Nasihat Kiai Said Aqil tentang Adab Berdakwah

Nasihat Kiai Said Aqil
sumber : spbanyumas
“Mereka yang berdakwah dengan kekerasan dan memusuhi seni budaya, lupa dengan sejarah hadirnya islam di bumi Nusantara.”
KH. Said Aqil Siraj

Dakwah yang Berkeadaban: Mengingat Sejarah Islam di Nusantara

KH. Said Aqil Siraj mengingatkan kita bahwa dakwah yang dilakukan dengan kekerasan dan permusuhan terhadap seni budaya menunjukkan ketidakpahaman akan sejarah hadirnya Islam di Nusantara. Pesan ini menekankan pentingnya memahami sejarah dan pendekatan yang santun dalam menyebarkan ajaran Islam, serta menghargai seni dan budaya sebagai bagian integral dari identitas bangsa.

Sejarah Islam di Nusantara adalah contoh nyata bagaimana agama ini dapat berkembang pesat melalui pendekatan yang damai, penuh hikmah, dan menghargai budaya lokal. Islam pertama kali datang ke Nusantara melalui para pedagang, ulama, dan mubaligh yang tidak hanya membawa ajaran agama, tetapi juga memperkenalkan budaya dan tradisi baru yang dapat diterima oleh masyarakat setempat. Mereka tidak memaksakan ajaran dengan kekerasan, melainkan melalui dialog, contoh teladan, dan integrasi dengan budaya lokal.

Para wali songo, sembilan wali yang terkenal dalam penyebaran Islam di Jawa, adalah contoh konkret bagaimana dakwah yang santun dan menghargai budaya lokal bisa membawa perubahan yang signifikan. Mereka menggunakan berbagai media seni dan budaya untuk menyampaikan ajaran Islam, seperti wayang kulit, gamelan, dan seni ukir. Pendekatan ini tidak hanya membuat ajaran Islam lebih mudah diterima, tetapi juga memperkaya budaya lokal dengan nilai-nilai Islam.

Misalnya, Sunan Kalijaga, salah satu wali songo, terkenal menggunakan wayang kulit sebagai alat dakwah. Melalui cerita-cerita pewayangan, beliau menyisipkan nilai-nilai Islam yang relevan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat. Cara ini tidak hanya efektif dalam menyebarkan ajaran Islam, tetapi juga menghormati dan melestarikan budaya lokal yang sudah ada. Pendekatan ini menunjukkan bahwa seni dan budaya dapat menjadi jembatan yang efektif dalam menyampaikan pesan agama.

Baca Juga  Dawuh Gus Kautsar tentang Mengatasi Permasalahan Hidup

Islam di Nusantara juga berkembang dengan prinsip-prinsip toleransi dan penghargaan terhadap keberagaman. Dalam sejarahnya, masyarakat Muslim di Nusantara hidup berdampingan dengan berbagai kelompok etnis dan agama lainnya. Toleransi dan saling menghargai menjadi kunci utama dalam membangun masyarakat yang harmonis. Hal ini tercermin dalam banyak tradisi dan praktik budaya yang masih ada hingga saat ini, seperti perayaan Maulid Nabi yang sering kali disertai dengan pertunjukan seni dan budaya lokal.

Namun, di zaman modern ini, kita sering melihat munculnya kelompok-kelompok yang mengusung dakwah dengan cara yang keras dan memusuhi seni budaya. Mereka menganggap seni dan budaya sebagai sesuatu yang bertentangan dengan ajaran Islam, tanpa memahami konteks sejarah dan budaya yang sebenarnya. Pendekatan yang seperti ini tidak hanya salah secara teologis, tetapi juga bisa merusak tatanan sosial yang sudah harmonis.

Dakwah yang dilakukan dengan kekerasan dan permusuhan tidak akan pernah menghasilkan kebaikan. Sebaliknya, ia hanya akan menimbulkan perpecahan dan konflik. Islam mengajarkan kita untuk berdakwah dengan cara yang baik dan bijaksana. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman dalam Surah An-Nahl ayat 125: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” Ayat ini menegaskan pentingnya menggunakan hikmah atau kebijaksanaan dalam berdakwah.

