Nasihat Habib Umar Bin Hafidz tentang Seni Menerima Gunjingan

Nasihat Habib Umar Bin Hafidz
Sumber : Dawuh Guru
“Apabila engkau belum dapat menerima gunjingan, hinaan dan celaan dari orang lain, maka Allah belum mencatatmu sebagai orang yang tawadhu.”
Habib Umar bin Hafidz

Tawadhu: Seni Menerima Gunjingan dengan Lapang Dada

Habib Umar bin Hafidz pernah menyatakan, “Apabila engkau belum dapat menerima gunjingan, hinaan dan celaan dari orang lain, maka Allah belum mencatatmu sebagai orang yang tawadhu.” Ucapan ini menyiratkan makna mendalam tentang konsep tawadhu, yaitu kerendahan hati yang sejati, yang hanya dapat dicapai ketika kita mampu menerima segala bentuk kritik dan celaan dengan lapang dada. Tawadhu bukan hanya tentang merendahkan diri di hadapan Allah, tetapi juga tentang bagaimana kita bersikap terhadap sesama manusia, terutama ketika menghadapi komentar negatif.

Tawadhu adalah salah satu sifat yang sangat dianjurkan dalam Islam. Rasulullah SAW adalah teladan utama dalam hal ini. Beliau adalah pemimpin yang paling rendah hati, yang selalu menerima segala bentuk kritik dan saran dengan bijaksana. Dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang merendahkan diri karena Allah, maka Allah akan meninggikan derajatnya” (HR. Muslim). Ini menunjukkan bahwa kerendahan hati bukanlah tanda kelemahan, melainkan tanda kekuatan iman dan keyakinan yang mendalam kepada Allah.

Kerendahan hati, atau tawadhu, mengajarkan kita untuk selalu bersikap rendah hati dan tidak merasa lebih baik dari orang lain. Namun, dalam praktek sehari-hari, menerima gunjingan dan celaan bukanlah hal yang mudah. Ketika kita mendengar orang lain berbicara buruk tentang kita, perasaan marah dan sakit hati sering kali muncul. Reaksi alami kita mungkin adalah membela diri atau menyerang balik. Namun, Habib Umar bin Hafidz mengingatkan kita bahwa sikap ini menunjukkan bahwa kita belum mencapai level tawadhu yang sesungguhnya. Menurut beliau, kemampuan untuk menerima kritik dan celaan dengan tenang dan ikhlas adalah tanda kerendahan hati yang sejati.

Baca Juga  Quote Fahruddin Faiz tentang Bahaya Kebebasan Moral

Salah satu tokoh nasional Indonesia yang mencerminkan sifat tawadhu adalah KH. Abdurrahman Wahid, atau yang lebih dikenal sebagai Gus Dur. Selama hidupnya, Gus Dur sering kali menghadapi kritik dan celaan dari berbagai pihak, terutama selama masa kepemimpinannya sebagai Presiden Indonesia. Namun, beliau selalu menanggapinya dengan tenang dan penuh kebijaksanaan. Dalam salah satu ucapannya, Gus Dur mengatakan, “Dalam hidup ini kita harus siap dikritik dan dikatakan buruk oleh orang lain. Jangan balas dengan kemarahan, tapi balaslah dengan kebaikan.” Sikap ini mencerminkan kerendahan hati dan kebesaran jiwa yang dimiliki oleh Gus Dur.

Menerima kritik dan celaan dengan lapang dada membutuhkan latihan dan kesabaran. Salah satu cara untuk melatih diri agar menjadi lebih tawadhu adalah dengan selalu mengingat bahwa semua yang kita miliki, baik itu kemampuan, harta, maupun kedudukan, adalah pemberian dari Allah. Kita hanyalah hamba-Nya yang lemah dan penuh kekurangan. Ketika kita menyadari hal ini, kita akan lebih mudah menerima segala bentuk kritik dan celaan sebagai bagian dari ujian kehidupan yang harus kita lalui dengan sabar dan ikhlas.

