Nasihat Habib Umar Bin Hafidz tentang Mulia dalam Diam

Nasihat Habib Umar Bin Hafidz
Sumber : Dawuh Guru
“Jika hati kita berat untuk memuliakan orang lain, sekurang- kurangnya jagalah lisan kita dari menghina orang lain.”
Habib Umar Bin Hafidz

Mulia dalam Diam: Menjaga Lisan di Tengah Kesulitan Hati

Habib Umar bin Hafidz memberikan nasihat yang sangat bijak: “Jika hati kita berat untuk memuliakan orang lain, sekurang-kurangnya jagalah lisan kita dari menghina orang lain.” Nasihat ini mengandung pesan mendalam tentang pentingnya menjaga lisan dan perilaku kita, terutama ketika kita merasa sulit untuk menunjukkan penghormatan dan kebaikan kepada orang lain. Memuliakan orang lain adalah sebuah nilai luhur, namun tidak semua orang selalu mampu melakukannya. Dalam situasi seperti ini, setidaknya kita bisa berusaha untuk tidak melukai orang lain dengan kata-kata kita.

Dalam Islam, menjaga lisan adalah salah satu aspek penting dari akhlak yang baik. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini menegaskan bahwa berbicara baik atau diam adalah pilihan yang harus diambil oleh seorang Muslim. Lisan yang dijaga adalah cerminan dari hati yang bersih dan iman yang kuat. Ketika kita tidak mampu memuliakan orang lain, memilih untuk diam dan tidak menghina adalah langkah bijak yang dapat menjaga kehormatan diri dan hubungan sosial.

Menjaga lisan dari menghina orang lain tidak hanya berdampak positif bagi orang yang kita hindari untuk dihina, tetapi juga bagi diri kita sendiri. Ketika kita menghindari menghina, kita menghindari dosa yang bisa merusak hubungan kita dengan Allah dan sesama manusia. Menghina orang lain bisa menimbulkan permusuhan, kebencian, dan konflik yang merugikan semua pihak. Sebaliknya, menjaga lisan bisa menciptakan kedamaian dan keharmonisan dalam hubungan sosial.

Baca Juga  KH. Abdullah Kafabihi Mahrus : Sumber kehidupan kita adalah hati; Bila mana hatinya baik maka perbuatan, perkataan dan akhlaknya juga akan baik.

Salah satu tokoh nasional Indonesia yang selalu menjaga lisannya dan menunjukkan sikap mulia dalam berinteraksi dengan orang lain adalah Bung Hatta, proklamator dan Wakil Presiden pertama Indonesia. Bung Hatta dikenal sebagai pribadi yang rendah hati, santun, dan selalu berhati-hati dalam berbicara. Beliau selalu berusaha untuk tidak melukai perasaan orang lain, bahkan ketika menghadapi situasi yang sulit. Dalam banyak kesempatan, Bung Hatta menekankan pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan saling menghormati dan menjaga lisan.

Menghindari hinaan dan menjaga lisan juga sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, terutama di era digital saat ini. Media sosial memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk berbicara dan berkomentar tentang apa saja. Namun, kebebasan ini sering kali disalahgunakan untuk menghina dan merendahkan orang lain. Ketika kita merasa berat untuk memuliakan orang lain di media sosial, setidaknya kita harus menjaga diri dari berkomentar negatif atau menghina. Ingatlah bahwa setiap kata yang kita tulis akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.

Menjaga lisan bukanlah hal yang mudah, terutama ketika kita berada dalam situasi emosional atau menghadapi orang yang tidak kita sukai. Namun, itulah ujian sebenarnya dari akhlak yang baik. Allah berfirman dalam Al-Quran, “Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, ‘Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar).’ Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka” (QS. Al-Isra: 53). Ayat ini mengajarkan kita untuk selalu berusaha berkata baik, karena setan selalu berusaha memecah belah kita melalui kata-kata yang buruk.

Kita juga bisa belajar dari teladan Rasulullah SAW dalam menjaga lisan. Beliau selalu berbicara dengan lembut, sopan, dan penuh hikmah. Bahkan ketika menghadapi musuh atau orang yang memusuhinya, Rasulullah tidak pernah mengucapkan kata-kata yang kasar atau menghina. Sebaliknya, beliau selalu mendoakan kebaikan bagi mereka. Ini adalah contoh terbaik bagi kita dalam menjaga lisan dan menunjukkan sikap mulia.

Baca Juga  Dawuh KH. M. Anwar Manshur

Selain itu, menjaga lisan juga merupakan bentuk penghormatan terhadap diri sendiri. Ketika kita menjaga lisan dari menghina orang lain, kita menunjukkan bahwa kita adalah pribadi yang bijaksana dan terhormat. Kita tidak membiarkan emosi negatif menguasai diri kita dan merusak hubungan dengan orang lain. Sebaliknya, kita menunjukkan bahwa kita mampu mengendalikan diri dan berbicara dengan baik, bahkan dalam situasi yang sulit.

Dalam konteks profesional, menjaga lisan juga sangat penting. Seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bisa berbicara dengan bijaksana dan tidak menghina bawahannya. Pemimpin yang bisa menjaga lisan akan dihormati dan dicintai oleh bawahannya, karena mereka merasa dihargai dan didukung. Ini akan menciptakan lingkungan kerja yang harmonis dan produktif. Seorang pemimpin harus menjadi teladan dalam menjaga lisan dan menunjukkan sikap mulia kepada semua orang.

Di dalam keluarga, menjaga lisan juga sangat penting untuk menciptakan keharmonisan dan kedamaian. Orang tua yang bisa menjaga lisan dan tidak menghina anak-anaknya akan menciptakan lingkungan yang penuh kasih sayang dan saling menghormati. Anak-anak akan merasa dihargai dan didukung, sehingga mereka akan lebih terbuka dan mau berbicara dengan orang tua mereka. Ini akan memperkuat hubungan keluarga dan menciptakan suasana yang harmonis.

Sebagai penutup, mari kita renungkan kembali nasihat dari Habib Umar bin Hafidz: “Jika hati kita berat untuk memuliakan orang lain, sekurang-kurangnya jagalah lisan kita dari menghina orang lain.” Nasihat ini mengajak kita untuk selalu introspeksi dan memperbaiki diri. Menjaga lisan adalah tanda dari hati yang bersih dan iman yang kuat. Dengan menjaga lisan, kita bisa menciptakan hubungan yang harmonis dan penuh kedamaian dengan sesama manusia. Mari kita jadikan nasihat ini sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari, sehingga kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik, lebih bijaksana, dan lebih dekat kepada Allah.