Dawuh Gus Mus tentang Agama Cinta

Dawuh Gus Mus
Sumber : @gusmusgusmu

“Islam adalah agama Cinta, Kasih Sayang, dan Persaudaraan. Lalu kenapa ada orang-orang yang menebar kedengkian & kebencian, dan atas namanya menyebar permusuhan dan perseteruan?”

KH. Ahmad Musthofa Bisri

Islam: Agama Cinta, Kasih Sayang, dan Persaudaraan

Islam adalah agama yang penuh dengan ajaran cinta, kasih sayang, dan persaudaraan. Pesan utama yang dibawa oleh agama ini adalah untuk menyebarkan kedamaian, membangun hubungan yang harmonis antara manusia, dan saling menghormati satu sama lain. Namun, dalam perjalanan waktu, ada individu atau kelompok yang memanfaatkan nama Islam untuk menyebarkan kedengkian, kebencian, permusuhan, dan perseteruan. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mendasar: Mengapa ada orang-orang yang bertindak demikian, padahal Islam mengajarkan cinta dan kasih sayang?

KH. Ahmad Musthofa Bisri dengan bijak mengemukakan kekhawatiran ini. Menurut beliau, Islam seharusnya menjadi jalan bagi perdamaian dan keharmonisan, bukan alat untuk memicu konflik. Untuk memahami kontradiksi ini, kita perlu melihat beberapa aspek penting dari agama Islam dan bagaimana ajaran-ajarannya dapat disalahartikan atau disalahgunakan oleh sebagian orang.

Islam, sebagai agama rahmatan lil ‘alamin, atau rahmat bagi seluruh alam, menekankan pentingnya cinta kasih dan persaudaraan. Al-Qur’an dan Hadis banyak menyebutkan tentang pentingnya mencintai sesama manusia, menebar kebaikan, dan menjaga hubungan baik dengan orang lain. Nabi Muhammad SAW, sebagai teladan utama dalam Islam, telah memberikan contoh nyata bagaimana hidup dengan penuh cinta dan kasih sayang. Beliau selalu bersikap lemah lembut, memaafkan kesalahan orang lain, dan membantu mereka yang membutuhkan tanpa memandang latar belakang mereka.

Namun, meskipun ajaran Islam sangat jelas dalam mengajarkan cinta dan kasih sayang, ada beberapa faktor yang menyebabkan munculnya individu atau kelompok yang menyebarkan kebencian atas nama agama. Salah satunya adalah pemahaman yang dangkal dan terbatas tentang ajaran agama. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman yang mendalam tentang Islam dapat menyebabkan seseorang menafsirkan ajaran agama dengan cara yang keliru. Mereka mungkin hanya berfokus pada beberapa ayat atau hadis tertentu tanpa melihat konteks keseluruhan, sehingga mengabaikan pesan cinta dan kasih sayang yang sebenarnya terkandung dalam Islam.

Selain itu, faktor politik dan kepentingan pribadi juga sering kali berperan dalam penyebaran kebencian atas nama agama. Sejarah mencatat bahwa agama sering kali digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan politik atau mempertahankan kekuasaan. Ketika agama digunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, ajaran-ajarannya dapat diselewengkan dan disalahgunakan. Orang-orang yang memiliki agenda politik tertentu mungkin memanipulasi ajaran agama untuk membenarkan tindakan mereka dan memperoleh dukungan dari pengikut mereka.

Selain itu, ketidakadilan sosial dan ekonomi juga bisa menjadi pemicu munculnya kebencian dan permusuhan. Ketika suatu kelompok merasa terpinggirkan atau mengalami ketidakadilan, mereka mungkin mencari cara untuk mengekspresikan ketidakpuasan mereka. Dalam situasi seperti ini, agama bisa menjadi sarana untuk menyuarakan ketidakpuasan mereka. Namun, tanpa pemahaman yang benar tentang ajaran agama, mereka mungkin terjerumus dalam tindakan kekerasan dan permusuhan yang justru bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam.

Globalisasi dan perkembangan teknologi informasi juga berperan dalam penyebaran kebencian. Di era digital ini, informasi dapat dengan mudah diakses dan disebarluaskan melalui media sosial dan platform online lainnya. Sayangnya, tidak semua informasi yang beredar di internet akurat dan dapat dipercaya. Banyak berita palsu dan propaganda yang disebarkan untuk memanipulasi opini publik dan menimbulkan ketegangan antar kelompok. Ketika seseorang terpapar informasi yang salah atau menyesatkan tentang Islam, mereka mungkin terpengaruh dan berperilaku yang bertentangan dengan ajaran agama yang sebenarnya.

Untuk mengatasi masalah ini, pendidikan agama yang benar dan mendalam sangat penting. Setiap Muslim perlu diajarkan untuk memahami ajaran Islam dengan baik, tidak hanya secara tekstual tetapi juga kontekstual. Mereka harus belajar untuk menafsirkan ajaran agama dengan bijaksana dan penuh kesadaran, memahami bahwa Islam adalah agama cinta, kasih sayang, dan persaudaraan. Selain itu, dialog antaragama dan antarbudaya juga penting untuk membangun pemahaman dan menghormati perbedaan. Dengan berdialog, kita dapat mengatasi kesalahpahaman dan prasangka yang sering kali menjadi akar dari kebencian dan permusuhan.

Kita juga perlu mempromosikan nilai-nilai universal yang diajarkan oleh Islam, seperti keadilan, kemanusiaan, dan toleransi. Membangun masyarakat yang adil dan sejahtera, di mana setiap individu merasa dihargai dan memiliki kesempatan yang sama, dapat mengurangi potensi konflik dan ketegangan. Selain itu, penting bagi setiap individu untuk mengembangkan empati dan rasa kemanusiaan, sehingga kita dapat hidup berdampingan dengan damai dan harmonis meskipun dalam perbedaan.

KH. Ahmad Musthofa Bisri mengingatkan kita bahwa inti dari ajaran Islam adalah cinta, kasih sayang, dan persaudaraan. Ketika kita mampu memahami dan mengamalkan ajaran ini dengan baik, kita akan menjadi agen perdamaian dan keharmonisan di dunia. Kita akan mampu menebar kebaikan dan cinta kasih kepada sesama, tanpa memandang latar belakang atau keyakinan mereka.

Mari kita refleksikan kembali ajaran-ajaran Islam yang mengajarkan kita untuk hidup dengan penuh cinta dan kasih sayang. Mari kita hindari penyebaran kebencian dan permusuhan, serta berusaha untuk menjadi pribadi yang membawa kedamaian dan keharmonisan bagi dunia ini. Dengan begitu, kita dapat menjalankan ajaran Islam dengan baik dan benar, serta menjadi teladan bagi orang lain dalam menebar cinta kasih dan persaudaraan. Semoga kita semua dapat menjadi pribadi yang mencerminkan ajaran Islam yang sebenarnya dan berkontribusi dalam menciptakan dunia yang lebih baik dan lebih damai.

Baca Juga  Puisi Sujiwo Tejo tentang Melodi Rindu