Oleh : Ahmad Nizar Zuhdi Al-H.
Tepat satu tahun silam, saat kelas X semester akhir, sebenarnya jika ditanya lebih jauh, aku tidak ingin mengulik pengalaman ini. Pada sebagian diriku yang digerus waktu; sedikit rumit; sebagian dari aku ingin kembali mengenangnya sebagai bentuk introspeksi dan motivasi dalam bentuk literasi.
Namaku Ahmad Nizar Zuhdi Al-Hakimi. Orang-orang biasa memanggilku dengan sebutan Zihad. Dulu sekali, aku sempat bertanya perihal makna nama ‘Zihad’ pada kedua orang tuaku. Bagaimana bisa kedua orang tuaku mencetuskan nama itu? Bagaimana nama Zihad ini lahir dan menjadi diriku yang sekarang? Saat itu kedua orang tuaku hanya berpesan What Are the Top Generic Drug Companies? buy kamagra 100mg online generic drugs: dos and don’ts jika suatu saat, aku akan menjadi pribadi yang Zuhud, pribadi yang tidak mau diberdaya oleh urusan duniawi. Yah, meskipun Zihad dan Zuhud terlampau sejauh huruf vokal antara A dan U saja, tapi aku cukup senang mendengar pesan kedua orang tuaku.
Perihal makna namaku yang mengandung makna yang mendalam tentang bagaimana buruknya duniawi ini, mungkin kedua orang tuaku ingin aku berfokus mendalami agama yang akan mengantarkan mereka ke surgaNya kelak. Hal inilah, kurasa; alasan yang membawaku mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren amanatul Ummah Pacet Mojokerto. Kiranya hampir genap enam tahun aku berada di sini. Tiga tahun kulalui di SMP Unggulan Berbasis Pesantren Amanatul Ummah Pacet Mojokerto. Setelah lulus dari SMP, aku melanjutkan pendidikan di yayasan yang sama, yaitu di SMA Unggulan Berbasis Pesantren Amanatul Ummah Pacet Mojokerto sampai sekarang.
SMA Unggulan Berbasis Pesantren Amanatul Ummah Pacet Mojokerto terletak di lereng Gunung Welirang di Desa Kembang Belor, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto. Berada di sini tentulah hal yang baik yang tak serta merta berjalan semudah itu. Banyak faktor mulai dari keluarga dan tetangga yang tidak mengizinkan aku untuk melanjutkan sekolah di sini. Banyak dari mereka berpikir usia kedua orang tua yang tentu sudah tidak lagi muda, yaitu 50 tahun. Hal ini diperkuat dengan kendala soal ekonomi keluarga. Ayah hanya bekerja sebagai seorang guru biasa dan ibu hanya seorang ibu rumah tangga. Tak sedikit tetangga yang bertanya “Kok teganya anak semata wayang di pondokan jauh dari keluarga lagi?” Pukulan juga datang dari keluarga yang menyayangkan soal aku. Banyak dari keluargaku berpikir untuk mencukup pendidikan mondok hanya sampai SMP saja mondoknya. Setelah lulus SMP aku dapat melanjutkan SMA di sekitar rumah, tapi aku sadar banyak sekali hal di luar kendali. Ya, suatu hal baik membawaku ke tempat ini kembali, bersamaan dengan banyaknya pukulan yang datang silih berganti.
Pada saatl kelas X semester akhir, setiap anak di sekolahku harus memilih satu organisasi dan satu ekstrakurikuler, tapi tentunya semua diseleksi dipilih dari yang terbaik. Aku tertarik pada organisasi Avicenna dan Ambalan Pramuka. Avicenna merupakan organisasi bagi siswa yang memiliki tertarikan pada dunia pers atau jurnalistik dan aku sangat meminatinya karena saat SMP aku pernah mengikuti ekstrakurikuler jurnalistik. Berbeda dengan ekstrakurikuler Avicenna, alasanku mengikuti ekstrakurikuler Ambalan Pramuka karena ingin mengerti dan menggali nilai-nilai dasa Dharma yang ada dalam pramuka. Dari kedua ekstrakurikuler yang kupilih, aku dapat lolos keduanya. Seiring berjalannya waktu, aku mulai aktif dalam absensi dan berkontribusi dalam perlombaan mewakili sekolah.
Bagai air yang tak selalu tenang, begitu pula dengan kehidupanku.
Suatu hari di musim yang tampak biasa, aku mendapat kabar dari rumah lewat pesan WhatsApp pembimbing asrama tentang ayahku yang jatuh dari atas garasi mobil. Saat itu, ayah sedang membenarkan tandon air yang ada di atas, tapi naasnya ayah terpeleset dan akhirnya jatuh. Ya, segala yang menjadi ketetapanNya akan selalu terjadi, ayahku selamat meskipun tulang ekornya sedikit bermasalah sehingga yang dilarikan ke rumah sakit mengalami yang Namanya takdir tuhan sudah menjadi ketetapan alhamdullilah selamat meskipun tulang ekornya bermasalah sehingga dokter menyarankan untuk dilakukan operasi. Biaya operasi yang dikeluarkan tentu tidak murah.
Kejadian ini sempat membuatku berpikir untuk tidak mengambil kesempatan lolos dari kedua ekstrakurikuler tersebut. Kerumitan yang kuhadapi mengantarkan niat saya untuk kesempatan melepas keduanya. Hal ini karena pengeluaran yang dikeluarkan untuk membayar kas dan iuran kebutuhan juga tidak sedikit.
Allah selalu maha baik, selalu maha baik.
