Ibunda Gus Maksum: Ulama Perempuan yang Kebal Setrum Listrik dan Mampu Mengangkat Beras Satu Sak Besar dengan Satu Tangan

Oleh: Ahmad Ali Adhim

Pulau Jawa, dengan sejarah keagamaan dan keilmuan yang kaya, menjadi tempat kelahiran beberapa ulama ternama yang dihormati dan diakui kesaktiannya. Salah satunya adalah Gus Maksum atau KH Abdulloh Maksum Jauhari Lirboyo, Kediri, yang tak hanya dikenal sebagai kiai paling sakti di Pulau Jawa, tetapi juga memiliki ibu yang memiliki karomah atau kesaktian luar biasa, yaitu Bu Nyai Aisyah. Kisah-kisah menakjubkan tentang kesaktian Nyai Aisyah tidak hanya mencakup kebal terhadap setrum listrik, tetapi juga kekuatan fisik yang luar biasa, seperti mengangkat beras satu sak besar dengan satu tangan.

Gus Maksum lahir di Kanigoro, Kras, Kediri, pada tanggal 8 Agustus 1944, sebagai putra dari pasangan KH Abdullah Jauhari dengan Nyai Aisyah. Beliau juga merupakan salah seorang cucu dari pendiri Pondok Pesantren Lirboyo, KH Manaf Abdul Karim. Kesaktian Gus Maksum sudah tampak sejak kecil, dan legenda seputar kehebatannya terus berkembang seiring berjalannya waktu.

Sejarah sering kali mengabaikan peran ulama perempuan di Indonesia, padahal kiprah mereka sudah terjadi sejak abad ke-18. Ketika kita menyebut kata “ulama,” pikiran kita secara otomatis tertuju pada sosok laki-laki. Hal ini tak terlepas dari konstruksi sosial yang telah berlangsung selama berabad-abad, menjadikan peran ulama perempuan terpinggirkan dalam catatan sejarah.

Kata “ulama” selalu dikonotasikan sebagai seorang laki-laki yang memiliki pengetahuan dan otoritas dalam urusan agama. Perempuan seolah tak pernah dianggap sebagai bagian dari kategori ulama. Konstruksi ini telah membayangi masyarakat selama berabad-abad dan bertahan hingga saat ini.

Namun, faktanya, ulama perempuan memiliki kontribusi yang sangat besar, dan jumlah mereka melimpah di Indonesia. Sejak masa sebelum kemerdekaan, ulama perempuan aktif di pesantren-pesantren di seluruh tanah air. Mereka bukan hanya mengajar santri dan membaca kitab kuning, melainkan juga menjadi pengelola pesantren, merintis pendidikan untuk perempuan, dan menjadi rujukan masyarakat dalam memberikan nasehat. Tak sedikit pula ulama perempuan yang turut serta dalam perlawanan terhadap penjajah Belanda.

Setelah kemerdekaan, jumlah ulama perempuan terus berkembang, menjadi rujukan baik di lingkungan perguruan tinggi Islam maupun di pesantren-pesantren modern. Sejarah Nusantara mencatat sejumlah nama ulama perempuan di berbagai daerah, mereka tidak hanya mendidik kaum perempuan tetapi juga memiliki kisah kesaktian yang unik dan tak terduga.

Jauh sebelum Indonesia merdeka, ulama perempuan telah memainkan peran sentral dalam membentuk masyarakat yang berilmu dan berakhlak. Mereka tidak hanya menjadi pendidik di pesantren, tetapi juga aktif dalam pengelolaan pesantren dan merintis pendidikan khusus untuk perempuan. Keberanian ulama perempuan tidak hanya terbatas pada bidang keilmuan, banyak di antara mereka juga turut serta dalam perlawanan fisik terhadap penjajah Belanda.

Pasca kemerdekaan, peran ulama perempuan semakin terang benderang. Mereka menjadi rujukan utama dalam hal keagamaan, memberikan kontribusi signifikan di perguruan tinggi Islam dan pesantren-pesantren modern. Keilmuan dan kebijaksanaan ulama perempuan tidak hanya dibutuhkan oleh kalangan perempuan, tetapi juga oleh seluruh masyarakat.

