Syarh ‘ala ‘Aqidatil Awwam
Syekh Nawawi al Bantani adalah seorang ulama asal Banten yang diakui keilmuannya dalam bermadzhab Syafi’i, mufassir, mutashawwif dan juga pakar ilmu-ilmu keislaman. Hal tersebut nampak terlihat dari karya-karyanya yang meliputi berbagai cabang keilmuan. Sosok Syekh Nawawi diakui kalangan ulama internasional sehingga tersemat gelar Sayyidul Hijaz pada masanya.
Kitab Nuruz Zhalam adalah syarah atas nadzam Aqidatul Awwam karangan Sayyid Ahmad al-Marzuqi al-Maliki al-Makki ini merupakan karya populer di karangan pesatren. Teks mengenai keimanan yang disajikan dalam bentuk sajak ini memuat sifat-sifat wajib pada Allah Taa’ala, sifat-sifat Nabi, nasabnya, istri-istri dan anak-anaknya.
Menurut Ahmad Ginanjar Sya’ban dalam alif.id, Kitab Nuruz Zhalam adalah sebuah karya syarah (penjelasan) atas matan (teks) kitab ‘Aqidatul ‘Awam” karya ulama besar dunia Islam di abad ke-18 M asal Mesir, yaitu Syekh Ahmad al-Marzuqi al-Maliki al-Mishri, yang masih terhitung sebagai salah satu guru langsung dari Syekh Nawawi Banten.
Teks ‘Aqidatul ‘Awam berisi kajian dasar-dasar ilmu tauhid (teologi Islam) yang sangat populer dikaji di pelbagai institusi pendidikan dunia Islam.

Menurut Ahmad Ginanjar Sya’ban Foto di atas merupakan kolofon (titimangsa) yang terdapat pada halaman terakhir dari manuskrip kitab “Nuruz Zhalam” karangan seorang ulama besar Nusantara asal Banten yang berkarier di Makkah, yaitu Syaikh Muhammad Nawawi b. Umar al-Bantani al-Makki (Syekh Nawawi Banten, w. 1897).
Kolofon tersebut menginformasikan jika Syekh Nawawi Banten mulai mengerjakan karyanya itu pada hari Selasa, masa selepas lohor (zuhur), pada 13 Syawwal 1277 Hijri (bertepatan dengan 24 April tahun 1861) di kota suci Makkah al-Mukarramah. Karya tersebut kemudian diselesaikan pada hari Sabtu, waktu Dhuha, 24 di bulan dan tahun yang sama (bertepatan dengan 5 Mei 1861).
Tertulis di sana:
قال المؤلف: وكان ابتداء هذا الكتاب يوم الثلاثاء بعد الظهر في الثالث عشر من شهر شوال المبارك من شهور سنة ألف ومائتين وسبعة وسبعين من الهجرة النبوية على صاحبها أفضل الصلاة وأزكى التحية والاكرام. وقد وافق الكمال يوم السبت وقت الضحى في الرابع والعشرين من ذلك الشهر في مكة المشرفة
(pengarang [Syekh Nawawi Banten] berkata: adapun permulaan menulis kitab ini adalah pada hari Selasa selepas Zuhur pada tanggal tiga belas bulan Syawwal yang diberkati pada tahun Seribu Dua Ratus Tujuh Puluh Tujuh Hijrah Nabawiyah, semoga doa terbaik dan penghormatan termulia senantiasa tercurah kepada sang pemilik tahun hijrah itu. Adapun penyelesaian karya ini pada hari Sabtu waktu Dhuha tanggal dua puluh empat di bulan yang sama. Bertempat di kota Makkah yang dimuliakan).
Merujuk pada keterangan di atas, hal ini berarti jika dalam menulis karyanya yang berjudul Nuruz Zhalam ini, Syekh Nawawi Banten hanya memerlukan waktu selama sebelas belas (11) hari saja, atau satu minggu setengah.
Dalam halaman terakhir manuskrip kitab Nuruz Zhalam ini juga, terdapat sebuah “taqrizh” (semacam sambutan atau endorsement) dari seorang ulama besar Al-Azhar di Kairo, Mesir, yang bernama Syaikh ‘Audh al-Ghamrâwî. Beliau menuliskan “taqrizh” itu dalam bentuk puisi bermetrum (bahr) “al-mutaqarib”. Tertulis di sana:
أروض بعض الزهور أراها # وزاد بما قد حواه بها
وقرتْ عيون المحبين حلا # رواه لأوج المعالى انتها
أبان عن القصد منها فمن # يراها يرى الشمس أفقها
وذاك النواوي محمد من # سما بالمزايا التي قالها
(Aku memasuki taman berbunga [maksudnya: kitab Nuruz Zhalam ini] yang aku lihat # yang kian bertambah keelokan di dalamnya
Mata para kekasih yang memandangnya pun menjadi teduh # menuntun mereka menuju puncak keelokan tertinggi
Menjelaskan segala sekian maksud, maka barang siapa # memandangnya ia akan merasa memandang matahari bersinar terang di ufuknya
Ialah seorang yang bernama Nawawi Muhammad, seseorang yang # menyandang nama sekian keistimewaan yang dikatakan atasnya)
Informasi lainnya yang bisa kita dapati dari keterangan kolofon di atas adalah masa produktivitas Syekh Nawawi Banten yang sudah berlangsung sejak pertengahan abad ke-19 M. Di masa itu, Syekh Nawawi telah melahirkan sejumlah karya genuin yang menjadi sumber rujukan kajian penting dalam ilmu-ilmu keislaman.
Aktivitas ini terus berlangsung hingga masa-masa tua Syekh Nawawi Banten bahkan menjelang kewafatannya di akhir abad ke-19 M (1897). Misalnya, pada paruh pertama tahun 1885, ketika Snouck Hurgronje berada di Makkah dan bertemu dengan Syekh Nawawi Banten yang dikatakannya sudah berusia sepuh, diterangkan jika Syaikh Nawawi Banten pada waktu itu baru saja menyelesaikan sebuah karya besarnya di bidang tafsir Alquran, yang mana dalam hal ini adalah kitab “Tafsirul Munir” atau “Marahul Labid”.

