Biografi Lengkap KH. Zubair Dahlan Beserta Ajarannya

Beliau adalah putra kedua dari Kyai Dahlan yang dihalhirkan di Sarang tahun 1323 H. bertepatan dengan mukimnya KH. Ahmad bin Syu’aib (paman dan mertua beliau) di Makkah semasa muda guna tholabul ilmi.

Dibawah bimbingan orang tua dan kakeknya serta masyayikh Sarang kala itu, beliau tumbuh menjadi anak yang sangat cerdas. Terbukti sejak usia 6 tahun cucu KH. Syuiab ini sudah bisa membaca al Qur’an dengan tajwid, sehigga belaiu sangat disayangi oleh kakek dan kerabat-kerabatnya.

Ketika berusia 17 tahun besama dengankakek dan neneknya beliau berangkat ke Makkah guna menimba ilmu kepada ulama-ulama’ disana bersama dengan pamannya yaitu KH. Imam Kholil. Diantara masyayikh beliau adalah syeikh Baqir al Jogjawi, syeikh Sa’id al Yamany dan putranya yaitu syeikh Hasan al Yamany yang menjuluki beliau dengan Zubair al Kufy.

Setelah bermukim di Makkah selama tiga tahun,bersama pamannya (K.H Imam Kholil) beliau kembali ke sarang, dan kemudian melanjutkan study kepada syaikh Faqi bin Abdul jabber maskumambang. Dari gurunya ini beliau belajar tafsir, Jam’ul Jawami’, syarah Ummul barohin, dan mendapatkan kitab sanad yang berjudul “kifayatul mustafid”, karangan syeikh mahfudz teremas.

Pada tahun 1371 H ayahanda KH. Maimoen Zubair ini berangkat lagi ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Waktu yang sangat singkat ini, beliau gunakan untuk belajar kepada ulama’ ulama’ disana, diantaranya yaitu sayyid Alawi al Maliky dan syeikh Yasin al Fadany yang memberikan ijazah pada beliau dengan ijazah yang tammah.

Beliau mempunyai beberapa karangan diantaranya: Kitabul manasik fil hajji, al Qowa’id al Lu’luiyyah nadhom risalah as Samarqondiyyah, nadhom Rumuzul Fuqoha’ dan beberapa sya’ir tentang adab dan hisab.

Selama kiprah beliau pondok pesantren Sarang yang semula hanya satu berkembang menjadi dua, yaitu MIS dan MUS, dan dari ulama’ yang menyukai dluafa’ serta orang-orang miskin ini lahirlah ulama’-ulama’ besar, diantaranya KH. Mushlih Mranggen, KH. Sahal Mahfudz Kajen.

Baca Juga  Karya Fenomenal Datu Muhammad Syarwani Abdan yang Tak Banyak Orang Tahu

Dan akhirnya orang alim yang agung ini berpulang kerahmatullah pada malam selasa 15 Romadlon 1389 H. Beliau termasuk ulama’ Sarang yang hidup dan wafat dalam keadaan faqir.

Kealiman seorang santri tidak dapat dipisahkan dengan kiainya, yang menggulo wentah (mengajar) dengan penuh kesungguhan. Selain tirakat lahir, mereka juga tirakat batin, dengan selalu mendoakan santrinya agar menjadi orang yang dapat meneruskan perjuangannya dalam mengemban amanah, menyebarkan agama Islam. Ilmu yang diajarkan, bukan sekedar ilmu biasa, namun ilmu tersebut bersambung dengan sumber aslinya, shâhibu al-syari’ah, baginda Nabi Muhammad SAW.

Kesinambungan keilmuan tersebut dirawat dengan adanya sanad atau silsilah keilmuan yang ditransmisikan dari satu generasi ke generasi yang selanjutnya hingga sampai sekarang. Ilmu sanad ini hanya dimiliki oleh umat Islam, tidak selainnya, sehingga kitab suci selain Al-Qur’an, rawan mengalami sebuah distorsi (tahrif) di dalamnya.

