Oleh: Aguk Irawan MN

Usai sudah rangkaian peringatan Hari Santri Nasional yang diadakan oleh FPTP bersama PKB. Untuk MQK Nasional bidang Fiqih Siyasah yang dimulai sejak tanggal 1 Oktober, acara ditutup dengan babak semifinal dan grand final selama dua hari, yakni pada tanggal 8–9 November di Sekretariat DPP PKB, Jalan Kalibata, Jakarta.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Apresiasi yang diberikan panitia kepada para pemenang utama dan harapan juga tergolong luar biasa. Tiga pemenang utama semuanya mendapatkan hadiah umrah gratis, ditambah uang pembinaan masing-masing senilai dua puluh juta, lima belas juta, dan sepuluh juta rupiah. Selain itu, para finalis juga mendapatkan jamuan makan siang khusus bersama jajaran pengurus PKB dan dewan juri.

Adapun kitab yang dibaca mengerucut pada tiga karya besar, yaitu Ahkam al-Sulthaniyyah (al-Mawardi), Ghiyatsul Umam (al-Juwaini), dan Siyasah al-Syar’iyyah (Ibn Taymiyyah). Lomba Baca Kitab Kuning (Bahts al-Kutub) ini berformat peserta membaca dan menjelaskan bagian tertentu dari kitab kuning bidang fiqih siyasah, disertai dengan syarah (penjelasan), analisis kontekstual, dan sikap kritis terhadap isu-isu politik kontemporer.

Membaca kitab-kitab tersebut bukan sekadar aktivitas akademis, melainkan perjalanan spiritual — warisan masa keemasan Islam — yang membawa kita pada pemahaman lebih kompleks tentang diri, masyarakat, dan Tuhan. Buku-buku itu adalah gerbang menuju khazanah intelektual Islam yang kaya dan mendalam.

Dalam konteks ini, MQK Nasional yang diadakan FPTP dan PKB merupakan kesempatan untuk merefleksikan diri, memahami lebih dalam ajaran Islam terkait relasi kebangsaan dan keumatan, serta membawa Islam ke depan dengan cara yang lebih baik — berlandaskan semangat rahmatan lil ‘alamin.

Kitab kuning merupakan warisan keilmuan Islam klasik (turâts) yang mengandung kekayaan pemikiran dalam berbagai bidang, termasuk fiqih siyasah (politik Islam). Di tengah dinamika politik kontemporer, kesadaran santri dan komunitas pesantren terhadap nilai-nilai politik Islam dalam kitab kuning sangat diperlukan.

Tradisi keilmuan pesantren yang berakar pada kritik teks dan pemahaman kontekstual seharusnya menjadi fondasi bagi keterlibatan aktif santri dalam percaturan politik kebangsaan yang berintegritas. Namun demikian, keterlibatan santri dan komunitas pesantren dalam dunia politik sering kali bersifat pasif atau simbolik — bahkan kadang hanya menjadi ritual lima tahunan saat Pilpres dan Pilkada.

Padahal, sejarah mencatat bahwa para ulama dan santri pernah menjadi penggerak utama perubahan sosial-politik, baik di masa penjajahan maupun pascakemerdekaan. Oleh karena itu, dengan momentum pengembangan pesantren transformatif, penting untuk mendorong keterlibatan langsung dan tidak langsung santri dalam pembangunan politik melalui pendekatan keilmuan serta penguatan kesadaran ideologis.

Lomba baca kitab kuning bidang fiqih siyasah menjadi wahana strategis untuk menumbuhkan kembali kesadaran politik berbasis turâts. Kegiatan ini tidak hanya meneguhkan posisi pesantren sebagai aktor penting dalam membangun peradaban, tetapi juga sebagai langkah konkret PKB dalam merawat basis ideologis dan kulturalnya di kalangan pesantren — sebagaimana dilakukan partai-partai lain dengan massa ideologis mereka, baik Marhaenis, Islamis, maupun Nasionalis.

Kegiatan ini setidaknya memiliki beberapa tujuan utama:

  1. Meningkatkan pemahaman santri terhadap khazanah fiqih siyasah dalam kitab kuning.
  2. Mendorong kesadaran kritis santri terhadap politik sebagai bagian dari tanggung jawab keagamaan dan kebangsaan.
  3. Menumbuhkan keberanian dan kemampuan santri dalam menyampaikan ide-ide politik berbasis turâts ke dalam konteks aktual.
  4. Membangun regenerasi kader pemikir dan pemimpin politik dari kalangan pesantren.
  5. Memperkuat hubungan ideologis dan emosional antara pesantren dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai representasi politik santri.

Lomba baca kitab kuning bidang fiqih siyasah ini merupakan ikhtiar membangun jembatan antara warisan keilmuan Islam klasik dan tantangan politik kontemporer. Melalui kegiatan ini, pesantren tidak hanya menjaga warisan, tetapi juga menafsirkan dan menghidupkan kembali perannya dalam membentuk arah bangsa.

Tentu saja, PKB sebagai representasi politik santri memiliki tanggung jawab untuk terus memfasilitasi proses ideologisasi ini demi terwujudnya tatanan politik yang berkeadaban dan berkeadilan.

Wallahu a‘lam bish-shawab.
Yogyakarta, 10 November 2025
Panitia MQK Nasional Fiqih Siyasah dan Anggota Dewan Juri.