Opini  

Ziarah Kubur: Ngalap Barokah Umat Muslim Di Indonesia

Oleh: Muhammad Davan Fernanda

Aku dan Maqbaroh Tebuireng

“Jika kalian ingin mendapat berkahnya Tebuireng, berkahnya mbah Hasyim, berkahnya Gus Dur dan seluruh Masyaikh Tebuireng, sering-seringlah datang ke Maqbaroh dan bertawassul-lah kalian disana” Ucap salah satu Pimpinan Pondok Pesantren Tebuireng dalam penyambutan santri baru di tahun 2016, yang kini saya tahu nama beliau adalah Ustadz Iskandar, yang saat itu menjabat sebagai kepala Pondok Putra.

Berbagai macam pertanyaan muncul dalam benak saya, ketika pernyataan tersebut di sampaikan. Bagaimana mungkin maqbaroh yang didalamnya berisi orang-orang yang telah wafat bisa memberikan keberkahan kepada orang hidup. Maklumlah sebagai santri baru, banyak ilmu-ilmu yang belum saya pahami, terlebih ilmu-ilmu agama dengan pesan mendalam seperti itu.

Sebagai santri baru saat itu, saya baru beradaptasi dari aktivitas yang biasa dilakukan sehari-hari di rumah dengan berbagai macam aktivitas baru di Pondok. Mulai dari hal yang paling sepele, seperti antri mandi dan antri makan, sampai aktivitas-aktivitas rutin yang ada di Pondok seperti jadwal mengaji dan bersekolah. Namun ada satu keanehan dalam aktivitas yang dijalankan para santri Pondok Pesantren Tebuireng, yakni mampir ke maqom terlebih dahulu sebelum berangkat ke sekolah, hanya untuk sekedar berdoa dan bertawassul.

Aktivitas aneh tersebut menjadi kewajiban santri Tebuireng yang tidak tertulis dalam jadwal dan peraturan tata tertip santri. Namun ternyata, itu bukanlah sekedar kewajiban saja, hal itu muncul dari kesadaraan para santri yang berharap keberkahan dari para masyaikh yang dimakamnkan disana. Termasuk saya, yang saat awal masuk Pondok, merasa aneh dengan peristiwa ini, akhirnya sadar dan tergerak untuk berdoa dan bertawassul kepada para KH. Hasyim Asy’ari, Dzurriyahnya serta orang-orang yang dimakamkan disana.

Berawal dari terpaksa, lama-kelamaan saya terbiasa dan rutin melakukan berdoa dan bertawassul disana. Bahkan, aktvitas rutin yang saya jalani bukan hanya sekedar berdoa dan bertawassul saja, saya juga sering ikut membersihkan daerah Maqbaroh Tebuireng, mulai dari menyapu halaman maqom, merapikan mushaf dan Al-Qur’an hingga menabur bunga di atas makam. Wisma yang berdekatan dengan maqom sendiri memberikan saya keistimewaan bagi saya untuk sering berkunjung kesana, bahkan sampai tertidur di maqbaroh.

Secara kasyaf, aktivitas berziarah dan bertawassul di maqbaroh memberikan kebermanfaatan terhadap jiwa. Mulai dari hati yang lebih tenang ketika mengunjungi makam para ulama hingga sebagai wasilah untuk mendekatkan diri kepada sang Khaliq. Hingga kini, dengan berkah para masyaikh di Tebuireng, saya berkesempatan untuk melanjutkan studi dan pendidikan saya di Perguruan Tinggi dengan jalur undangan. Dan Hingga kini, saya pun tetap melakukan tradisi budaya ziarah kubur yang sudah sering dilakukan di Tebuireng, mulai dari makam KH. Achmad Shiddiq (Jember), KH. Abdul Hamid (Pasuruan), Sunan Ampel (Surabaya), Sunan Giri dan Sunan Maulanan Malik Ibrahim (Gresik), Serta Sunan Drajat dan Syekh Maulana Ishaq (Lamongan).

Baca Juga  Kalam Allah mengenai Hukum Wanita Berjoget di Media Sosial

Anjuran Ziarah Kubur dalam Islam

Ziarah kubur menjadi salah satu hal yang sering dilakukan oleh kaum muslimin di Indonesia, khsusnya terhadap jami’yyah Ahlussunah Wal Jamaah.  Secara terminologi, ziarah kubur terdiri dari 2 kata, yaitu ziarah dan kubur. Ziarah berasal dari bahasa Indonesia yang berarti kunjungan ke tempat yang dianggap keramat (atau mulia, makam, dsb). Sedangkan berziarah adalah berkunjung ke tempat yang dianggap keramat atau mulia (makam dsb) untuk berkirim doa. Sedangkan kubur, berarti  lubang di tanah untuk menanamkan mayat. Sehingga, Secara teknis, ziarah kubur menunjuk pada serangkaian aktivitas mengunjungi makam tertentu, seperti makam Nabi, sahabat, wali, pahlawan, orang tua, kerabat, dan lain-lain (Purwadi, 2006).