Selain itu, penting bagi kita untuk selalu introspeksi diri. Kritik dan celaan dari orang lain, meskipun menyakitkan, bisa menjadi cermin bagi kita untuk melihat kelemahan dan kekurangan yang mungkin tidak kita sadari. Dengan introspeksi, kita bisa memperbaiki diri dan menjadi pribadi yang lebih baik. Islam mengajarkan kita untuk selalu memperbaiki diri dan berusaha menjadi hamba yang lebih dekat kepada Allah. Kritik dan celaan, jika diterima dengan lapang dada, bisa menjadi alat yang sangat efektif untuk mencapai tujuan ini.

Tawadhu juga mengajarkan kita untuk tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Ketika kita menerima kritik atau celaan, reaksi alami kita mungkin adalah membalas dengan cara yang sama atau bahkan lebih buruk. Namun, Islam mengajarkan kita untuk selalu membalas keburukan dengan kebaikan. Dalam Al-Quran, Allah berfirman, “Tolaklah (keburukan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan menjadi seolah-olah teman yang setia” (QS. Fussilat: 34). Ini menunjukkan bahwa kerendahan hati dan sikap sabar dalam menghadapi kritik bisa mengubah musuh menjadi teman.

Baca Juga  Dawuh Hubabah Annisa binti Yusuf al-Haddad: Jadilah Wanita yang Baik

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali dihadapkan pada berbagai bentuk kritik dan celaan, baik di lingkungan kerja, di lingkungan sosial, maupun di media sosial. Dunia digital saat ini membuat kritik dan celaan bisa datang dari mana saja dan kapan saja. Di tengah derasnya arus informasi dan opini, penting bagi kita untuk tetap tenang dan bijaksana dalam menanggapi segala bentuk kritik. Jangan biarkan kritik dan celaan merusak kedamaian hati dan fokus kita. Sebaliknya, gunakan kritik tersebut sebagai alat untuk memperbaiki diri dan menjadi pribadi yang lebih baik.

Dalam konteks profesional, menerima kritik dan celaan dengan lapang dada bisa meningkatkan kredibilitas dan reputasi kita. Seorang pemimpin yang tawadhu akan selalu menerima saran dan kritik dari bawahannya dengan bijaksana. Sikap ini tidak hanya menunjukkan kebesaran jiwa, tetapi juga mencerminkan komitmen untuk selalu belajar dan berkembang. Pemimpin yang tawadhu akan dihormati dan dicintai oleh bawahannya, karena mereka merasa dihargai dan diakui. Ini akan menciptakan lingkungan kerja yang harmonis dan produktif.

Di dalam keluarga, tawadhu juga sangat penting. Orang tua yang tawadhu akan selalu mendengarkan pendapat dan saran dari anak-anak mereka. Mereka tidak merasa diri mereka selalu benar, tetapi selalu berusaha memahami perasaan dan pemikiran anak-anak mereka. Sikap ini akan menciptakan hubungan yang harmonis dan penuh kasih sayang dalam keluarga. Anak-anak akan merasa dihargai dan dihormati, sehingga mereka akan lebih terbuka dan mau berbicara dengan orang tua mereka.

Sebagai penutup, mari kita renungkan kembali pesan dari Habib Umar bin Hafidz: “Apabila engkau belum dapat menerima gunjingan, hinaan dan celaan dari orang lain, maka Allah belum mencatatmu sebagai orang yang tawadhu.” Pesan ini mengajak kita untuk selalu introspeksi dan memperbaiki diri. Kerendahan hati bukanlah tanda kelemahan, tetapi tanda kekuatan iman dan keyakinan kepada Allah. Dengan menerima kritik dan celaan dengan lapang dada, kita menunjukkan bahwa kita adalah hamba yang tawadhu, yang selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah dan mengikuti jejak Rasulullah SAW. Mari kita jadikan sifat tawadhu sebagai bagian dari kehidupan kita sehari-hari, sehingga kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik, lebih bijaksana, dan lebih dekat kepada Allah.