Fajar Bustomi seorang sutradara asal Indonesia. Salah satu karya terkenalnya yang menjadi box office di Indonesia adalah Dilan 1990, yang ditonton lebih dari 6,3 juta penonton, menjadi film terlaris di Indonesia pada tahun 2018.
Dikabarkan bahwa Fajar Bustomi sutradara beken itu akan menyutradarai Film Penakluk Badai yang diadaptasi dari Novel Biografi KH. Hasyim Asy’ari karya KH. Aguk Irawan MN. Edisi lengkap menurut penuturan PH. Starvision Chand Pharwes, restu pembuatan film Penakluk Badai dari keluarga sudah didapatkan, saat itu yang mewakili keluarga adalah almarhum KH. Solahudin Wahid saat masih hidup. Ada tanda tangan resmi dan catatan-catatan khusus.
Sosok Hadratussyekh KH Muhammad Hasyim Asy’ari (1871-1947) telah dikenal luas sebagai ulama dan pemimpin besar dalam pergerakan nasional mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia. Berkat perjuangan besarnya itu, KH Hasyim Asy’ari ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Soekarno pada 17 November 1964 melalui Keppres Nomor 294 Tahun 1964.
Menurut penuturan KH. Aguk Irawan MN yang menulis novel Biografi KH. Hasyim Asy’ari, dalam waktu dekat Sutradara Beken Fajar Bustomi akan mencari Aktor Terbaik untuk Film Penakluk Badai yang sudah ditunggu-tunggu oleh masyarakat ini.
Sinopsis Film Penakluk Badai ditulis oleh : Alim Sudio, dan Nana Sitompul yang dikembangkan dari Novel Penakluk Badai karya KH. Aguk Irawan MN. Pada sinopsis tersebut tertulis Sekembalinya ke Tanah Air, HASYIM membantu ayahnya mengajar di Pesantren Teras. Namun dia tetap merasa ada yang kurang. Karena bagi HASYIM, pondok pesantren bukan hanya sekedar tempat untuk belajar kepentingan diri sendiri, namun juga untuk membumisasikan pesantren agar memiliki dampak secara langsung kepada masyarakat. Karenanya dia bertekad untuk mendirikan pesantren yang dekat kepada masyarakatnya. Menurutnya, justru pesantren perlu didirikan di tengah masyarakat yang dinilai memiliki akhlak yang paling buruk.
Tebuireng disewakan ke Belanda untuk ditanami tebu dengan imbalan yang kecil, dan Belanda membangun tempat minum, pelacuran dan judi agar petani dan buruh terlena. Sehingga banyak rakyat tambah miskin dan hanya bergantung pada uang sewa dan upah yang kecil. HASYIM mencari cara bagaimana caranya menyadarkan masyarakat. Kemudian dia dan santrinya MASHUM ALI dan BISRI SYAMSURI sampai pada keputusan untuk membeli tanah yang dekat dengan pesantrennya untuk berkebun dan memelihara ikan. Dia ingin memberi contoh pada masyarakat bahwa bekerja itu mensejahterahkan.
HASYIM dan para santri berhasil membuat kebun yang menghasilkan sayuran dan buah buahan yang bagus dan besar besar. Adalah MARTO LEMU yang merupakan pemabuk sekaligus pengusaha kaya raya. Beliau pemasok minuman keras dari berbagai merek dan juga memiliki banyak gerobak sapi yang disewakan untuk mengangkut barang. Lama kelamaan MARTO LEMU melihat manfaat dan kebaikan Pesantren Tebuireng. MARTO LEMU mulai ikut pengajian maupun sholat berjamaah. Dia menjadi salah satu sahabat HASYIM. Melalui MARTO LEMU juga akhirnya nama HASYIM mulai dikenal masyarakat di sekitar pesantren. Makin lama makin banyak yang datang untuk mendengarkan dakwah HASYIM dan pesantrennya makin maju pesat.
Hal ini dianggap merupakan ancaman bagi Belanda yang menginginkan masyarakat tetap miskin dan bodoh. Beberapa kali para preman menakut nakuti HASYIM dan santrinya. Menghadang hasil panennya di jalan, mencuri hasil panennya. Bahkan beberapa santri sempat dilukai oleh preman. HASYIM tidak kehilangan akal. Dia mengundang para kiai dari Pesantren di Cirebon yang terkenal dengan ilmu bela dirinya untuk mengajari para santrinya ilmu bela diri. Namun ancaman makin menjadi-jadi. Pesantren diancam akan dibakar.