Tradisi keilmuan di Pesantren Sarang sangat erat dengan transmisi silsilah keilmuan, sanad. Setiap usai menghatamkan sebuah kitab, semisal Shahih Bukhari, maka kiai atau ustadz yang mengampu mata kuliah akan membacakan riwayat keilmuannya yang diriwayatkan dari gurunya hingga kepada pengarang kitab Shahih Bukhari, yaitu Imam Bukhari.

Selain pembacaan sanad kitab, juga terkadang dibacakan silsilah keilmuan fiqih Mazhab Syafi’i melalui mata rantai emas, silsilatu al-dzhab, yang diriwayatkan dari ulama alim yang menjadi rujukan pada zamannya, seperti silsilah keilmuan yang diriwayatkan Kiai Zubair Dahlan, ayahanda Kiai Maimoen Zubair dari Syekh Said al-Yamani (murid Syekh Ahmad Zaini Dahlan), Syaikh Hasan al-Yamani (murid Sayyid Umar Syatha), Syekh Ibnu Maya’ba al-Syinqithi (murid Syekh Mahfudz al-Termasi), Syekh Baqir al-Jukjawi (murid Syekh Mahfudz al-Termasi dan Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi), dan Kiai Faqih Maskumambang (murid Syekh Mahfudz al-Termasi). Semua silsilah ini jika ditelusuri akan berhujung kepada silsilatu al-dzahab, sebagaimana yang dikupas dalam buku karya Amirul Ulum.

Selain tradisi riwayah, Kiai Zubair Dahlan sangat menekankan dirayah, bahkan ini yang lebih diunggulkan. Oleh sebab itu, maka tidak mengherankan jika muridnya banyak menjadi seorang ulama atau nibras (cahaya) dalam bidang masalah pengembangan agama Islam ketika mereka sudah berkiprah di tengah masyarakat.

Baca Juga  Biografi Lengkap KH. Ahmad Siroj Solo Beserta Ajarannya

Di antara muridnya adalah Kiai Maimoen Zubair, Kiai Muslih ibn Abdurrahman al-Maraqi (Mranggen), Kiai Ustman al-Maraqi, Kiai Muradi al-Maraqi, Kiai Hisyam Cepu, Kiai Sahal Jepara, Kiai Ridwan Bangilan, Kiai Jauhari Jember,  Kiai Bisyri al-Hafi Cepu, Kiai Masyhudi Merakurak, Kiai Manfuri Merakurak, Kiai Habib Sayyid Zaen al-Jufri, Kiai Abdul Fattah Sendang, Kiai Shiddiq Sendang, Kiai Muslih Tanggir, Kiai Abdul Khaliq Laju, Kiai Masyhudi Senori,  Kiai Kurdi al-Makki, Kiai Matin Mas’ud Cilacap, Kiai Shiddiq Narukan, Kiai Sahal Mahfudz Kajen, Kiai Abdul Wahab Sulang, Kiai Syahid Kemadu, Kiai Dahlan Surabaya, Kiai Ghazali Bojonegoro, Kiai Fayyumi Siraj Kajen, Kiai Tamam Siraj Pamotan, Kiai Ibrahim Karas, Kiai Humaidi Narukan, Kiai Syifa Makam Agung, Kiai Abdul Ghafur Senori, Kiai Harun Kalitidu, Kiai Masyhudi Madiun, Kiai Mursyid Klaten, Kiai Abu Thayyib Solo, Kiai Hambali Demak, Kiai Sholeh Kragan, Kiai Masyhudi Blora, Kiai Abdussalam  Rengel, Kiai Syaerozi Cirebon, Kiai Izzudin Cirebon, Kiai Nashiruddin Cirebon, Kiai Idris Marzuqi (pengasuh Pesantren Lirboyo), Kiai Islahudin Dukuhseti, Kiai Muslim Mranggen, Kiai Dimyathi Rais Kendal, Mbah Dim Ploso, Kiai Nawawi Sidogiri, Kiai Hasani Sidogiri, dan lain-lain.