Kekerasan dan permusuhan terhadap seni budaya juga menunjukkan kurangnya pemahaman tentang ajaran Islam yang sejati. Islam adalah agama yang menghargai keindahan dan seni. Banyak sekali contoh dalam sejarah peradaban Islam yang menunjukkan betapa tingginya apresiasi Islam terhadap seni dan budaya. Seni kaligrafi, arsitektur, musik, dan sastra adalah beberapa contoh bagaimana Islam telah memperkaya dunia seni dengan nilai-nilai spiritual dan estetika.

Baca Juga  Dawuh Gus Mus tentang Keagungan dalam Kerendahan Hati

Kaligrafi Islam, misalnya, bukan hanya bentuk seni yang indah, tetapi juga cara untuk menghormati dan memuliakan firman Allah. Arsitektur Islam yang megah, seperti Masjid Al-Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah, menunjukkan betapa seni dan keindahan menjadi bagian integral dari praktik ibadah dalam Islam. Musik dan puisi Sufi juga merupakan bentuk ekspresi spiritual yang mendalam dan telah menjadi bagian penting dari tradisi Islam di berbagai belahan dunia.

Menolak seni dan budaya berarti menolak sebagian dari kekayaan peradaban Islam itu sendiri. Dakwah yang memusuhi seni dan budaya tidak hanya menyempitkan pemahaman kita tentang Islam, tetapi juga mengabaikan potensi besar seni dan budaya sebagai media dakwah yang efektif. Seni dan budaya memiliki daya tarik universal yang bisa menyentuh hati banyak orang dan menyampaikan pesan-pesan kebaikan dengan cara yang indah dan menginspirasi.

Oleh karena itu, kita perlu mengingat kembali bagaimana Islam datang ke Nusantara dan bagaimana ajarannya disebarkan dengan cara yang damai dan menghargai budaya lokal. Sejarah ini harus menjadi inspirasi bagi kita untuk terus berdakwah dengan cara yang santun, bijaksana, dan penuh penghargaan terhadap seni dan budaya. Dengan cara ini, kita tidak hanya menjaga keharmonisan masyarakat, tetapi juga memperkuat identitas kita sebagai umat yang cinta damai dan menghargai keindahan.

Penting juga bagi kita untuk terus mendidik generasi muda tentang sejarah dan nilai-nilai Islam yang sejati. Pendidikan yang baik akan membentuk pemahaman yang benar dan mencegah mereka terjerumus ke dalam pemikiran yang sempit dan ekstrem. Pendidikan tentang sejarah Islam di Nusantara, termasuk peran seni dan budaya dalam dakwah, harus menjadi bagian dari kurikulum pendidikan agama di sekolah-sekolah.

Baca Juga  Dawuh Gus Rifqil Muslim tentang Doa dan Kesiapan

Selain itu, para ulama dan tokoh agama juga memiliki peran penting dalam menyebarkan pemahaman yang benar tentang Islam. Mereka harus terus menyuarakan pentingnya dakwah yang santun dan menghargai budaya, serta menentang segala bentuk kekerasan dan permusuhan. Dengan bimbingan yang tepat, masyarakat akan semakin memahami dan menghargai nilai-nilai Islam yang sejati.

Dalam era globalisasi ini, kita juga harus membuka diri terhadap dialog antarbudaya dan antaragama. Dialog yang konstruktif dan saling menghargai akan memperkaya pemahaman kita dan memperkuat kerukunan antarumat beragama. Islam mengajarkan kita untuk selalu bersikap adil dan menghormati perbedaan. Dalam Surah Al-Hujurat ayat 13, Allah berfirman: “Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal.”

Sebagai penutup, mari kita ingat pesan KH. Said Aqil Siraj untuk tidak berdakwah dengan kekerasan dan memusuhi seni budaya. Sejarah Islam di Nusantara telah menunjukkan kepada kita bahwa pendekatan yang santun, bijaksana, dan menghargai budaya lokal adalah kunci keberhasilan dakwah. Mari kita terus menjaga warisan ini dan menjadikannya sebagai inspirasi untuk menyebarkan ajaran Islam dengan cara yang damai, penuh hikmah, dan menginspirasi. Dengan demikian, kita dapat mewujudkan masyarakat yang harmonis, beradab, dan penuh dengan nilai-nilai kebaikan.