Salah satu aspek penting dari kontribusi ulama perempuan adalah dalam meretas jalan pendidikan. Mereka tidak hanya menjadi pengajar di pesantren, tetapi juga mendirikan lembaga pendidikan khusus untuk perempuan. Pendidikan menjadi alat utama untuk memberdayakan perempuan dan menciptakan generasi yang berilmu dan berkarakter.

Sejarah mencatat bahwa banyak ulama perempuan yang ikut serta dalam perlawanan fisik terhadap penjajah Belanda. Mereka tidak hanya memberikan pemahaman agama, tetapi juga mengajarkan semangat persatuan dan perjuangan. Kisah-kisah heroik ini menjadi bagian tak terpisahkan dari peran ulama perempuan dalam mengisi lembaran sejarah perjuangan bangsa.

Tidak hanya memiliki keilmuan tinggi, namun beberapa ulama perempuan juga tercatat memiliki kisah kesaktian yang unik dan tak terduga. Kisah-kisah ini menjadi bukti bahwa keberkahan ilmu dan keimanan mereka menciptakan dimensi spiritual yang luar biasa.

Seiring berjalannya waktu, kita seharusnya tidak melupakan jejak ulama perempuan di Indonesia. Konstruksi sosial yang selama ini mengabaikan peran mereka perlu diubah. Dalam menciptakan sejarah yang adil dan merata, kita harus memberikan pengakuan setinggi-tingginya pada ulama perempuan yang telah dan sedang berkiprah.

Ulama perempuan di Indonesia telah lama menjadi pilar utama dalam membentuk masyarakat yang berilmu dan berakhlak. Peran mereka tidak hanya terbatas pada ranah keilmuan, tetapi juga mencakup pengelolaan pesantren, pendidikan, dan bahkan perlawanan terhadap penjajah. Kisah-kisah kesaktian dan kebijaksanaan ulama perempuan menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah perjuangan dan pengabdian mereka. Mari kita bangkitkan kembali pengakuan dan apresiasi terhadap ulama perempuan, agar mereka tetap menjadi inspirasi bagi generasi yang akan datang.

Salah satu kisah menarik yang menjadi bukti kesaktian Nyai Aisyah terjadi ketika ada masalah listrik di dalam pondok. Seorang pengurus pondok meminta izin untuk mengambil alat kelistrikan yang diperlukan, namun Nyai Aisyah menolak dan memberi perintah untuk memperbaiki listrik dengan tangan kosong. Pengurus tersebut, tanpa membawa alat apapun, mampu memperbaiki listrik tanpa merasakan sengatan listrik. Kejadian ini menunjukkan karomah Nyai Aisyah dalam hal kebal terhadap setrum listrik.

Namun, keberanian pengurus tersebut membawa kejadian lebih menarik. Merasa kebal terhadap listrik, pengurus mencoba memegang kabel yang sedang dialiri listrik tanpa izin Nyai Aisyah. Akibatnya, pengurus tersebut tersengat listrik dan nyaris pingsan. Hal ini menjadi pelajaran bagi semua bahwa karomah bukanlah sesuatu yang boleh diuji sembarangan.

Tak hanya kebal terhadap listrik, Nyai Aisyah juga memiliki kekuatan fisik yang luar biasa. Salah satu kisah menarik adalah saat ada beras satu sak besar yang perlu diangkat di depan rumah. Seorang santri dipanggil untuk melakukannya, namun santri tersebut mengaku tidak kuat untuk mengangkat beban seberat itu.

Dengan senyuman kecil, Nyai Aisyah mendekati santri tersebut. Dengan satu tangan saja, beliau mampu mengangkat beras seberat satu kwintal itu seperti membawa sayuran. Kejadian ini tidak hanya menunjukkan kekuatan fisik yang luar biasa, tetapi juga memberikan pesan akan kelembutan dan kebijaksanaan Nyai Aisyah dalam mengajarkan pelajaran hidup kepada para santri.

