Biografi Lengkap Syaikh Muhammad Zain al-Asyi Beserta Pengaruhnya

Syaikh Muhammad Zain al-Asyi merupakan ulama’ yang cukup terkenal di tanah Melayu, khususnya daerah Aceh. Namun, masih tidak diketahui secara pasti, kapan dan di mana beliau lahir. Walaupun begitu, dipercayai beliau dilahirkan di tanah besar Aceh pada zaman kejayaan Islam di negeri itu.

Banyak teori yang beranggapan bahwa Syaikh Muhammad Zain al-Asyi dilahirkan pada zaman peralihan kejayaan sufi Syaikh Hamzah al-Fansuri (yang mana, wafat pada 1016 H/1607 M) dan muridnya Syaikh Syamsuddin Sumatra-i (yang wafat pada Jum’at, 12 Rejab 1039 H/25 Februari 1630 M) sampai pada masa perdebatan khilafiyah, yaitu masa Syaikh Nuruddin ar-Raniri (yang wafat 22 Zulhijjah 1069 H/21 September 1658 M).

Syaikh Muhammad Zain al-Asyi sendiri merupakan keturunan ulama Aceh, mulai ayah, kakek dan seterusnya dikenal sebagai ulama yang meninggalkan beberapa buah karangan, mereka merupakan penyebar-penyebar Islam dan guru-guru yang berjasa kepada masyarakat Aceh dan Nusantara.

Syaikh Muhammad Zain al-Asyi mendapat pendidikan dasar agama Islam secara tradisional dari ayahnya, Syaikh Jalaluddin al-Asyi dan dari ulama-ulama Aceh yang terkenal termasuk para guru ayah beliau sendiri. Syaikh Muhammad Zain al-Asyi sempat belajar kepada Baba Daud bin Agha Ismail ar-Rumi, iaitu murid Syaikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri. Selain itu, Syaikh Muhammad Zain al-Asyi juga belajar dalam dua aliran Islam yang bertentangan satu sama lainnya di Aceh. Satu pihak ialah aliran tasawwuf kesan peninggalan aliran Syaikh Hamzah al-Fansuri dan Syaikh Syamsuddin as-Sumatra-i dan juga belajar dari pihak lain aliran yang memandang sesat ajaran itu.

Jika melihat kitab yang paling awal ditulisnya pada tahun 1114 H/1702 M, banyak filolog yang beranggapan bahwa beliau sempat berjumpa dengan masa hidup dari Syaikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri, yang mana beliau wafat pada 1105 H/1693 M, sedangkan pendapat lain pada 1107 H/1695 M. Walaupun begitu, masih belum dapat dipastikan beliau pernah berguru kepada Syaikh Abdur Rauf al-Fansuri.

Setelah merasa cukup dengan pengetahuan dasarnya yang diambilnya dari ayah dan kakeknya (Syaikh Kamaluddin al-Asyi), beliau memutuskan untuk melanjutkan pelajaran keagamaan beliau ke Makkah. Semasa di Makkah, beliau berguru kepada banyak ulama’ besar. Tercatat bahwa beliau sempat belajar kepada Syaikh Muhammad Said, Syaikh Abdul Ghani bin al-Alim Muhammad Hilal, Syaikh Ahmad al-Farsi (ulama kelahiran Mesir) dan Syaikh Ahmad Durrah (juga ulama kelahiran Mesir).

Baca Juga  Biografi Lengkap Syeikh Muhammad Azhari al-Falimbani Beserta Ajarannya

Sebelum pulang ke Aceh, Syaikh Muhammad Zain al-Asyi sempat mengajar di Masjid al-Haram Makkah, selain itu juga mengajar di rumahnya. Berdasarkan manuskrip karya Syaikh Haji Abdur Rauf ibnu Makhalid Khalifah al-Qadiri al-Bantani, dapat diketahui bahwa pada zaman tersebut, terdapat dua ulama yang bernama Muhammad Zain di Makkah. Yang pertama ialah Muhammad Zain al-Mazjaji al-Yamani berasal dari Yaman dan seorang lagi ialah Muhammad Zain al-Asyi berasal dari Aceh.

Di antara murid Muhammad Zain al-Asyi yang diketahui dan menjadi ulama terkenal di dunia Melayu ialah Syaikh Haji Abdur Rauf ibnu Makhalid Khalifah al-Qadiri al-Bantani, Syaikh Abdus Shamad al-Falimbani, Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari, Syaikh Muhammad Nafis al-Banjari, Syaikh Daud bin Abdullah al-Fathani dan lain-lain.