Menurut (Hanif, 1998), dalam syari’at Islam, ziarah kubur itu bukan sekedar menengok kubur bukan pula sekedar tahu dan mengerti dimana ia di kubur, atau untuk mengetahui keadaan kubur

atau makam, akan tetapi kedatangan seorang ke kubur adalah dengan maksud untuk mendoakan kepada yang di kubur muslim dan mengirim pahala untuknya atas bacaan ayat-ayat al-Quran dan kalimat-kalimat Tayyibah seperti tahlil, tahmid, tasbih, shalawat dan lainya.

Data historis menunjukkan, praktik ziarah ke makam sudah ada sejak sebelum Islam datang, namun bobotnya dilebih-lebihkan, sehingga di masa awal agama Islam, Nabi Muhammad  SAW melarangnya. Seiring dengan perkembangan Islam yang dibarengi dengan pemahaman yang cukup, maka tradisi ziarah dihidupkan kembali, bahkan dianjurkan oleh Nabi, Rasulullah saw. bersabda, “zawwarû al-qubûr fa innahâ tazkirakum al-âkhirah” (berziarahlah kalian ke kuburan, karena hal itu akan mengingatkan kalian terhadap akhirat). Karena hal tersebut dapat mengingatkan kepada hari akhir, sehingga diharapkan pelakunya dapat melakukan kontrol diri.

Dalam kitab Riyadhus Shalihin karangan Imam Nawawi. Ada sebuah hadits yang menganjurkan berziarah kubur dalam islam. ‘Dari Buraidah ra., berkata : Rasulullah saw. bersabda : “Tadinya aku melarang kalian untuk berziarah kubur, tetapi sekarang berziarahlah kalian!”’ (HR. Muslim).

Tradisi Ziarah Kubur di Indonesia

Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat kaya akan kebudayaan dan tradisi, baik itu tradisi yang ada sebelum pra Islam maupun sesudahnya. Salah satu tradisi pra Islam yang masih melekat sampai saat ini adalah pemujaan pemitosan roh nenek moyang yang mendorong munculnya pola-pola relasi hukum adat dengan unsur-unsur keagamaan (Simuh, 1989). Selain tradisi pemujaan terhadap roh nenek moyang, didalam Islam juga dikenal adanya tradisi ziarah kubur atau nyekar dan tradisi ini masih berlangsung hingga sekarang diseluruh Indonesia.

Baca Juga  Konsep Ketuhanan dan Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari

Banyak masyarakat Indonesia yang melakukan ziarah ke tempat-tempat orang-orang sholeh atau seorang wali. Dalam pengertiaannya wali adalah (jamaknya awliya) yaitu kekasih Allah atau orang yang dianggap dekat dan bersahabat dengan Allah SWT. Dalam buku Kasyf al-Mahjub yang ditulis pada abad ke-11, al-Hujwiri menyebutkan ayat-ayat Al-Qur‟an yang dijadikan acuan oleh tradisi mistis Islam untuk mengembangkan konsep kesucian khas Islam itu terdapat pada surat Yunus ayat 63 “Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.

Menurut (Ismail, 2013), Makam-makam yang sering dikunjungi oleh masyarakat muslim Indonesia selain makam keluarga dan sanak famili adalah makam para wali, kiai, raja atau mereka yang memiliki pengaruh kuat dalam masyarakat. Ziarah sampai saat ini masih dilakukan oleh masyarakat muslim di Indonesia dan belahan dunia yang lain. Ziarah sudah menjadi salah satu kegiatan spiritual masyarakat muslimin sebagai bentuk kebebasan beribadah kepada Allah SWT. Kegiatan ini bahkan menjadi kegiatan rutin yang dilakukan masyarakat pada waktu-waktu tertentu secara pribadi maupun berasama.

Di Indonesia ada beberapa waktu yang digunakan oleh masyarakat untuk berziarah kubur, yaitu hari Jumat, menjelang hari raya, dan harihari besar lainnya. Hal ini hanyalah sebagai sebuah tradisi yang dilakukan masyarakat Nusantara yang terus dilaksanakan hingga saat ini. Berziarah kubur dalam Islam bisa dilaksanakan kapanpun juga tanpa ada sebuah ketentuan mengenai hari-hari tertentu, sehingga ziarah kubur ini menjadi tradisi budaya umat Islam di Indonesia yang masih dipertahankan sampai saat ini.

