani.
Syekh Sa’id dikenal sebagai ulama yang sangat alim, ahli bahasa, sastrawan serta memiliki sanad qira’ah sab’ah mutawatir. Beliau juga mahir di berbagai cabang keilmuan islam sebab kecintaannya pada ilmu pengetahuan. Hingga di Indonesia beliau mengajarkan ilmu kebahasa-araban, ilmu faroid, ilmu faroid serta ilmu hadis. Beliau juga sempat meninggalkan karya dalam bentuk prosa maupun nadzam.
Nadzam Hidayatus Shibyan fi Tajwid Al-Qur’an merupakan karya beliau yang masyhur di Indonesia. Selaras dengan terjemah judulnya, “petunjuk bagi anak dalam membaca Al-Qur’an”, karya ini berisi tata cara membaca Al Qur’an dengan benar sesuai dengan kaidah tajwid yang berlaku. Seperti kitab pada umumnya, penamaan kitab ini juga ada di antara 40 bait ini. Penamaan kitab Hidayatus Shibyan sendiri dicantumkan dalam bait nomor tiga:
سميته هداية الصبيان # # أرجو الهي غاية الرضوان
Aku menamai kitab ini dengan ‘Hidayatus Sibyan’ ## aku berharap kepadda Tuhanku, dengan kitab ini aku memperoleh ridha-Nya.
Tajwid merupakan ilmu yang wajib dikenal oleh orang yang hendak atau sedang belajar membaca Al Qur’an agar mendapat keutamaan dalam membaca Al Qur’an dengan kaidah yang tepat. Kitab ini terdiri dari 40 bait syair yang memiliki daya tarik serta gaya tersendiri dengan irama yang mudah diingat. Jumlahnya yang 40 bait ini dicantumkan di penghujung nadhom sebagai berikut:
ابيتها اربعون بالتمام
Metode nadhom juga menjadikan kitab ini mudah dihafal oleh murid atau santri. Nadzam ini biasa dihafalkan dan dipelajari oleh santri pondok pesantren maupun murid madrasah yang ada di Indonesia. Mayoritas kurikulum yang digunakan pun menggunakan kitab ini sebagai rujukan awal dalam mempelajari cara membaca Al Quran yang baik dan benar. Kitab atau nadzam Hidayatus Shibyan menjadi salah satu rujukan tingkat dasar yang dijadikan pedoman dalam membaca Al Qur’an sebelum mempelajari kitab yang lebih tebal.
Dari 40 bait, kitab Hidayatus Shibyan menggali 5 bab bacaan terkait dasar dalam membaca Al Qur’an pastinya. Lima bab tersebut ialah hukum nun mati dan tanwin, ghunnah dalam nun dan mim tasydid serta mim mati, alif lam ta’rif dan lam fi’il, huruf tafkhim dan qolqolah, serta huruf mad dan pembagiannya. Meskipun mahraj dan sifat huruf tidak diulas di kitab ini namun sifat tafkhim dan qolqolah dibahas di kitab ini. Jika sedang membaca kitab ini jangan berharap ada hukum bacaan yang tidak sering muncul di Al Qur’an seperti isymam, imalah, dan lainnya. Di samping itu terkait pembacaan tartil adab dan tata cara lainnya juga tidak dibahas di sini. Sebab kembali lagi, kitab ini merupakan kitab paling dasar tingkatannya. Namun mayoritas madrasah dan pesantren merujuk kitab ini menjadi dalam kurikulum pembelajaran yang digunakan. Alasannya, sebelum mengkaji kitab yang lebih tebal dan lengkap kitab ini menjadi dasar dan cukup untuk menjadi bekal dalam membaca Al Qur’an. Ini menjadi salah satu metode yang digunakan dalam pendidikan secara bertahap dari yang dasar sampai yang lebih khusus.
Melalui nadham singkat dan bahasa yang ringan Hidayatus Shibyan menjelma menjadi lantunan irama-irama yang menggaung di langit-langit pesantren dan madrasah. Melalui nyanyian syair yang enak didengar, ilmu tajwid perlahan dihafalkan oleh anak-anak yang lama kelamaan akan terngiang-ngiang di benak anak-anak dan menjelma menjadi pemahaman yang tertuang dalam membaca Al Qur’an.
Untuk mendapatkan kitab ini bukanlah perkara yang sulit. Hampir setiap toko kitab menyediakan kitab ini. Dengan harga yang terjangkau seluruh kalangan anda sudah dapat membawa pulang kitab ini. Dimensi yang ramah pun memudahkan kitab ini dibawa ke manapun untuk dihafalkan. Untuk mempelajarinya pun hampir setiap madrasah dan pondok pesantren menggelar kajian kitab ini di awal jenjang pendidikan. Jadi, alasan apalagi yang bisa digunakan untuk tidak mempelajari kitab dasar ilmu tajwid ini?
Kitab yang menjadi kitab rujukan paling dasar ini disyarahi oleh beberapa kitab karangan ulama besar lainnya. Kitab-kitabnya yaitu Irsyadul Ikhwan oleh Syekh Muhammad bin Ali bin Kholaf Al Husaini Al Haddad, Bahjatul Ikhwan oleh Syekh Muhsin bin Ja’far Abu Nami dan Syifaul Jinan oleh Syekh Ahmad Muthohhar bin Abdurrahman Al Maraqi As Samarani, ulama dari Mranggen Semarang, yang mengulas tiap baitnya dalam bahasa jawa. Di pulau jawa kitab Syifaul Jinan tersebar luas di pesantren dan madrasah karena tidak hanya nadham saja namun dilengkapi dengan penjelasan menggunakan bahasa Jawa. Hal ini menjadikan pemantik dalam menghafal nadham serta menjadi jalan alternative dalam mempelajari ilmu tajwid dengan bahasa yang sudah tidak asing lagi.
Beliau sendiri, Syekh Sa’id, juga menyarahi kitab nadhamnya sendiri yang kemudian diberi nama Mursyidul Ikhwan. Di samping itu beliau juga menulis kitab Tuhfatul Walid fi Ilmit Tajwid yang berisi pertanyaan serta jawaban seputar nadham Hidayatus Shibyan.
Selain buah karyanya dalam ilmu tajwid yaitu kitab nadham Hidayatus Shibyan, Syekh Sa’id juga menulis kitab-kitab dari berbagai cabang keilmuan lainnya. Durratul Yatimah merupakan buah karyanya dalam ilmu nahwu yang disyarahi oleh Al Ahdal dan Al ‘Utsaimin. Dalam ilmu tauhid beliau meninggalkan kitab Suluk ad Durar, Ad Durar Al Bahiyyah dan Muntaha al Ghayat. Tak ketinggalan dalam ilmu faroid beliau juga menuliskan kitab ‘Uddatul Faridh.
Setelah beberapa lama singgah di Indonesia, Syekh Sa’id kembali ke tanah kelahirannya di desa Damon, Hadramaut, Yaman. Hingga beliau menetap sampai akhir hayatnya dan menutup usianya pada bulan Jumadil Ula pada tahun 1354 H.
Referensi:
tafsiralquran.id
mambaulhuda.id
bincangsyariah.com