KH. M. Yusuf Masyhar: Ulama Hafizh Al-Qur’an dan Pendiri Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an Tebuireng
KH. M. Yusuf Masyhar, seorang ulama besar yang dikenal sebagai pendiri Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an Tebuireng, Jombang, dilahirkan pada 13 Juni 1925 atau Dzul Qa’dah 1343 H di Desa Kali Untu, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban. Beliau adalah putra kedua dari pasangan KH. Yusuf dan Nyai Masruhani, serta memiliki delapan saudara kandung.
Perjalanan Pendidikan dan Hafalan Al-Qur’an
Sejak kecil, KH. Yusuf Masyhar telah menunjukkan kecerdasan luar biasa dalam menghafal Al-Qur’an. Ia mulai belajar Al-Qur’an kepada KH. Husen Jenu, seorang ulama terkenal di daerahnya. Menariknya, beliau mampu menghafal 15 juz Al-Qur’an hanya melalui pendengaran tanpa memahami tulisan Arab terlebih dahulu. Kemampuan hafalannya yang istimewa ini terus diasah di lingkungan pesantren.
KH. Yusuf Masyhar juga sempat mengenyam pendidikan formal di Sekolah Rakyat (SR) pada masa penjajahan Belanda. Namun, kecintaan pada ilmu agama membawanya melanjutkan pendidikan di berbagai pesantren. Perjalanannya menuntut ilmu dimulai di Pondok Pesantren Rejoso di bawah asuhan KH. M. Dahlan Khalil sebelum akhirnya belajar di Pondok Pesantren Tebuireng, yang saat itu diasuh oleh KH. Hasyim Asy’ari.
Silsilah Keluarga KH. M. Yusuf Masyhar: Garis Keturunan Ulama Tebuireng
KH. M. Yusuf Masyhar merupakan salah satu tokoh dari keluarga besar pesantren Tebuireng yang memiliki garis keturunan ulama terkemuka di Indonesia. Berikut adalah penjelasan silsilah keluarga beliau berdasarkan gambar yang disediakan:
Garis Keturunan Leluhur
KH. M. Yusuf Masyhar berasal dari keturunan tokoh-tokoh besar:
- KH. Abu Bakar → KH. Yusuf → KH. Masyhar
- Di sisi lain, terdapat garis keturunan dari KH. Asy’ari → KH. M. Hasyim Asy’ari (pendiri Nahdlatul Ulama) → KH. A. Baidhowi Asro dan Nyai Hj. Aisyah Hasyim.
Dari pernikahan KH. M. Yusuf Masyhar dengan Nyai Hj. Ruqoyyah, lahirlah enam orang anak dengan keturunan yang meneruskan tradisi keilmuan dan perjuangan keluarga besar pesantren.
Keturunan KH. M. Yusuf Masyhar dan Nyai Hj. Ruqoyyah
- M. Anis
- Informasi lebih lanjut tidak ditampilkan dalam gambar.
- Dr. Hj. Ninik Nafisah Yusuf menikah dengan Ir. H. Eddy Jusfan
- Memiliki dua anak:
- Izzati Nadhifah
- Sakina Dini Kurniawati
- Memiliki dua anak:
- Dr. Hj. Farida Yusuf menikah dengan Drs. H. Abd. Rohman
- Memiliki tiga anak:
- Abd. Karim Amrulloh
- Sholahuddin Alrahmani
- Zuyyina Choirunnisa
- Memiliki tiga anak:
- Ir. H. A. Baidlowi Yusuf menikah dengan Hj. Yukhyi Idham
- Memiliki tiga anak:
- Rahmat Radiyya Kurniawan
- Dara Faradisa
- Dinda Zhafira
- Memiliki tiga anak:
- Ir. H. Abd. Ghofar Yusuf menikah dengan Dr. Hj. An’umah
- Memiliki satu anak:
- Nahdia Fitri
- Memiliki satu anak:
- KH. Abd. Hadi Yusuf, S.H. menikah dengan Hj. Laili Maghfiroh
- Memiliki empat anak:
- M. Yusuf
- M. Arif Sholahuddin
- Layyinatus Saniya
- Muhaqqiq Al-Masyhari
- Memiliki empat anak:
Kehormatan dan Tradisi Keluarga
Keluarga besar KH. M. Yusuf Masyhar dikenal sebagai penerus tradisi keilmuan Islam dan pesantren. Garis keturunan ini memiliki peran besar dalam pengembangan Nahdlatul Ulama (NU) dan menjaga nilai-nilai keislaman di Indonesia. Dengan latar belakang yang kuat dalam pendidikan agama dan politik, keluarga ini terus melahirkan generasi penerus yang berkualitas.
