Oleh : Bagas Arya Muttaqin
Pesantren Tegalsari merupakan pusat pabrikasi kertas dan penulisan kitab menggunakan bahan dari kertas lokal atau gedog (kulit kayu) yang terkenal sejak abad ke-18 di Nusantara. Pondok Pesantren Tegalsari juga merupakan pesantren paling terkenal di Jawa, hal tersebut berdasar dari laporan pemerintah Kolonial masa itu.
Pada saat diasuh oleh KH. Hasan Besari, Pondok Pesantren Tegalsari mengalami peningkatan dalam segi popularitas dan pengaruh disekitarnya cukup luas. Bahkan beberapa pesantren dari tempat lain berafiliasi dengan Pondok Pesantren Tegalsari, sehingga dapat menjangkau lebih dari 3.000 santri yang berasal dari berbagai daerah seperti Banten, Priangan, Cirebon, Karawang, Yogyakarta, Kedu, Bagelen, Surakarta, dan Madiun.
Di Pesantren Tegalsari, santri tidak hanya belajar menulis dan membaca buku, tetapi juga tentang kesaktian dan budaya Jawa. Salah satu dari keturunannya, yakni Kiai Jaelani yang cukup terkenal dari hasil karyanya yang berupa salinan dari kitab-kitab klasik yang banyak dijumpai hingga sampai sekarang yang dilakukannya pada sekitar tahun 1933.
Karena tidak ada naskah lain yang ditulis oleh individu selain Kyai Jaelani yang ditemukan sejak kematiannya, kemungkinan ia akan menjadi orang terakhir yang berhasil menyalin kitab-kitab klasik di Pesantren Tegalsari.
Beliau kerap berpindah dari satu pesantren ke pesantren yang lain. Bahkan, KH. Muhammad Ilyas juga sempat belajar bersama dengan KH. Khozin Siwalan Panji dan menjadi besan. KH. Moch Khozin adalah salah satu pengurus Pondok Pesantren Siwalan Panji/Al-Hamdaniyah yang didirikan pada tahun 1787 oleh seorang ulama besar Pasuruan bernama Kiai Hamdani. Merupakan pesantren tertua kedua di Jawa Timur setelah pesantren Sidogiri Pasuruan dan masih menjadi risalah sejarah bagi umat islam.
Banyak ulama besar, termasuk KH. Hasyim Asy’ari menjadi santri di pesantren ini dan terinspirasi dari pesantren ini untuk mendirikan Nahdlatul Ulama. Bahkan kamar yang digunakan KH. Hasyim Asy’ari sewaktu menimba ilmu di Pesantren Al-Hamdaniyah kondisinya masih terjaga hingga sekarang. Sebagai pelajaran untuk santri-santri sekarang bahwa menjadi ulama besar tidak harus dengan fasilitas mewah.
Pembagian kepengurusan Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah, khususnya periode pertama di bawah pengawasan langsung KH. Hamdani dari tahun 1787 sampai 1792. Masa jabatan kedua dipegang oleh KH. Ya’qub Khamdani dan Abd Rohim Khamdani (1792-1884 M), periode ketiga dipegang oleh KH. Hasyim bin KH. Abd Rohim dan KH. Khozin bin Khoiruddin (1843-1845). Masa ini merupakan puncak kejayaannya, banyak santri dari berbagai daerah seperti Madura, Surabaya, Gresik, Sidoarjo, Pasuruan, Lumajang, Banyuwangi, dan lain-lain.
KH. Moch. Khozin berbesan dengan KH. Muhammad Ilyas, pada awalnya KH. Moch. Khozin merupakan salah satu seorang santri di Pondok Pesantren Siwalan Panji, kemudian beliau dijodohkan lalu dinikahkan dengan putri dari pengasuh tersebut yakni Almaghfurlah KH. Abdurrohim yang bernama Siti Maimunah dan dikaruniai enam keturunan yaitu, Afifah, Sholhah, Siti Zubaidah, Kiai Basuni, Muhsinah, dan Ruqoyyah.
Dan kemudian, beliau menikah lagi dengan putri KH. Yaqub yang merupakan saudara dari KH. Abdurrohim, yang bernama Siti Fatimah lalu lahirlah satu keturunan lagi dari beliau yang bernama Abbas. Dari putranya KH. Moch. Khozin yang bernama Abbas inilah yang nantinya melahirkan istri daripada KH. Ismail bin Ilyas Penarip yakni putra dari KH. Muhammad Ilyas.
Pada tahun 1850 hampir menginjak usia 60 tahun, KH. Muhammad Ilyas menjadikan Mojokerto, tepatnya Desa Pakuncen sebagai persinggahan pertamanya. Jauh sebelum KH. Muhammad Ilyas datang dan menyebarkan paham-paham tentang agama Islam di Mojokerto, kepercayaan yang sudah ada ketika ajaran Islam sepenuhnya belum manjadi kepercayaan yang mayoritas di Jawa.
Kepercayaan Hindu-Budha dan Animisme Dinamisme adalah kepercayaan bahwa segala sesuatu yang hidup, termasuk manusia, hewan, tumbuhan, dan benda, memiliki kekuatan gaib dan roh, serta memiliki niat baik merupakan mayoritas dari agama-agama yang dianut oleh penduduk setempat sebelum pengenalan ajaran Islam.
Sementara itu, ada juga orang yang dengan jujur memeluk Islam tetapi tidak melakukan kegiatan ibadah seperti salat. Kepercayaan Hindu umumnya setuju dengan konsep alam ketuhanan sebagai perpanjangan dari persepsi roh aktif Animisme dan Dinamisme.
Bersambung…..