Karya dan Pemikiran

Selain aktif mengajar untuk melestarikan pengetahuan Sebelum yang dimiliki beliau, beliau juga diketahui cukup banyak karya yang pernah dituliskannya. Karya-karya tersebut antara lain:

  1. Ilmu Tauhid, kemungkinan ditulis pada tahun 1114 H/1702 M.
  2. Bidayah al-Hidayah, selesai ditulis pada 24 Sya’ban 1170 H/14 Mei 1757 M.

                  Kitab yang membahas seputar proses awal seorang hamba mendapatkan hidayah dari Allah SWT. Dan juga menjelaskan tentang etika dalam berusaha mendekatkan diri pada Sang Maha Pencipta dengan tata cara dan adab yang benar.

  1. Kasyf al-Kiram, selesai ditulis pada 8 Muharam 1171 H/22 September 1757 M.

                  Kitab fiqh dalam bahasa Melayu yang penting dan menjadi rujukan ulama di Nusantara. Kitab Kasyf al-Kiram membincangkan hukum fiqh yang mengandungi 4 bahagian hukum fiqh iaitu bahagian ibadat, muamalat, munakahat dan jinayat.

  1. Talkish al-Falah fi Bayan Ahkam at-Thalaq wa an-Nikah. Membicarakan hukum nikah dan talak serta perkara-perkara yang berkaitan denganya di dalam beberapa fasal.
  2. Risalah Dua Kalimah Syahadah
  3. Faraidh al-Quran
  4. Masalah al-Faraid
  5. Bahas Doa Hizb al-Bahri

Pada kitab Ilmu Tauhid dijelaskan bahwa kitab ini dinyatakan selesai ditulis pada 1114 H/1702 M. Jika ditelusuri, hal ini beranggapan bahwa karangan Syaikh Muhammad Zain al-Asyi ini mendahului karya ayahnya (Syaikh Jalaluddin bin Syaikh Kamaluddin al-Asyi) dengan karyanya yang pertama Hidayah al-Awam (1140 H/1727 M). Hal ini menurut sebagian besar filolog adalah belum ditemukannya karya dari Syaikh Jalaluddin al-Asyi yan sebelum Hidayah al-Awam.

Selain itu, jarak antara karya yang pertama (1114 H/1720 M) dan karya kedua beliau (1170 H/1757 M) cukup lama tanpa menghasilkan karya yang lain. Hal ini yang membuat munculnya argumen tentang adanya karya yang lain yang belum teridentifikasi.

Baca Juga  Biografi Lengkap KH. Thaifur Ali Wafa Beserta Ajarannya

Dari keseluruhan karya yang ditulis oleh Syaikh Muhammad Zain al-Asyi, Bidayah al-Hidayahmerupakan karya yang paling berpengaruh. Manuskrip salinan kitab ini sangat banyak dijumpai bahkan sampai saat ini. Namun perlu diperhatikan, bahwa daripada sekian banyak manuskrip Bidayah al-Hidayah, ada yang lengkap dan ada pula yang tidak lengkap isinya.

Bidayah al-Hidayah memang bukan hanya ditulis oleh Syaikh Muham­mad Zain al-Asyi, Imam al-Ghazali juga menulis kitab yang berjudul sama. Perbedaannya,Bidayah al-Hidayah karya Imam al-Ghazali membicarakan satu aspek memperbanyak amal dalam ilmu tasawwuf. Sedangkan kitab Bidayah al-Hidayahkarya Syaikh Muhammad Zain al-Asyi membicarakan tentang ilmu aqidah.

Selain membicarakan aqidah, kitab ini juga menjelaskan tentang ilmu tauhid, walaupun tidak sebanyak penjelasan aqidahnya. Di samping itu, kitab ini juga memuat informasi-informasi yang berhubungan atau peristiwa Islam yang terjadi di dunia Melayu, terutama di daerah Aceh pada jaman tersebut.

Kitab ini digunakan dalam pengajaran di tanah Melayu. Mulai sejak Syaikh Muhammad Zain al-Asyi masih hidup, dan bahkan setelah beliau wafat, yang mana diteruskan oleh murid-muridnya, seperti Syaikh Abdus Shamad al-Falimbani, Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari, Syaikh Daud bin Abdullah al-Fathani dan lain-lain. Sebelum kemunculan Syaikh Ahmad bin Muhammad Zain al-Fathani. Kitab yang tersebut diajarkan dalam bentuk salinan tulisan tangan.