Seiring berjalannya waktu, Gus Maksum menjadi seorang ulama terkemuka yang dihormati banyak orang, terutama di kalangan santri Pondok Pesantren Lirboyo. Namun, kesaktian dan ketenaran Gus Maksum tidak membuatnya melupakan akar dan sumber keberadaannya, yaitu ibunya, Nyai Aisyah.

Pada awal tahun 90-an, santri Lirboyo mengakui betapa ta’dhimnya Gus Maksum pada ibunya. Meski dihormati sebagai pendiri Pagar Nusa dan Gasmi oleh ribuan santri, Gus Maksum selalu menunjukkan penghormatan luar biasa pada Nyai Aisyah. Dalam setiap langkahnya, beliau selalu berjalan pelan di belakang ibunya, menunjukkan betapa besar hati seorang ulama terkemuka.

Kisah-kisah tentang kesaktian Nyai Aisyah tidak hanya menjadi legenda dalam sejarah Pondok Pesantren Lirboyo, tetapi juga menyimpan pelajaran spiritual yang mendalam. Kesaktian beliau mencerminkan kedalaman iman dan koneksi spiritual yang kuat dengan Yang Maha Kuasa. Keberanian dan kebijaksanaan beliau dalam menghadapi ujian hidup menjadi contoh bagi para santri dan masyarakat umum.

Dalam konteks kebal terhadap listrik, kisah ini mengajarkan bahwa karomah bukanlah sesuatu yang dapat diuji sembarangan. Lebih dari itu, kesaktian Nyai Aisyah mengajarkan tentang keberanian dalam memperbaiki masalah tanpa takut pada bahaya, asalkan dilakukan dengan niat yang baik dan penuh keikhlasan.

Kisah mengangkat beras satu sak besar dengan satu tangan juga memberikan gambaran tentang kekuatan spiritual yang mampu mengatasi batasan fisik. Nyai Aisyah tidak hanya memiliki kekuatan luar biasa, tetapi juga kelembutan dalam memberikan perintah dan memberikan contoh kepada para santri.

Sebagai bagian dari sejarah Pondok Pesantren Lirboyo, kisah-kisah ini tidak hanya menjadi cerita-cerita menarik, tetapi juga menjadi warisan spiritual yang harus dijaga dan dihayati oleh generasi penerus. Kesaktian Nyai Aisyah dan penghormatan Gus Maksum pada ibunya menjadi inspirasi bagi para santri untuk menjalani kehidupan dengan keimanan dan ketakwaan.

Dalam mengenang sosok Nyai Aisyah, para santri dan masyarakat Lirboyo tidak hanya merayakan kesaktiannya, tetapi juga merenungkan nilai-nilai spiritual yang dapat diambil dari kisah-kisah tersebut. Kesederhanaan, keberanian, dan kelembutan adalah nilai-nilai yang terpancar dari perjalanan hidup Nyai Aisyah.

Kisah kesaktian Nyai Aisyah, ibunda dari Gus Maksum, tidak hanya menggambarkan keajaiban dan kekuatan spiritual yang luar biasa, tetapi juga menyiratkan pelajaran hidup yang mendalam. Sebagai bagian dari sejarah Pondok Pesantren Lirboyo, kisah-kisah ini menjadi sumber inspirasi dan pengajaran bagi generasi-generasi yang akan datang.

Dalam mengingat dan merayakan kesaktian Nyai Aisyah, penting bagi kita untuk menjaga dan meneruskan nilai-nilai spiritual yang terkandung dalam kisah-kisah tersebut. Kesederhanaan, keberanian, dan kelembutan bukan hanya merupakan warisan dari Nyai Aisyah, tetapi juga merupakan landasan bagi pengembangan pribadi dan spiritual di tengah-tengah masyarakat.

Kisah-kisah ini mengajak kita untuk merenung tentang makna sejati dari kesaktian dan kebijaksanaan spiritual. Nyai Aisyah, dengan segala kelembutannya, telah meninggalkan jejak yang mendalam dalam sejarah keagamaan di Pulau Jawa. Semoga kisah-kisah ini terus menginspirasi dan memberikan hikmah bagi kita semua dalam perjalanan hidup yang penuh ujian dan makna.

Rekomendasi