Oleh: Ali Adhim
Ning Winda merupakan istri Gus Baha yang menikah pada tahun 2003, Ia merupakan putri dari Kiai Pesantren Sidogiri. Menurut Gus Baha setelah dirinya menikah dengan Ning Winda perjalanan hidupnya bisa dikatakan sangat pahit. Hingga ketika tinggal di Yogyakarta, Gus Baha dan istrinya Ning Winda hidup pas-pasan disalah satu kontrakan.
Physical training and reflection on moods, emotions and feelings. Influence of the body on the mind. | BombDown turinabol premier, the government gives the ok to physical contact in training.
Gus Baha merupakan salah satu ulama yang berasal dari Rembang, Jawa Tengah. Pria kelahiran 29 September 1970 ini merupakan murid dari salah satu ulama kharismatik yakni KH Maimun Zubair. Ia meyampaikan ceramah pada kajian dan dibagikan melalui media sosial seperti Instagram dengan akun Sing Penting Ngaji. Gus Baha merupakan putra dari seorang ulama pakar Al-Qur’an dan juga pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an LP3IA, Kiai Nursalim al-Hafizh, dari Narukan, Kragan, Rembang. Dari silsilah keluarga ayah, Gus Baha merupakan generasi ke-4 ulama-ulama ahli Al-Qur’an.
Sedangkan dari silsilah keluarga ibu, Gus Baha menjadi bagian dari keluarga besar ulama Lasem, dari Bani Mbah Abdurrahman Basyeiban atau Mbah Sambu. Setelah menyelesaikan pendidikannya di Sarang, Gus Baha menikah dengan seorang anak Kiai yang bernama Ning Winda pilihan pamannya dari keluarga Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur.
Ada kisah menarik di balik kisah pernikahan Gus Baha dengan istrinya. Gus Baha menikahi seorang putri kiyai bernama Ning Winda. Sebelum lamaran berlangsung, KH Ahmad Bahauddin Nursalim mengutarakan sesuatu terhadap calon mertuanya.
Siapa sangka, ternyata ada cerita menarik di balik pernikahan Gus Baha. Diketahui, sebelum lamaran, Gus Baha menemui calon mertuanya dan mengutarakan sesuatu. Ia mengutarakan bahwa kehidupan beliau bukanlah model kehidupan yang glamor, melainkan kehidupan yang sangat sederhana.
Ia berusaha meyakinkan calon mertuanya untuk berpikir ulang atas rencana pernikahan tersebut. Tentu maksud beliau agar mertuanya tidak kecewa di kemudian hari. Namun mertuanya hanya tersenyum dan mertuanya hanya mengatakan “klop” alias sami mawon kalih kulo (sama saja dengan saya).
Kesederhanaan Gus Baha dibuktikan saat beliau berangkat ke Pondok Pesantren Sidogiri untuk melangsungkan upacara akad nikah yang telah ditentukan waktunya. Gus Baha berangkat sendiri ke Pasuruan dengan menumpang bus kelas ekonomi.
Kesederhanaannya bukanlah sebuah kebetulan, namun merupakan hasil didikan ayahnya semenjak kecil. Setelah menikah, Gus Baha mencoba hidup mandiri dengan keluarga barunya. Gus Baha menetap di Yogyakarta. Selama di Jogja, beliau menyewa rumah untuk ditempati keluarga kecilnya. Semenjak Gus Baha menetap di Yogyakarta, banyak santri-santri beliau di Karangmangu yang merasa kehilangan. Hingga pada akhirnya mereka menyusul Gus Baha ke Yogya dan urunan atau patungan untuk menyewa rumah di dekat rumah beliau. Tiada tujuan lain selain untuk tetap bisa mengaji kepada Gus Baha.
Nasab Kewalian Ning Winda (Istri Gus Baha) oleh Nyai Walidah Munawwir
Disadur dari Studi Ilmu Qur’an yang tertulis di Laduni.id pada sekitar tahun 2000-an, Gus Baha dan Ning Winda memutuskan untuk mengontrak sebuah rumah di sekitar ponpes An Nur Ngrukem. Di kontrakan itulah Gus Baha menerima santri dan mengamalkan ilmunya.
Suatu hari Ning Winda sowan kepada Nyai Walidah Munawwir, istri dari KH Nawawi Abdul Aziz, pendiri dan pengasuh Ponpes An Nur, Ngrukem. Sesampainya di kediaman Nyai Walidah, belum sempat Ning Winda salaman, dirinya sudah ditanya oleh Nyai Walidah.
“Sampean Ning pundhi?” (kamu Ning – anak kiai – mana?) tanya Nyai Walidah.
“Kulo sanes Ning, mbah,” (saya bukan Ning mbah) jawab Ning Winda.
Nyai Walidah kembali bertanya dengan pertanyaan sama, begitupu juga Ning Winda yang menjawab bahwa dirinya bukan merupakan Ning, anak kiai manapun. Lalu Nyai Walidah mengukuhkan Ning Winda, membeberkan nasab kewalian dari Ning Winda.
“Sampeyan Ning pundi? Wong Mbah-mbahmu ki wali,” (kamu Ning mana? Orang kakek-kakekmu itu wali) ujar Nyai Walidah.
Seketika Ning Winda terdiam, faktanya Ning Winda merupakan cucu dari Kiai Hasani Sidogiri, salah satu pesantren tertua di Indonesia, pesantren yang telah mencetak banyak alim dan wali-wali Allah. Pesantren Sidogiri dahulu kala dibabat oleh salah satu keturunan dari Sunan Gunung Jati, hingga keberkahannya mengalir sampai saat ini.
La ya’riful wali illal wali, tak ada yang tahu kewalian seseorang kecuali dia seorang wali. Walaupun Ning Winda tidak mengungkapkannya, namun Nyai Walidah mengetahui hal tersebut seizin Allah, dan itu juga merupakan salah satu karomah Nyai Walidah.
Dahulu, keberadaan Gus Baha dan Ning Winda belum banyak yang mengetahui. Bahkan, Keberadaan Gus Baha diketahui oleh keluarga Ngrukem setelah Mbah Maimun Zubair sowan ke Mbah Nawawi Abdul Aziz.
Pencarian Terkait: