Nasihat Kiai Said Aqil tentang Memahami Demokrasi

Nasihat Kiai Said Aqil
Sumber : nahdlatul ulama
“Jangan sampai ada pemahaman yang sangat dangkal, pemahaman yang sangat tekstual bahwa demokrasi itu bertentangan dengan Islam karena tidak ada di zaman nabi, zaman Khulafaur Rasyidin.”
KH. Said Aqil Siraj

Memahami Demokrasi dalam Konteks Islam: Sebuah Pendekatan Komprehensif

KH. Said Aqil Siraj mengingatkan kita untuk tidak memiliki pemahaman yang dangkal dan tekstual bahwa demokrasi bertentangan dengan Islam hanya karena konsep ini tidak ada di zaman Nabi Muhammad SAW atau Khulafaur Rasyidin. Pandangan ini sering muncul karena kurangnya pemahaman tentang bagaimana nilai-nilai demokrasi dapat selaras dengan prinsip-prinsip Islam. Untuk memahami hubungan antara demokrasi dan Islam secara lebih mendalam, kita perlu menggali nilai-nilai dasar dari keduanya dan melihat bagaimana mereka dapat berintegrasi dalam kehidupan modern.

Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang berdasarkan pada partisipasi rakyat, di mana kekuasaan dipegang oleh rakyat melalui mekanisme pemilihan umum yang bebas dan adil. Nilai-nilai inti dari demokrasi meliputi keadilan, kesetaraan, kebebasan berpendapat, dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan. Sementara itu, Islam adalah agama yang mengajarkan keadilan, persamaan, kebebasan, dan musyawarah sebagai bagian integral dari kehidupannya.

Di dalam Al-Qur’an, konsep musyawarah atau syura sangat ditekankan sebagai salah satu prinsip dasar dalam pengambilan keputusan. Dalam Surah Asy-Syura ayat 38, Allah berfirman: “Dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka.” Ayat ini menunjukkan bahwa Islam mengajarkan pentingnya musyawarah atau konsultasi dalam urusan-urusan penting. Konsep ini sangat mirip dengan prinsip demokrasi di mana keputusan diambil melalui diskusi dan partisipasi aktif dari semua pihak yang berkepentingan.

Sejarah Islam juga mencatat praktik musyawarah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Misalnya, dalam Perang Badar, Nabi Muhammad SAW meminta pendapat para sahabat mengenai strategi perang, dan keputusan yang diambil adalah hasil dari musyawarah tersebut. Begitu pula pada masa Khulafaur Rasyidin, para khalifah seringkali berkonsultasi dengan para sahabat dan masyarakat dalam mengambil keputusan penting. Ini menunjukkan bahwa prinsip musyawarah, yang merupakan salah satu fondasi demokrasi, sudah ada dalam praktik Islam sejak awal.

Baca Juga  Quote Ning Umi Laila tentang Kesempatan Kedua

Meskipun konsep formal demokrasi seperti yang kita kenal sekarang tidak ada pada zaman Nabi dan Khulafaur Rasyidin, nilai-nilai dasar demokrasi sebenarnya sudah diimplementasikan dalam berbagai bentuk pemerintahan Islam. Ini menunjukkan bahwa demokrasi dan Islam bukanlah dua hal yang bertentangan, melainkan dapat saling melengkapi dan menguatkan. Misalnya, dalam sistem pemerintahan Islam, pemimpin dipilih berdasarkan kualifikasi dan kemampuan mereka untuk memimpin, bukan berdasarkan warisan atau kekuasaan mutlak. Ini sejalan dengan prinsip demokrasi yang menekankan pemilihan pemimpin yang kompeten dan bertanggung jawab kepada rakyat.

Salah satu alasan mengapa beberapa orang menganggap demokrasi bertentangan dengan Islam adalah karena mereka melihat demokrasi sebagai produk Barat yang sekuler. Namun, penting untuk dipahami bahwa demokrasi adalah sebuah sistem yang dapat diadaptasi dan disesuaikan dengan nilai-nilai dan konteks lokal, termasuk nilai-nilai Islam. Demokrasi tidak harus berarti adopsi buta terhadap model Barat, tetapi bisa berarti penerapan prinsip-prinsip dasar seperti keadilan, kesetaraan, dan kebebasan dalam kerangka nilai-nilai Islam.