Dalam buku karya Amirul Ulum, Amirul Ulum, sang penulis biografi ulama Nusantara, mengupas dengan detail manaqib atau biografi Kiai Zubair Dahlan, mulai dari  masa kecil hingga wafat. Sumbangsihnya dikupas dengan bahasa yang mudah dipaham, terutama bagi kalangan pesantren.

Kontribusi Kiai Zubair Dahlan yang dikupas dalam buku karya Amirul Ulum di antaranya, keberhasilannya dalam mendidik santrinya, bertafaqquh fiddin, melanjutkan tradisi keilmuan baginda Nabi Muhammad SAW, menjadi pimpinan pejuang dalam mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan (ketika terjadi Agresi Militer Belanda), menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, pengabdiannya dalam organisasi Nahdlatul Ulama, menjadi Syekh Haji, jaringan-jaringannya, baik lokal maupun internasional (melalui media Haramain), dan lain-lain.

Baca Juga  Biografi Lengkap Syaikh Shalih Rao Beserta Pengaruhnya

Tak kalah pentingnya, dalam buku karya Amirul Ulum telah dikupas tentang sifat mulia Kiai Zubair Dahlan yang sangat memperhatikan kehidupan fakir dan miskin. Setiap usai menjalankan salat Jum’at, ia sering mengunjungi rumah-rumah penduduk, terlebih kaum fakir dan miskin. Ia mendermakan sebagian hartanya untuk berbagi kepada orang yang membutuhkan. Ia juga mengajak  kepada hartawan di wilayah Sarang dan sekitarnya untuk ikut mendermakan harta mereka.

Ia sangat dermawan sekali, meskipun kenyataannya, ia bukanlah orang yang kaya. Sebab kedermawanannya ini, maka tidak mengherankan jika ia sangat akrab dan disegani oleh kaumnya. Tentang kefakiran Kiai Zubair Dahlan, Kiai Maimoen Zubair mengatakan, “Beliau (Kiai Zubair Dahlan) adalah salah satu Masyayikh Sarang yang hidup dalam kondisi fakir dan wafat juga dalam keadaan fakir.”

Selain mengupas tentang biografi Kiai Zubair Dahlan, pemikirannya, jaringannya, dan kiprahnya untuk agama dan bangsanya, buku karya Amirul Ulum juga mengupas sebagian manaqib Masyayikh Sarang seperti Kiai Ghozali al-Sarani, Kiai Umar al-Sarani, Kiai Syu’iab al-Sarani, Kiai Fathurrahman al-Sarani, dan Kiai Ahmad Syu’aib al-Sarani.

Kejayaan Pesantren Sarang dimulai pada zaman Kiai Umar al-Sarani dan Kiai Syu’aib al-Sarani. Pada masa kepengasuhannya, Pesantren Sarang diserbu banyak thalabah dari berbagai kawasan, khususnya pulau Jawa.

Mereka banyak menjadi orang berpengaruh ketika kembali ke kampung halamannya seperti Kiai Khalil Kasingan, Kiai Baidlowi al-Lasemi (Rais Akbar Thariqah Ifadhiyyah Nahdlatul Ulama dan pencetus gelar Soekarno, huwa waliyyul amri adh dharûry bi al-syaukah), Kiai Ridwan Mujahid (pendiri Nahdlatul Ulama), Kiai Ma’shum Ahmad (pendiri Nahdlatul Ulama), Kiai Muhaimin al-Lasemi (pendiri Dar al-Ulum (Makkah) dan pengajar di Masjidil haram), Kiai Bisri Syansuri (pendiri Nahdlatul Ulama), dan lain-lain.

Respon (1)

  1. Semoga Generasi muslim/muslimah mengenal sosok Ulama dan tokoh – tokoh soleh di nusantara kususnya agar tidak terputus sanad keilmuannya dan sekaligus dapat meneladani dan menjadi kan cermin perilaku dan pola pikirnya.
    Shg Orang muslim indonesia bukan cuma jumlahnya saja yg banyak melainkan ilmu dan kiprahnya wajib mengikuti teladan para sesepuh terdahulu امين

Tinggalkan Balasan