Oleh: Ali Mursyid Azisi
Thoha Muntaha Abdul Manan merupakan salah satu putra dari almaghfurlah KH. Abdul Manan (Mbah Manan), pendiri awal Pesantren Minhajut Thullab yang berpusat di Sumberberas, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi. Kontribusinya dalam mendakwahkan Islam khusnya berbasis pesantren maupun kemasyarakatan memiliki pengaruh begitu besar. Demikian terbukti dari berdirinya Balai Pendidikan Utama Islam (BPUI) atau Pesantren Minhajut Thullab cabang ke-II yang bertempat di Krikilan, Glenmore, Banyuwangi dan beberapa cabang lainnya yang tersebar di Nusantara.
Di balik kewibawaan dan kharismatiknya, Kiai Thoha Muntaha atau saya selama nyantri pada beliau akrab menyebut Abah Thoha, tidak jarang dalam isi ceramahnya diselipi humor bahkan ungkapan-ungkapan yang membuat para jamaah yang mendengarkannya bingung. Tentu tidak lepas dari pemikiran dan kemampuan Kiai Thoha dalam memilih redaksi yang tepat agar memiliki sisi pembeda diantara ungkapan-ungkapan pada umumnya dan mengajak audien turut berpikir.
Seperti halnya beliau mengungkapkan bahwa mantan Bupati Kabupaten Banyuwangi, Azwar Anas disebut sebagai penghambat datangnya kiamat. Demikiran diungkapkan Kiai Thoha ketika mengisi ceramah di acara refleksi malam tahun baru 2020 silam yang diadakan pemerintah Kabupaten Banyuwangi, yang waktu itu masih dinahkodai oleh Azwar Anas. Pada isi tausiyah yang disampaikan di akun Youtube “Bil Hikmah”, pada part yang menyebut Azwar Anas adalah satu-satunya Bupati yang menghambat datangnya kiamat, sontak membuat para jamah bertanya-tanya apa maksud Abah Thoha.
Mengapa Kiai Thoha mengungkapkan demikian?. Karena Azwar Anas dinilai dapat merubah tahun baru yang dalam tradisi pada umumnya di isi dengan foya-foya dan pesta fora, dirubah dengan bersholawat dan doa bersama dengan dihadiri para Kiai, Habaib, Syekher Mania, dan masyarakat umum. Tentu demikian yang menjadi identitas atau background Azwar Anas yang termasuk golongan Nahdliyin (NU) mendapat pujian dari Kiai Thoha Muntaha.
“Kenapa saya sampaikan tadi beliau menghambat datangnya kiamat?, karena sabda Nabi, akan datang kiamat itu ketika umatku meniru gaya seperti yang dipakai oleh generasi-generasi sebelumnya, apa itu?, yaitu generasi yang berpesta fora dalam menghadapi tahun baru……………., dengan sholawat, dengan sholawat, dengan sholawat, yang 70% pahalanya oleh Allah didepositokan di akhirat, yang 30% di serahkan hari ini (di dunia)”, tutur Kiai Thoha dengan tegasnya.
Tidak cukup sampai di situ, Kiai Thoha juga mengungkapkan bahwa dengan sholawat akan menjadikan rumah tangga harmonis, sehat wal-‘afiyat, aman sentosa, dan demikian yang akan diberikan Allah SWT kepada hambanya yang kerap bersholawat kepada Nabi Muhammad Saw semasa di dunia.
Bahkan dalam beberapa literatur Islam yang bersumber dari Al-Qur’an maupun Hadits Nabi, sholawat merupakan hal yang begitu memiliki fadhilah besar dalam sendi kehidupan. Demikian termaktub dalam QS. Al-Ahzab: 56. Bahkan dalah salah satu Hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad sebagai berikut:
Artinya: “Telah datang kepadaku utusan Tuhanku dan memberitahu: Siapa yang membaca shalawat untukmu dari ummatmu satu kali, maka Allah akan mencatat untuknya sepuluh hasanat, dan menghapus dari padanya sepuluh dosa, dan dinaikkan sepuluh derajat dan dijawab atasnya sesuai dengan shalawatnya” (HR. Ahmad).
Nabi Muhammad Saw pun juga pernah bersabda:
“Siapa yang membaca shalwat atasku dalam sebuah kitab, maka selalu Malaikat memintakan ampun baginya selama namaku masih tercantum dalam kitab itu”
Fadhilah atau keutamaan membaca shalawat yang dianjurkan oleh Allah SWT juga tidak diperuntukkan bagi umat Nabi Muhammad semata, namun juga pada Nabi Adam a.s. Ibnul Jauzi dalam kitab Salwatul Ahzan menyebut: Bahwa Nabi Adam a.s. ketika ingin mendekati Siti Hawa (bersetubuh), maka Siti Hawa minta seri kawin, lalu Adam a.s. berdoa: Ya Rabbi apakah yang harus aku berikan padanya?, Jawab Tuhan: Ya Adam bacalah shalawat untuk kekasih-Ku Muhammad Saw dua puluh kali. Maka dilaksanakan oleh Adam a.s. (Sumber: Irsyadul ‘ibad Ilasabilirrasyad (Petunjuk ke Jalan Lurus), (Penerbit Darussaggaf, PP Alawy: Surabaya), hlm, 431).