Oleh : Ibrahim Syu’aibi
(Mahasiswa Semester 3 – Ilmu Al-Qur’an & Tafsir INKAFA)
Di negara Indonesia saat ini kasus perpecahan antar umat beragama sering terjadi, hal ini disebabkan oleh keragaman agama dan juga ketidakseimbangan jumlah penganut agama yang ada di Indonesia dan tidak adanya sikap toleransi beragama di dalam masyarakat, toleransi beragama adalah sikap saling menghargai antar umat beragama, salah satu syarat untuk mewujudkan toleransi beragama adalah sikap moderat yang harus dimiliki oleh setiap orang, tetapi pada kenyataannya banyak masyarakat Indonesia yang tidak memiliki sikap moderat, hal ini dikarenakan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap sikap moderat, Padahal sikap moderat sendiri merupakan karakter yang dimiliki oleh umat islam sesuai dalam ayat 143 surat al-baqarah, maka dari itu disini penulis akan menjelaskan pengertian toleransi, hubungannya dengan sikap moderat dan bagaimana Al-Qur’an memaknai sikap moderat.
Kasus perpecahan antar umat beragama
Indonesia merupakan suatu Negara yang di dalamnya terdapat 6 agama yang diakui secara resmi dan juga berbagai macam agama lainnya. Mayoritas agama di Indonesia adalah muslim dengan sekitar 86,93% atau 238,09 juta jiwa dari total 273,87 juta jiwa penduduk Indonesia. Akibat hal tersebut (keragaman agama dan ketidakseimbangan jumlah penganut agama) maka seringkali terjadai konflik antar agama di Indonesia.
Padahal kebebasan beragama sudah dijamin dalam pasal 29 UUD Negara Republik Indonesia 1945 yang berbunyi, Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masingmasing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Namun pada faktanya hal itu berbanding terbalik dengan apa yang ada di tengah-tengah masyarakat, dimana selalu ada konflik akibat adanya perpecahan antar golongan.
Laporan dari BBC News yang menyebutkan dalam sepuluh tahun terakhir terdapat setidaknya 200 gereja disegel dan ditolak warga. Tirto.id, salah satu portal berita daring juga menyebutkan hal serupa. Dalam publikasinya berjudul Kasus Intoleransi Terus Bersemi Saat Pandemi terdapat banyak praktek intoleransi pada umat minoritas selama masa pandemi.
Beberapa kasus yang terjadi akhir-akhir ini adalah adalah jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Kota Serang Baru yang diganggu saat beribadah pada 13 September 2020, sekelompok warga Graha Prima Jonggol menolak ibadah jemaat Gereja Pantekosta Bogor pada 20 September 2020, umat Kristen di Desa Ngastemi dilarang beribadah oleh sekelompok orang pada 21 September 2020, dan larangan beribadah terhadap jemaat Rumah Doa Gereja GSJA Kanaan di Kabupaten Nganjuk pada 2 Oktober 2020, beberapa kasus saat terjadinya perayaan natal 2021 yaitu, Di Tulang Bawang, sekelompok warga mendatangi gereja yang dibuka untuk ibadah Natal, namun tanpa koordinasi dengan pihak terkait. Padahal, izin pendirian tempat ibadah tersebut belum selesai, di Jambi, umat Kristiani beribadah Natal di luar gereja yang disegel karena izinnya belum selesai. Ketika hujan turun, mereka berhamburan masuk ke gereja untuk berteduh Hal itu lalu dipersoalkan warga setempat. Sementara di Lakarsantri Surabaya, warga menolak pembangunan gereja GKI Citraland, meskipun RT dan RW setempat tidak keberatan atas pembangunan rumah ibadah tersebut.
Pengertian toleransi beragama
Toleransi menurut bahasa berasal dari bahasa latin yaitu tolerare yang artinya sabar membiarkan sesuatu yang dianggap menyimpang dalam batasan-batasan tertentu. Sedangkan toleransi menurut istilah adalah sikap saling menghargai dan mengormati tindakan orang lain selama tidak melampaui batas-batas tertentu.[1] , jika dihubungkan dengan kata agama (toleransi beragama) maka memiliki arti yaitu sikap saling menghargai dan menghormati antar umat beragama, meskipun agama yang dianut berbeda-beda antar manusia harus bisa menghargai satu sama lain, namun tidak sampai mencampur keyakinan antar agama satu dengan yang lainnya.