Syaikh Ahmad al-Fathani adalah orang pertama mentashih kitab itu, kemudian mencetak kitab Bidayah al-Hidayah itu pada 1303 H/1885 M. Pada akhir semua edisi cetakan Bidayah al-Hidayahyang dinyatakan oleh Syaikh Ahmad al-Fathani, telah diringkaskanlah beberapa kalimat yang mukhtasharah (ringkas).

Setelah itu, disambungnya dengan gubahan puisi Syaikh Ahmad al-Fathani dari kitab tersebut dalam bahasa Melayu pada halaman terakhir, yaitu:

Hai saudara yang tiada sempurna dirayah *

melainkan dengan kitab Bidayah al-Hidayah

Hawa itu ibu bagi sekalian makhluk-Nya *

maka Bidayah al-Hidayah itu ibu al-barahin

Maka kitab ini asal yang dituntutnya *

dan yang lain ini kitab furu’nya

Khalilullah dengan dia mengajarnya *

pada langit akan shibyan sekaliannya

Maka orang yang tiada mengaji akidah as-Sanusi *

dipukul akan dia dengan dua Malaikat dengan besi

Citerakan oleh setengah yang shalihi *

asy-Syaikh itu diperdiam akan dia di ‘Illiyin

Tiada sah ia sembahyang dan puasa *

hingga mentauhid Tuhan Yang Esa

Demikian tiada diterima akan amal dan ibadat *

hingga mendiri akan dalil dan makrifat.

Pada halaman depan pula tercantum dua bait gubahan puisi Syaikh Ahmad al-Fathani dalam bahasa Arab, yaitu:

Baca Juga  Siapa Nama Kecil KH Ahmad Dahlan? Begini Awal Mula Perubahan Nama Kecil Jadi Ahmad Dahlan

لمعرفة الاله بلا ارتياب * بهداية فرض عين لاكفاية

علموا للهداية قوم تنجوا * فقدلاحت بداية الهداية

Yang mana memiliki arti,

Makrifat akan tuhan dengan tiada ragu dan salah,

ialah satu fardlu ‘ain, bukan fardlu kifayah

Ajarlah kaum akan petunjuk, niscaya salamah,

sungguh terang terdapat dalam Bidayah al-Hidayah.

Syaikh Ahmad al-Fathani memperhatikan bahwa kitab Bidayah al-Hidayah itu sangat digemari oleh masyarakat pengajian Islam Melayu, termasuk mereka yang tinggal di Makkah pada zaman itu. Oleh karena alasan tersebut, maka Syaikh Ahmad al-Fathani mulai mentashih kitab itu.

Syaikh Ahmad al-Fathani sendiri berhasil menemukan tulisan tangan asli Syaikh Muhammad Zain al-Asyi. Termasuk juga beberapa salinan naskah yang kebanyakannya adalah salinan oleh ayah beliau (Syaikh Muhammad Zain bin Mushthafa al-Fathani) yang penuh dengan catatan di bagian tepinya.

Dari karya itulah akhirnya Syaikh Muhammad Zain al-Asyi menjadi salah satu ulama’ yang sangat berpengaruh di tanah Aceh. Kitab tersebut juga sampai sekarang masih banyak diajar dan beredar dalam pasaran kitab. Jika kita bandingkan beberapa buah ilmu tauhid yang lebih dahulu, yang sezaman, bahkan yang lebih kemudian daripadanya, banyak yang tidak beredar lagi.

Karya dari Syaikh Muhammad Zain al-Asyi yang lain, Kasyful Kiram, yang berisi risalah-risalah tidak seterkenal kitab Bidayatul al-Hidayah, begitu pula kitab-kitab lain beliau. Namun, dengan kemasyhuran dari kitab Bidayatul al-Hidayah, membuat kitab-kitab lain juga secara tidak langsung juga dipelajari.

Sampai saat ini masih belum diketahui tentang keturunan dari Syaikh Muhammad Zain al-Asyi. Namun keempat murid dari beliaulah yang dapat diketahui. Singkat kata bahwa mereka berempatlah yang merupakan keturunan dari Syaikh Muhammad Zain al-Asyi. Selain masalah keturu­nannya, sampai saat ini masih belum juga diketahui kepastian dari wafat Syaikh Muhammad Zain al-Asyi. Baik waktu wafatnya pada tahun berapa, maupun di mana letak makam beliau. (*)