Kisah Inspiratif Menjadi Santri Tebuireng
Perjalanan KH. Yusuf Masyhar menuju Tebuireng diwarnai tantangan besar akibat larangan Belanda terhadap pendidikan pesantren. Ibundanya bahkan dikisahkan harus menyelundupkan beliau dalam koper agar dapat belajar di Tebuireng. Dedikasi dan ketekunan beliau dalam menimba ilmu membuahkan hasil, hingga akhirnya KH. Hasyim Asy’ari menikahkannya dengan cucunya, Ruqoyyah, pada usia 25 tahun.
Perjuangan Membangun Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an
KH. Yusuf Masyhar dikenal sebagai hafizh Al-Qur’an yang memiliki makhraj huruf sempurna dan suara merdu. Karena kemampuannya ini, KH. Hasyim Asy’ari mempercayakan beliau sebagai imam salat, terutama selama bulan Ramadan untuk mengkhatamkan Al-Qur’an.
Meski berasal dari latar belakang ekonomi sederhana, KH. Yusuf Masyhar tidak menyerah. Ia pernah berprofesi sebagai tukang servis sepatu dan pedagang es keliling untuk menghidupi keluarganya. Di tengah perjuangan ekonomi tersebut, beliau tetap memegang teguh cita-citanya untuk mendirikan lembaga pendidikan penghafal Al-Qur’an.
Pada 15 Desember 1971 (27 Syawal 1391 H), Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an resmi berdiri di Tebuireng, Jombang. Pendirian pesantren ini merupakan amanah dari KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Wahid Hasyim untuk mencetak generasi penghafal Al-Qur’an yang berkualitas.
Dedikasi dalam Mengajarkan Al-Qur’an
KH. Yusuf Masyhar memiliki hafalan Al-Qur’an yang sangat kuat. Bahkan di tengah sakit stroke yang dideritanya sejak 1986 hingga wafat pada 12 Februari 1994 (malam pertama Ramadan), beliau tetap menjaga hafalannya dengan membaca 5 juz setiap hari. Komitmennya dalam mengajarkan Al-Qur’an di Madrasatul Qur’an terus diwariskan melalui para penerusnya.
Walaupun beliau tidak sempat mempelajari qira’at sab’ah secara langsung, KH. Yusuf Masyhar mengundang ulama lain, seperti KH. Arwani Kudus dan murid-muridnya, untuk mengajarkan metode tersebut kepada santrinya. Dengan demikian, tradisi qira’at sab’ah tetap terjaga di Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an hingga saat ini.
Warisan Keilmuan dan Pengaruh Spiritual
KH. Yusuf Masyhar meninggalkan warisan besar berupa Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an yang terus berkembang sebagai pusat pendidikan para penghafal Al-Qur’an. Para pengasuh pesantren ini melanjutkan ajaran beliau dengan mempertahankan sanad keilmuan yang bersumber dari KH. Yusuf Masyhar dan KH. Arwani Kudus.
Beliau dimakamkan di lingkungan pesantren yang didirikannya, sebagai simbol dedikasi dan perjuangan yang tidak pernah luntur. Keistiqamahan dan keteladanan KH. Yusuf Masyhar dalam menjaga hafalan Al-Qur’an serta membimbing generasi muda tetap hidup melalui santri-santri yang melanjutkan misinya.
KH. M. Yusuf Masyhar adalah sosok ulama pejuang yang mengabdikan hidupnya untuk Al-Qur’an dan pendidikan Islam. Dengan ketekunan, perjuangan melawan keterbatasan ekonomi, dan dedikasi dalam mengajarkan Al-Qur’an, beliau berhasil mendirikan Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an yang menjadi pusat pendidikan tahfidz terkemuka di Indonesia. Warisan beliau terus menginspirasi umat Islam dalam menjaga tradisi keilmuan dan spiritualitas Al-Qur’an.