Dalam konteks negara-negara Muslim, banyak contoh di mana demokrasi dan nilai-nilai Islam berhasil diintegrasikan. Misalnya, di Indonesia, negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, demokrasi dan Islam hidup berdampingan. Sistem pemerintahan Indonesia adalah demokrasi yang menghormati nilai-nilai keagamaan, termasuk Islam. Pancasila, sebagai dasar negara Indonesia, mengakui ketuhanan yang Maha Esa sebagai salah satu prinsip utamanya, yang menunjukkan bahwa nilai-nilai keagamaan dan demokrasi dapat berjalan seiring.

Selain itu, banyak pemikir dan ulama kontemporer yang berpendapat bahwa Islam sebenarnya sangat mendukung prinsip-prinsip demokrasi. Mereka berargumen bahwa nilai-nilai dasar dalam Islam seperti keadilan, persamaan, dan hak asasi manusia sangat sejalan dengan nilai-nilai demokrasi. Bahkan, mereka melihat demokrasi sebagai cara yang efektif untuk mewujudkan ajaran-ajaran Islam dalam konteks modern. Misalnya, pemilihan umum yang bebas dan adil dapat dilihat sebagai bentuk nyata dari prinsip syura dalam skala yang lebih besar.

Baca Juga  Dawuh Gus Baha tentang Islam sebagai Rahmatan Lil 'Alamin

Selain itu, demokrasi memberikan ruang bagi kebebasan berpendapat dan kebebasan beragama, yang juga merupakan nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam Islam. Al-Qur’an menekankan pentingnya kebebasan beragama dan menolak pemaksaan dalam urusan keyakinan. Dalam Surah Al-Baqarah ayat 256, Allah berfirman: “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.” Ayat ini menunjukkan bahwa Islam menghormati kebebasan individu dalam memilih keyakinan mereka.

Demokrasi juga memberikan mekanisme untuk memerangi korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, yang sangat sesuai dengan ajaran Islam tentang keadilan dan kejujuran. Sistem checks and balances dalam demokrasi memungkinkan adanya pengawasan terhadap pemimpin dan pejabat publik, sehingga mereka bertanggung jawab atas tindakan mereka. Dalam Islam, kejujuran dan integritas adalah nilai-nilai yang sangat penting, dan pemimpin yang korup atau tidak adil akan mendapatkan hukuman yang setimpal di dunia dan akhirat.

Namun, penting untuk diingat bahwa penerapan demokrasi dalam konteks Islam memerlukan pemahaman yang mendalam dan adaptasi yang bijak. Demokrasi tidak bisa diterapkan begitu saja tanpa mempertimbangkan nilai-nilai dan konteks lokal. Ada beberapa aspek dalam demokrasi Barat yang mungkin tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam, dan perlu disesuaikan agar tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Misalnya, kebebasan berpendapat dalam Islam harus dibatasi oleh etika dan moral yang ditetapkan oleh syariah, sehingga tidak menimbulkan fitnah atau merusak keharmonisan sosial.

Pada akhirnya, pemahaman yang mendalam tentang hubungan antara demokrasi dan Islam memerlukan pendekatan yang komprehensif dan inklusif. Kita harus melihat demokrasi bukan sebagai sistem yang bertentangan dengan Islam, tetapi sebagai alat yang bisa digunakan untuk mewujudkan nilai-nilai Islam dalam konteks modern. Dengan memahami dan mengintegrasikan nilai-nilai demokrasi dan Islam, kita dapat menciptakan masyarakat yang adil, sejahtera, dan harmonis.

Baca Juga  Ketika Kebenaran Tumbuh dari Tatap Muka Guru: Menyelami Makna Nasihat Gus Kautsar

KH. Said Aqil Siraj mengajak kita untuk tidak terjebak dalam pemahaman yang dangkal dan tekstual, tetapi untuk menggali lebih dalam dan memahami esensi dari ajaran Islam yang sebenarnya sangat mendukung prinsip-prinsip demokrasi. Dengan pendekatan yang tepat, demokrasi dan Islam dapat berjalan seiring dan saling menguatkan, menciptakan tata kelola yang lebih baik dan kehidupan yang lebih bermakna bagi seluruh umat manusia.