Toleransi beragama juga tidak bisa dipisahkan dari moderasi beragama dikarenakan moderasi beragama merupakan salah satu syarat utama untuk mewujudkan toleransi beragama. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia moderasi beragama adalah sikap/perilaku yang tidak ekstrem (tidak radikal dan juga tidak liberal) tetapi mengambil posisi di tengah tengah, dan bersikap adil, sehingga jika masyarakat sudah memahami dan mempraktikkan sikap moderat, maka masyarakat akan bersikap menghindari kekerasan dan tidak ekstrem dalam menjalankan praktik agama, sehingga toleransi antar umat beragama bisa terwujud. Tafsir surat al-baqarah ayat 143
Sebagaimana pentingnya sikap moderasi untuk mewujudkan toleransi, Allah Swt telah memberikan anugrahnya kepada umat islam sebagai umat pertengahan (adil dan pilihan) yang bersikap moderat, hal ini sesuai dengan firmannya dalam surat al-baqarah ayat 143 yaitu:.
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًاۗ وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنتَ عَلَيْهَا إِلَّا لِنَعْلَمَ مَن يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّن يَنقَلِبُ عَلَىٰ عَقِبَيْهِۚ وَإِن كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُۗ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْۚ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَّحِيمٌ (١٤٣)
Artinya: Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) “umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Kami tidak menjadikan kiblat yang (dahulu) kamu (berkiblat) kepadanya melainkan agar Kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke belakang. Sungguh, (pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sungguh, Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada manusia. (QS.al-baqarah[2]:143)
Penafsiran
Sudah jelas disebutkan dalam ayat tersebut bahwasannya allah telah menjadikan umat islam sebagai umat yang peretengahan (al-Wasath), dalam kitab tafsir al-Munir Al-Wasath artinya pertengahan sesuatu atau poros lingkaran. Kemudian kata ini dipakai untuk menyatakan tentang hal-hal yang terpuji, sebab setiap sifat yang terpuji (misalnya: keberanian) adalah titik tengah antara dua ujung: ifraath (kelebihan, kelewat batas) dan tafriith [kelalaian, keteledoran). jadi, fadhilah (sifat yang utama/baik) itu berada di tengahnya. Yang dimaksud dengan wasath di sini adalah orang-orang yang berperangai baik yang menggabungkan antara ilmu dan amal. Mereka selalu bersikap wasath dalam segala hal, tidak berlebih-lebihan dalam urusan beragama namun juga tidak lalai terhadap kewajiban kewajiban mereka.
Keterkaitan ayat diatas dengan toleransi
Setelah membaca tafsir surat al-baqarah ayat 143 di atas bahwasannya telah disebutkan dengan jelas kalau Allah swt telah menjadikan umat muslim sebagai umat yang terbaik dan umat yang bersikap wasath(moderat) maka dari itu Prof M Quraish Shibab, dalam bukunya berjudul Wasathiyyah: Wawasan Islam tentang Moderasi Beragama, menjelaskan “umat Islam harus moderat dalam pandangannya dan keyakinannya, moderat dalam pemikiran dan perasaannya”[2], dan moderat dalam keterikatan-keterikannya., karena islam adalah agama yang bersifat moderat. Sehingga apabila setiap orang sudah memiliki sifat moderat maka mereka akan menyeimbangkan pengalaman agama mereka sendiri dengan tetap menghormati praktek agama orang lain yang berbeda keyakikan, dapat menerima perbedaan, serta bisa hidup berdampingan secara damai, maka apabila semua hal itu terwujud akan tercipta toleransi dan kerukunan dalam hidup bermasyarakat, jadi jika seseorang tidak memiliki sikap moderat dan dia mengatasnamakan perilakunya dengan ajaran agama maka dia salah, karena agama sendiri telah mengajarkan tentang keharusan besikap moderat agar toleransi bisa terwujud.
Toleransi adalah sifat saling menghargai terhadap perilaku/tindakan orang lain selama tidak melampaui batas-batas tertentu, sifat ini adalah sifat yang ingin diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, tetapi toleransi tidak bisa diwujudkan jika setiap orang masih belum memiliki sifat moderat. Sifat moderat sendiri adalah sifat yang tidak ekstrem tetapi mengambil sikap di tengah-tengah, dan bersikap adil. Karena sifat moderat merupakan syarat utama terwujudnya toleransi maka setiap orang harus memiliki sifat moderat baik moderat dalam pandangan dan keyakinan serta pemikiran dan perasaannya.
Maka solusi dari masalah kasus perpecahan umat adalah memberikan pemahaman tentang pentingnya sikap moderat untuk mewujudkan terciptanya toleransi kepada masyarakat dan mendorong masyrakat untuk bersikap moderat sesuai ajaran agama serta memberikan pengetahuan tentang dampak negatif dari sikap intoleransi.
[1] Eko Digdoyo (2018) “Kajian Isu Toleransi Beragama, Budaya, dan Tanggung Jawab Sosial Media”. JurnalPancasila dan Kewarganegaraan 3 (1): 46. ISSN 2549-2683
[2] Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munir, Vol. 1 (Jakarta: Gema Insani, 2013), 271.