Oleh: Abidah Daniyah
Pilihan untuk nyantri sekarang sudah banyak diminati di kalangan remaja putra dan putri, sebab di masa pandemi seperti ini pilihan terbaik dalam menimba ilmu adalah mondok. Para orang tua juga lebih utama memondokkan anak karena dengan mondok anak-anak lebih aman dan orang tuapun menjadi lebih merasa tenang. Tak bisa dipungkiri beberapa dari mereka juga dipaksa untuk nyantri oleh kedua orang tuanya.
Namun berjalannya waktu merekapun bisa menerima dengan ikhlas bahwa apa yang sudah orang tua putuskan untuk kita adalah yang terbaik sebab yang mereka fikirkan adalah agar anaknya selalu dalam KeRidhoan Allah. Dalam menjalani kehidupan di pesantren, kunci utamanya adalah sabar dan ikhlas. Jika kita sebagai santri menanamkan dan memakemkan diri agar ikhlas dan sabar, pasti Insya Allah kehidupan kita akan selalu Allah Ridhoi.
Bukan hanya kita yang akan mendapatkan kebarokahan tetapi kedua orang tua kita juga akan mendapatkan barokah dari usaha-usaha kita selama dipesantren. Hidup di lingkungan pesantren mengajarkan kita untuk mandiri, bersosialisasi dengan baik entah itu dengan guru dan teman sesama santri, belajar mendewasakan diri dalam menghadapi berbagai masalah yang timbul dilingkungan para santri.
Setiap santri putra maupun santri putri pasti memiliki masalahnya masing-masing, bisa dikatakan itu adalah ujian masing-masing santri. Para santri putra maupun santri putri sudah sebaiknya dan wajib mengikuti segala peraturan yang ada di lingkungan pesantren. Sebagai santri kita harus mematuhi peraturan dari Kyai, guru-guru, umana, ustadz, ustadzah, kepala kamar bahkan pengurus masing masing asrama pesantren.
Peraturan dipesantren pasti dibuat dengan segala pertimbangan yang matang untuk keamanan dan kenyamanan para santri-santrinya. Tidak dipungkiri bahwa kehidupan dipesantren juga akan timbul masalah-masalah, entah itu masalah dari luar atau dari kalangan santri di dalamnya. Kita juga harus memahami bahwa dipesantren itu ada banyak kepala dan setiap kepala memiliki karakter yang berbeda-beda.
Ada santri yang pendiam, ada santri yang pemarah, ada santri yang suka jahil,ada santri yang genit atau bisa disebut dengan istilah caper (cari perhatian) bahkan ada juga yang suka mengambil barang milik temannya. Semua itu adalah wajar sebab kembali kepada yang tadi bahwa karakter setiap manusia itu berbeda-beda, masalah yang datangpun berbeda-beda. Semua tergantung diri kita bagaimana menyikapi dan membawa diri kita.
Yang menjadi sorotan saat ini adalah etika terhadap pengurus pesantren maupun pengurus disetiap asrama pesantren. Banyak dari kalangan santri putra bahkan santri putri yang usianya bisa dikatakan usia-usia yang seperti bunga yang baru merekah. Mereka mulai menginjak masa-masa remaja. Dimana masa-masa ini adalah masa-masa yang sangat rentan dalam proses pendewasaan diri. Jangankan di usia-usia belia seperti mereka di usia yang sudah mulai matang saja bisa tidak terkontrol.
Yang menarik dalam kasus yang ada di lingkungan pesantren adalah sudah ada aturan dilarang pacaran oleh pengurus tapi mereka masih saja melanggarnya. Namanya juga remaja, namanya juga manusia biasa, memiliki perasaan kagum, perasaan suka itu semua adalah proses. Proses diri dalam mendewasakan diri. Yang menariknya kok bisa pacaran?, kapan mereka bertemu dan bagaimana awalnya kok mereka bisa pacaran?
Mungkin berawal dari tak sengaja mereka bertemu ketika ada momen-momen yang tak sengaja, seperti santri putra yang harus datang ke asrama santri putra hanya untuk mengambil sampah, membersihkan bak mandi atau kamar mandi, mungkin ada yang diutus untuk memberikan kiriman makanan dari Bu Nyai dll…. Semua itu menjadi peluang untuk mereka yang tidak sengaja bertemu dan timbul rasa penasaran.
