Muhammad Darwis merupakan nama kecil KH Ahmad Dahlan. Ia merupakan putra dari KH Abu Bakar. Nasabnya diyakini masih bersambung dengan salah satu Wali Songo, yaitu Maulana Ainul Yaqin, yang lebih dikenal sebagai Sunan Giri.
Nama kecil KH Ahmad Dahlan, yaitu Muhammad Darwis, berubah menjadi Ahmad Dahlan setelah ia menunaikan ibadah haji. Perubahan nama ini terjadi setelah ia kembali dari Mekkah pada tahun 1888.
Muhammad Darwis menjadi Ahmad Dahlan atas saran gurunya, Sayyid Bakri Syatha. Nama baru ini kemudian melekat padanya hingga akhir hayat.
Sementara itu, disarikan dari berbagai sumber, KH Ahmad Dahlan terdorong untuk mendirikan Muhammadiyah oleh beberapa faktor utama.
Pertama, ia merasa perlu melakukan pembaruan dalam pemikiran dan pemahaman Islam, dengan tujuan mengajak umat Islam di Indonesia untuk kembali hidup sesuai tuntunan Al-Qur’an dan Hadits, serta memurnikan ajaran Islam yang telah bercampur dengan tradisi Hindu dan kejawen.
Kedua, ia ingin menjembatani pemisahan dalam sistem pendidikan pada saat itu, di mana pesantren hanya mengajarkan studi agama, sementara sekolah formal fokus pada pengetahuan umum.
Melalui Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islam, Ahmad Dahlan berusaha menggabungkan ilmu agama Islam dan pengetahuan umum dalam satu sistem pendidikan yang terpadu.
Meski menghadapi fitnah dan penolakan, ia tetap teguh pada visinya untuk membarui cara berpikir dan beramal masyarakat agar sesuai dengan ajaran Islam.
Inspirasi lain datang dari pemikirannya selama tinggal di Mekkah, di mana ia berinteraksi dengan tokoh-tokoh pembaharu Islam seperti Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Al Afghani, dan Ibnu Taimiyah. Pemikiran mereka memperkuat tekad Ahmad Dahlan untuk melaksanakan pembaruan Islam di tanah airnya.
Ketika KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah pada tahun 1912, masyarakat memberikan berbagai reaksi. Banyak yang menuduhnya menyebarkan ajaran agama palsu dan menyebutnya sebagai ulama palsu karena keterlibatannya dengan pendidikan Belanda dan organisasi Budi Utomo.
Penolakan ini muncul dari kekhawatiran terhadap ide-ide pembaruan yang dibawanya, yang dianggap bertentangan dengan tradisi Islam yang telah mengakar.
Namun, seiring berjalannya waktu, gagasan dan pendekatan pendidikan yang diperkenalkan oleh Muhammadiyah mulai diterima dan diakui oleh masyarakat. (*)