Salah satu tradisi ziarah kubur yang masih sering dilakukan oleh umat Islam di Indonesia, khususnya masyarakat tanah Jawa, yaitu tradisi Nyandran. Tradisi Nyandran adalah sebuah kegiatan berziarah ke makam para leluhur di hari-hari penting kalender Jawa, pada umumnya kegiatan ini dilakukan pada bulan Syakban, bulan ke-8 tahun Hijriah yaitu minggu terakhir sebelum puasa. Tradisi ini diyakini merupakan salah satu dari bentuk warisan Jawa yang kemudian menjadi percampuran dengan ajaran Islam.

Hikmah Ziarah Kubur

Ziarah kubur adalah kegiatan yang bertujuan untuk mendo’akan terhadap mayit yang diziarahi agar mendapatkan maghfiroh (ampunan) dari Allah Swt., mendapatkan rahmat dan pahala. Namun selain itu, ziarah kubur juga  mengandung hikmat yang sangat bermanfaat bagi yang berziarah sendiri, di antaranya ialah :

Pertama, sebagai tempat Self-healing atau menenangkan diri. Maqam para ulama dengan segala kemasyhuran yang dimilikinya menjadi salah satu tempat ternyaman untuk menghindari masalah dunia yang berujung pada keputusasaan. Ziarah menjadi langkah untuk mencai ketenangan batin atas permasalahan kehidupan. Berkah ulama tersebut memberikan ketenangan bathin, hingga menjadi tempat untuk mengadu dan mencurahkan segala permasalahan hidup. Kegelisahan dapat diobati dengan berziarah sebagai istirahat sejenak dari segala carut-marut kehidupan.

Baca Juga  PON XX Dan Pesan Perdamaian dari Papua

Kedua, Untuk meningkatkan keimanan. Ziarah kubur mengingatkan kita terhadap kematian dan alam akhirat, sehingga hal ini memicu keimanan untuk selalu berbuatan kebaikan dan beramal shaleh semasa hidup di dunia.

Ketiga, Berzuhud terhadap dunia. Zuhud terhadap dunia yaitu meninggalkan dunia untuk berbakti kepada Allah swt., artinya orang jangan sampai terpikat hati dan pikirannya dengan tipu muslihat dunia, tetapi ia dapat menyalurkan harta benda yang diperolehnya dengan jalan yang halal untuk beramal saleh yang diridhai oleh Allah SWT.

Keempat, Menjadi suri tauladan. Setiap manusia pasti akan mengalami kematian, yang waktunya tidak seorangpun yang mengetahui kecuali Allah Swt. Oleh karena datangnya ajal yang tidak terduga tersebut, maka seharusnya seseorang menyiapkan sejak dini bekal yang akan dibawa bila ajal menjemput, bukan harta yang akan dibawa, tetapi amal-amal saleh yang akan dapat menolong.

Terakhir, Sebagai sarana mencari barokah atau ngalap berkah. Ulama adalah salah seorang yang mendapat karunia dan keutaman dari Allah SWT. Sehingga tabarruk kepadanya menjadi salah satu jalan untuk menuju kepada Allah, Masalah tabarruk sudah berlangsung sejak zaman Rasulullah saw. banyak diantara para sahabat yang ngalap barokah dari berbagai macam hal yang berasal dari Nabi saw. seperti bekas air wudlu Nabi saw., pakaian yang pernah dipakai beliau, tempat yang pernah beliau disinggahi, juga rambut beliau yang terlepas atau dipotong.

Alhasil, tradisi ziarah kubur bukanlah sebuah hal yang melanggar agama Islam, melainkan salah satu anjuran dalam Islam yang pernah diperintahkan oleh Rasulullah SAW. Di Indonesi sendiri, zirah kubur bukan hanya berkunjung kepada sanak family yang sudah meninggal, namun juga terhadap para ulama, wali dan raja-raja yang memiliki kemasyhuran di masyarakat dan memiliki derajat tinggi di mata Allah SWT. Ziarah kubur bukan hanya bertujuan untuk mendoakan ahli kubur, banyak manfaat lain yang dapat diperoleh dari ziarah kubur.

 

DAFTAR PUSTAKA

 Imam Nawawi, Riyadhus Shalihin : Perjalanan Menuju Taman Surga, diterjemahkan dari Riyadhus Shalihin oleh Zenal Mutaqin dkk, 2013. Surabaya :  Jabal

Ismail, Arifuddin. 2013. Ziarah ke Makam Wali, Fenomena Tradisional di Zaman Modern. Semarang: Al-Qalam

Muslih, M. Hanif. 1998. Kesahihan Dalil Ziarah Kubur, Semarang : Ar-Ridha

Purwadi dkk. 2004.  Jejak Para Wali dan Ziarah Spiritual, Jakarta : Penerbit Buku Kompas

Simuh, 1989. Sufisme Jawa: Transformasi Tasawuf Islam Kemistik Jawa. Yogyakarta: Bintang Budaya

 

 

 

Tinggalkan Balasan