Rasa penasaran di usia mereka adalah wajar dan sering terjadi. Berawal dari rasa penasaran itu akhirnya saling kirim surat, saling titip salam, minta nomer telpon asrama. Masalah yang satu ini sangat menarik menurut saya. Kenapa menarik? Bayangkan di lingkungan pesantren yang sudah tertutup dari dunia luar tetapi masih saja kecolongan santrinya bisa pacaran dan melanggar aturan pengurus pesantren.
Menariknya lagi ketika ada yang ketahuan malah mereka tidak memiliki etika baik terhadap pengurus. Ditegur sekali dua kali tidak dihiraukan bahkan sampai mengghibah pengurus yang bilang pengurusnya killerlah, penguruskan tidak pernah mudahlah, yang pengurusnya tidak punya rasa cintalah. Bahkan ada yang sampai bertindak seolah-olah tidak memiliki etika diri sebagai santri dalam arti lupa dirinya adalah santri, semua itu karena dirinya sudah dikuasai oleh keegoisan.
Bahkan terkadang pengurusnyapun sampai kesusahan dalam bertindak. Nanti dikerasi anaknya mutung dan tidak mau nyantri lagi, nanti kalau di tegur alus malah ngelunjak. Menjadi pengurus itu juga sangat repot. Repotnya nanti tegas dibilang jahat dan kalau tidak tegas nanti santrinya seenaknya saja. Nah… dari semua masalah yang ada jalan terbaik adalah komunikasi. Komunikasi antara pengurus dan para santri itu penting.
Kita tak pernah tahu urusan pribadi masing-masing santri, bayangkan jika santri yang segitu banyaknya harus diurus satu-satu oleh pengurus yang hanya beberapa saja. Pasti ya kuwalahan keteteran dan tidak mungkin. Makanya ada pemberlakuan peraturan dan peraturan itu wajib untuk semua santri putra maupun santri putri. Namun jika tidak diimbangi dengan komunikasi antara pengurus dan santri maka yang ada tidak ada kesinambungan dari kedua pihak.
Pendekatan pengurus kepada santri yaitu dengan jalan komunikasi itu penting. Agar santri tau batasan-batasan dalam etika menghormati pengurus. Pengurus adalah bagian dari pesantren yang wajib juga untuk kita hormati dan dihargai. Mereka mengabdi dengan pesantren itu tulus, sebagai santri kita wajib memberikan mereka sesuatu yaitu hormatilah mereka, sebab mereka juga manusia biasa, mereka seperti itu ya karena mereka melakukan kewajibannya sebagai pengurus.
Teman-teman muslim dan muslimahku, kalau kita pacaran terus menganggu pikiran kita dalam menjalankan hari-hari dan kewajiban kita di pesantren maka yang rugi adalah diri kita sendiri dan orang tua kita tentunya. Iya kalau menjadi penyemangat , lha kalau itu menjadi bumerang kan rugi sekali kita. Apalagi sampai melanggar aturan dari pesantren, sampai sembunyi sembunyi ketemuan, itu sangatlah merugi teman.
Tidak ada istilah pacaran islami. Kalau sudah waktunya maka Allah akan dekatkan dengan orang pilihan Allah dengan cara yang baik-baik. Tanpa pacaran dan tidak pernah bertemu, tau-tau Allah temukan dalam ijab qobul itu lebih dan sangat keren daripada pacaran melanggar aturan pengurus sampai tidak memiliki etika yang baik dengan pengurus. Fokuslah pada tujuan utama mondok yaitu menuntut ilmu dalam mencari KeRidhoan Allah.
Terutama para kalangan santri putri, ayolah kita tanamkan dalam hati kita bahwa menjadi perempuan yang limited edition itu lebih elegan daripada menjadi wanita best seller yang gampangan didapatkan oleh banyak laki-laki. Kita tidak usah repot-repot melanggar aturan pesantren, pacaran dengan ini itu, untuk apa?, hanya akan merugikan kita. Ingatlah Allah itu Maha Baik dan Allah akan memberi kita jodoh yang terbaik pula sesuai cerminan diri kita.
Jangan melanggar aturan pesantren hanya untuk mendewakan keegoisan kita. Kuasai diri kita dengan sebaik-baiknya, tidak peduli apa keadaan kita, apakah sedih atau bahagia, waktu tidak pernah berhenti menunggu. Waktu terus berjalan Ingatlah kebahagiaanmu tidak ditentukan oleh orang lain tetapi dirimu sendiri dari waktu yang kamu habiskan untuk menata dirimu sendiri karena waktu yang kamu lakukan hari ini menentukan masa depanmu.