Hasyim Asyari sedang menanti kelahiran anaknya yang ke sembilan. Sementara itu Asad diutus oleh Kiai Kholil Bangkalan untuk mengantarkan tongkat Kiai Kholil ke Hasyim Asyari. Perjalanan mengantarkan tongkat Kiai Kholil tidaklah mudah. Di perahu Asad dikira orang gila dan di perlajanan menuju Tebuireng dia hampir dirampok dan dikira pemberontak oleh opsir Belanda.
Sementara itu di dunia pesantren terjadi pergolakan dan perpecahan. Ahmad Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah mengharamkan beberapa ritual budaya ataupun perayaan Islam yang dianggap bidah. Termasuk di antaranya ziarah, perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW. Murid Hasyim yang paling senior, Mashum dan Bisri risau dengan berkembangnya Muhammadiyah, sehingga diadakan diskusi di pesantren Tebu Ireng yang dihadiri oleh kiai kiai senior dari pesantren salafi, yang intinya meminta Hasyim membentuk/mengumumkan perkumpulan yang lebih besar dari Muhammadiyah yang terdiri dari pesantren salafi. Hasyim menolak karena menurutnya ini akan jadi awal perpecahan umat Islam nusantara.
Suatu hari Hasyim diundang makan malam oleh penguasa Belanda di Jombang, Mr.Jacobus. Hasyim datang bersama putrinya Aisyah, Oman dan muridnya Ali. Ali berkenalan dengan Ellen, putri Mr. Jacobus. Kecintaan mereka terhadap buku membuat mereka saling tertarik. Aisyah, putri Hasyim cemburu dengan kedekatan Ali dan Ellen. Meski Hasyim sudah mengingatkan bahwa ajaran mereka berbeda tapi Ali tetap dengan pendiriannya bahwa Ellen tertarik dengan Islam.
Sementara itu Hasyim masih belum sependapat dengan sahabatnya HOS Tjokroaminoto masalah empat mazhab yang menurut HOS Tjokroaminoto sudah terlalu kuno untuk diikuti. Menurut Hasyim, Nabi Muhammad bersabda bahwa sebaiknya berguru pada kiai yang sanadnya langsung pada nabi Muhammad.
Asad diutus oleh Kiai Kolil kembali untuk mengantarkan tasbih ke Hasyim. Hasyim menangi menerima tasbih tersebut dan merasa bahwa sudah saatnya dibentuk jamaah yang lebih besar. Akhirnya, Hasyim memanggil murid murid seniornya Wahab Chasbullah, Bisri dan Mashum untuk mengadakan sidang pembentukan cikal bakal NU di Tebuireng. Akhirnya NU terbentuk. Ketika Ali semakin dekat dengan Ellen, Mr. Jacobus mempengaruhi Ali untuk membujuk Hasyim bekerjasama dengan Belanda dan mendukung pabrik gula Cikunir. Hasyim menolak tawaran tersebut dan Ali dikucilkan oleh murid murid pesantren. Mr. Jacobus marah pada Ali dan melarangnya bertemu Ellen. Ali keluar dari pesantren dan sehari hari menjaga, dan belajar di masjid pasar Diwek .
Pada kesempatan lain, Kapten Pieter, penguasa Belanda di Jombang datang menjumpai Hasyim untuk menyerahkan penghargaan dari Ratu Belanda berupa permata. Hasyim menolak. Hal tersebut memicu kemarahan Kapten Pieter. Akhirnya Mr.Jacobus dan Kapten Pieter berencana untuk membunuh Hasyim dalam perjalanannya kembali dari Muktamar NU di Pekalongan. Ellen yang mengetahui rencana tersebut, menjumpai Ali di musholla pasar Diwek, dan menyampaikan pada Ali rencana ayahnya yang akan membunuh Kiai di stasiun kereta.
Di stasiun kereta Hasyim bertemu kembali dengan HOS Tjokroaminoto. Dan mereka kembali berdikusi tentang bidah. Dengan sabar Hasyim menyampaikan pandangannya pada HOS Tjokroaminoto. Di stasiun kereta di Surabaya Kapten Pieter sudah menunggu Hasyim. Ali juga sudah siaga di sana. Begitu melihat Kapten Pieter membidikkan senjatanya pada Hasyim, Ali melompat dan melindungi Hasyim. Ali tergeletak dan ditolong oleh Oman dan Bisri. Ali meninggal dunia dan saat pemakaman Ali, Hasyim berpesan agar setiap yang sehat harus berjuang untuk kemerdekaan Indonesia.