Niat hati keluar dari kedua ekstrakurikuler sempat diketahui oleh kakak kelasku. Entah malaikat mana yang mengirimkannya di kehidupanku yang saat itu sedang rumit-rumitnya. Kakak kelasku hanya berkata bahwa keputusan yang akan kuambil tidak baik dan perlu diluruskan “Had, keputusanmu itu tidak dapat dibenarkan semestinya. Kamu memiliki potensi yang baik dalam keduanya, tapi kenapa malah kamu sia-sia kan?” Begitulah ucap kakak kelasku pada saat itu.
Aku merenunginya sembari berpikir mengenai omongan yang diucapkan kakak kelasku hingga akhirnya aku memutuskan untuk mengambil salah satu saja, yaitu Ambalan Pramuka. Aku meninggalkan Avicenna karena biaya yang tidak sedikit dan waktunya yang dirasa sangat padat. Aku juga masih ingin berfokus dalam pelajaran. Meskipun keputusan yang kuambil sudah bulat, aku masih memikirkan soal ekonomi keluarga untuk membayar SPP dan uang untuk membayar ujian akhir semester. Masalah ekonomi membuatku mempunyai rencana suram untuk pindah jika memang itu keputusan terbaik. Makin kupikirkan, segalanya makin runyam. Semua yang ada dalam benak pikiranku terasa campur aduk dan tak karuan sehingg aku berusaha menemukan titik terang dengan menceritakan ini kepada ustaz di sekolahku.
“Ustad bagaimana pendapat ustaz, di situasiku yang seperti ini, apakah aku sebaiknya berhenti dari mondok agar meringankan beban kedua orang tua?” tanyaku. Ustazku hanya menjawab “ Pikiranmu tidak seharusnya begitu; perlu sedikit dibenarkan. Pikiranmu, di saat ujian datang berati Allah sedang sayang kepadamu. Rasa sayangNya datang lewat ujian. Allah tidak akan menguji suatu hamba di luar batas kemampuannya. Itu loh ada di dalam Al Quran surah Al Baqarah; bukankah kamu sudah hafal? Ustad kasih saran justru seharusnya kamu beruntung berada di pesantren. Malah kamu seharusnya tambah semangat belajarnya, rajin beribadah kepada Allah. Berdoa yang kenceng dan selalu istiqomah. Belum tentu jika kamu berada di luar sana malah jadi baik. Tidak seharusnya kamu berpikir demikian karna Allah sudah menyiapkan dan mencukupi bagi para pencari ilmu ingat itu.”
Segalanya mulai berubah, aku juga berubah, mereka juga berubah, dan perubahan ini menjadi titik balik seorang aku.
Seiring motivasi dari ustaz yang selalu terbesit dalam benak dan pikiranku, aku mulai semangat belajar dan aku mulai ingin menjadi anak yang aktif dalam setiap kegiatan, baik di sekolah maupun di dunia pesantren. Aku mulai ikut serta dalam bagian panitia pemilihan Osis hingga berkontribusi menjadi kru film Sunglang Production. Film pesantren yang kami rintis menuai banyak apresiasi; mulai dari Juara 1 Video dan Kreatif tingkat nasional yang diadakan oleh Yayasan Amanatul Ummah. Tidak sampai di sana saja, film pesantren masuk dalam best 10 short movie dalam Festival Kreatif 4 yang diadakan Universitas Malang tahun lalu. Aku juga turut dipercaya menjadi wakil ketua pelaksana Islamic Scout Competition tingkat nasional.
Banyak hal yang terjadi saat aku mulai sedang di atas, salah satunya perlahan teman-temanku mulai menjauh. Aku berfikir mungkin seiring aku aktif dalam berbagai kegiatan, teman-temanku mencemoohku yang katanya hanya pencitraan. Perlahan mereka mengucilkanku di asrama dalam keadaan aku masih harus dipaksa bertahan karena amanah suatu kewajiban menyelenggarakan acara tahunan sekolah. Acara yang biasanya dilakukan offline terkendala karena wabah corona sudah melanda sehingga kegiatan beralih menjadi kegiatan online atau virtual. Perubahan ini membuat teman-temanku merasa minder. Demi mengawali acara, hal ini menjadi motivasi yang kuat demi terlangsung nya sebuah acara tahunan kami.
Aku berusaha menjadi motivator utama di saat itu juga karena ketua pelaksana eventku harus menjalani isolasi. Apapun kondisi saat itu, aku berusaha tenang dan tetap berusaha mencari perubahan mungkin ini salah satu ucapan ku yang membuat teman-temanku merasa terbangun semangatnya “Meskipun di luar sana terlena dengan kenyamanan dan hampir di ambang kepastian, buktikan dengan keterbatasan kita bisa menunjukan kehebatan.”
Rintangan dan cobaan berlalu lalang dalam kehidupan, di sinilah aku mulai mengerti dan introspeksi, “Siapakah jati diriku sebenarnya?”
Aku teringat pesan Abah Kyai yang tak henti-henti memotivasi, “Nak, ombak yang deras tak akan menghasilkan nahkoda yang hebat, awan yang besar tak menghasilkan pilot yang handal, begitu pula roda kehidupan tanpa disertai rintangan tak akan menjadikan pribadi yang tangguh dalam segala cobaan.”
Profil Singkat Penulis
Nama: Ahmad Nizar Zuhdi AL-H
Asal: Desa Sugio Kabupaten Lamongan
Pemegang Marga Zihad Eltsamany.
Santri Jenjang Terakhir di SMAU Berbasis Pesantren Amanatul Ummah,
Lahir dari Rahim ibu penuh penderitaan hidup sekali didunia tak mau merasakan penyesalan.