Dawuh Kiai Abdul Ghofur tentang Menjadi Kekasih Allah

Dawuh Kiai Abdul Ghofur
sumber : dawuhguru
“Janganlah suka menghina orang lain, karena semua orang berpotensi untuk menjadi kekasih Allah.”
KH. Abdul Ghofur

Potensi Menjadi Kekasih Allah: Menghargai Setiap Individu

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia seringkali terjebak dalam kebiasaan menilai dan menghina orang lain berdasarkan penampilan, status sosial, atau kesalahan-kesalahan mereka. Sikap seperti ini seharusnya dihindari, karena setiap individu memiliki potensi untuk menjadi kekasih Allah. KH. Abdul Ghofur pernah berkata, “Janganlah suka menghina orang lain, karena semua orang berpotensi untuk menjadi kekasih Allah.” Pernyataan ini mengandung makna mendalam tentang pentingnya menjaga lisan dan perilaku kita terhadap sesama manusia.

Penghinaan terhadap orang lain adalah bentuk dari kesombongan dan ketidaktahuan. Ketika kita menghina orang lain, kita merendahkan ciptaan Allah dan secara tidak langsung menganggap diri kita lebih baik. Padahal, dalam pandangan Allah, kedudukan kita bukan ditentukan oleh penilaian manusia, tetapi oleh ketakwaan dan amalan yang kita lakukan. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran, “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa” (QS. Al-Hujurat: 13). Hal ini menunjukkan bahwa nilai sejati seseorang di mata Allah tidak dapat dilihat dari aspek lahiriah, melainkan dari ketakwaan dan keikhlasan hati mereka.

Setiap orang memiliki perjalanan hidup yang berbeda. Tidak jarang kita melihat seseorang yang pada suatu waktu berada dalam keadaan buruk, namun seiring berjalannya waktu, mereka berubah menjadi pribadi yang lebih baik dan taat. Kita tidak pernah tahu rencana Allah bagi setiap hamba-Nya. Seseorang yang kita hina hari ini bisa jadi orang yang akan Allah angkat derajatnya esok hari. Betapa banyak kisah dalam sejarah Islam yang menunjukkan perubahan drastis dari seseorang yang sebelumnya jauh dari jalan Allah menjadi hamba yang sangat dicintai oleh-Nya.

Baca Juga  Quote Sujiwo Tejo tentang Menyadari dan Mengubah Kebiasaan

Salah satu contoh yang paling terkenal adalah kisah Umar bin Khattab. Sebelum memeluk Islam, Umar dikenal sebagai salah satu musuh utama kaum Muslimin. Ia terkenal dengan sikap keras dan penentangannya terhadap ajaran Islam. Namun, setelah mendapatkan hidayah, Umar berubah menjadi salah satu sahabat Rasulullah SAW yang paling berpengaruh dan dicintai. Kepemimpinan dan ketakwaannya membuatnya menjadi salah satu Khulafaur Rasyidin yang dihormati hingga kini. Kisah ini menunjukkan bahwa perubahan seseorang adalah rahasia Allah, dan kita tidak berhak untuk merendahkan atau menghina siapa pun.

Menghina orang lain juga dapat berdampak negatif pada diri kita sendiri. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang menuduh seorang mukmin dengan sesuatu yang tidak benar, maka Allah akan membuatnya tinggal dalam cairan nanah penghuni neraka hingga ia menarik kembali ucapannya” (HR. Abu Dawud). Hadis ini mengingatkan kita bahwa menghina atau menuduh orang lain dengan sesuatu yang tidak benar dapat membawa konsekuensi yang sangat berat di akhirat. Allah Maha Adil, dan setiap perbuatan kita akan mendapatkan balasan yang setimpal.

Di sisi lain, menjaga lisan dan sikap terhadap orang lain dapat membawa banyak kebaikan. Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk selalu berkata baik atau diam. Beliau bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam” (HR. Bukhari dan Muslim). Ucapan yang baik dapat membawa kedamaian dan keharmonisan dalam hubungan sosial. Selain itu, sikap saling menghormati dan tidak menghina akan menciptakan lingkungan yang positif dan penuh kasih sayang.

Selain menjaga lisan, kita juga perlu mengingatkan diri bahwa setiap individu memiliki potensi untuk menjadi lebih baik. Memberi dukungan, dorongan, dan nasihat yang baik dapat membantu seseorang untuk mencapai potensi terbaiknya. Islam mengajarkan kita untuk selalu memberikan yang terbaik kepada sesama, termasuk dalam hal memberikan nasihat. Rasulullah SAW bersabda, “Agama itu nasihat” (HR. Muslim). Nasihat yang diberikan dengan tulus dan penuh kasih sayang dapat membawa perubahan positif dalam diri seseorang.

Baca Juga  Dawuh Gus Mus tentang Refleksi Diri

Penting juga bagi kita untuk senantiasa berdoa agar Allah memberikan hidayah kepada semua orang. Sebagai manusia, kita tidak memiliki kuasa untuk merubah hati seseorang, namun kita bisa berdoa dan berusaha menjadi teladan yang baik. Rasulullah SAW selalu mendoakan kebaikan bagi umatnya, termasuk mereka yang saat itu menentangnya. Doa beliau adalah bukti kasih sayang yang luar biasa terhadap sesama manusia, tanpa memandang status atau keadaan mereka.

Selain itu, kita perlu menanamkan dalam diri kita rasa empati dan kasih sayang. Dengan merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, kita akan lebih mudah untuk memahami mereka dan menghindari sikap menghina. Empati adalah kunci untuk menciptakan hubungan yang harmonis dan saling menghargai. Allah SWT berfirman, “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (QS. Al-Maidah: 2). Ayat ini mengingatkan kita untuk selalu bekerja sama dalam kebaikan dan menjauhi perbuatan yang dapat merugikan orang lain.

Sebagai penutup, mari kita renungkan kembali nasihat KH. Abdul Ghofur. Menghindari sikap menghina orang lain bukan hanya tentang menjaga hubungan sosial, tetapi juga tentang menjaga hati kita agar tetap bersih dan ikhlas. Setiap orang memiliki potensi untuk menjadi kekasih Allah, dan tugas kita adalah menghargai dan mendukung mereka dalam perjalanan menuju kebaikan. Dengan demikian, kita tidak hanya membantu orang lain, tetapi juga memperbaiki diri kita sendiri dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hanya dengan sikap saling menghargai dan penuh kasih sayang, kita bisa menciptakan masyarakat yang harmonis dan penuh berkah.