Syaikh Shalih Rao memiliki nama lengkap Syaikh Shalih Rao al-Makki Asy-Syafi’i. Kajian literatur yang membahas biografi beliau dapat dikatakan sangat minim. Sehingga penulis tidak bisa menyajikan biografi Syaikh Shalih Rao secara penuh.
Syaikh Shalih Rao merupakan salah seorang ulama besar yang dilahirkan di Rao, sebuah suku atau daerah yang terletak di Sumatra Barat. Sejak kecil beliau sudah merantau di Tanah Suci untuk menimba ilmu. Di antara guru-gurunya yang berada di Makkah waktu itu, ialah Syaikh Ahmad al-Marzuqi Adh-Dharir al-Makki dan Syaikh Utsman ad-Dimyathi.
Syaikh Shalih Rao terkenal sebagai ulama yang alim allamah. Menurut sebagian sumber bahwa kecerdasan yang dimiliki Syaikh Shalih Rao jarang ada yang bisa menandingi. Para gurunya pun pada menaruh perhatian khusus atas kecerdasan beliau ini, kadang sampai memujinya. Tatkala telah menguasai berbagai bidang keilmuan Islam, beliau akhirnya ditunjuk menjadi pengajar di Masjidil Haram. Halaqah keilmuannya banyak didatangi oleh para talabah dari berbagai belahan dunia, khususnya dari Nusantara sendiri. Kelak dari didikannya ini banyak terlahir para ulama yang memiliki peran penting di daerahnya masing-masing. Syaikh Shalih Rao dikenal sebagai ulamanya para orang Jawa yang sedang belajar di Makkah.
Di dalam kitab al-Mukhtashar min Nasyr An-Nur disebutkan bahwa beliau menjadi salah seorang syaikh dari Tarekat Sammaniyyah. Beliau mempelajari langsung ilmu tarekat ini kepada Syaikh As-Samman, seorang mursyid Tarekat Sammaniyyah. Perlu diketahui bahwa Tarekat Samaniyyah merupakan gabungan dari lima tarekat yang dijadikan satu, yaitu dari Tarekat Qadiriyah, Naqsyabandiyah, Khalawthiyah, Anfas, dan al-Asmaniyah. Tarekat Samaniyyah didirikan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Karim al-Sammani al-Madani, ulama masyhur di Haramain yang sezaman dengan Syaikh Ibrahim al-Kurani.
Dinamakan Samaniyyah karena dinisbatkan pada pendiri tarekat ini. Tarekat Samaniyyah memiliki runtutan sanad yang tersambung kepada baginda Nabi Muhammad SAW. Adapun runtutan sanadnya yaitu sebagai berikut:
- Al-Sammani meriwayatkan dari
- Syaikh Mahmud al-Kurdi, meriwayatkan dari
- Al-Hifni, meriwayatkan dari
- Sayyid Musthafa Afandi al-Tabrani, meriwayatkan dari
- Ali Afandi, meriwayatkan dari
- Qirabasa, meriwayatkan dari
- Sayyid Ismail al-Jannidari, meriwayatkan dari
- Sayyid Umar al-Fu’adi, meriwayatkan dari
- Sayyid Muhyidin al-Qasthamani, meriwayatkan dari
- Sayyid Khairuddin an-Naqqadi, meriwayatkan dari
- Sayyid Jamal al-Khalwathi, meriwayatkan dari
- Sayyid Bahaudin al-Syarwani, meriwayatkan dari
- Sayyid Yahya al-Bakubi, meriwayatkan dari
- Sayyid Shadruddin al-Jayyani, meriwayatkan dari
- Sayyid Izzudin, meriwayatkan dari
- Sayyid Muhammad Abram al-Khalwati, meriwayatkan dari
- Sayyid Umar al-Khalwati, meriwayatkan dari
- Sayyid Muhammad al-Khalwati, meriwayatkan dari
- Sayyid Ibrahim al-Kailani, meriwayatkan dari
- Sayyid Jamaludin al-Tibrizi, meriwayatkan dari
- Sayyid Syihabuddin Muhammad al-Syairazi, meriwayatkan dari
- Sayyid Ruknuddin Muhammad an-Najasyi, meriwayatkan dari
- Sayyid Quthbuddin al-Abhari, meriwayatkan dari
- Sayyid Abu Najib as-Suhrawardi, meriwayatkan dari
- Sayyid Umar al-Bakri, meriwayatkan dari
- Sayyid Wajihuddin al-Qadhi, meriwayatkan dari
- Sayyid Muhammad al-Bakri, meriwayatkan dari
- Sayyid Junaid al-Baghdadi, meriwayatkan dari
- Sayyid Sari Siqthi, meriwayatkan dari
- Sayyid Hasan Bashri, meriwayatkan dari
- Sayyidina Ali ibn Abi Thalib RA yang diterimanya langsung dari
- Rasulullah SAW.
Di bumi Nusantara sendiri tarekat ini tersebar melalui para murid Syaikh Abdul Karim al-Sammani yang sedang belajar di Haramain, di antara para murid-muridnya yaitu Syaikh Abdush Shamad al-Palimbani dan Syaikh Arsyad al-Banjari. Tarekat Samaniyyah semakin banyak pengikutnya ketika di dalamnya ada keturunan Syaikh Arsyad al-Banjari, yaitu Tuan Guru Muhammad Zaini atau yang lebih dikenal Abah Guru Sekumpul. Sanad Tarekat Samaniyah Guru Sekumpul diambil langsung dari datuknya, Syaikh Arsyad al-Banjari melalui Syaikh Syarwani Abdan, lalu dari Syaikh Ali bin Abdullah al-Banjari yang diriwayatkan dari Syaikh Zainudin as-Sumbawi, dari Syaikh Nawawi al-Bantani, dari Syaikh Syihabuddin bin Arsyad al-Banjari, dari Syaikh Arsyad al-Banjari yang diriwayatkan dari Syaikh Muhammad ibn Abdul Karim al-Sammani.
Atas tingginya derajat keilmuan Syaikh Shalih Rao, banyak para gurunya memberikan pujian, seperti halnya yang sudah disinggung oleh penulis sebelumnya. Di antara para ulama yang memberikan pujian kepadanya yaitu Syaikh Abdussattar al-Hindi di dalam kitab Faidh al-Malik al-Wahhab, dengan mengatakan bahwa Syaikh Shalih Rao merupakan ulama yang hijrah ke Makkah, seorang yang mulia, lagi pemilik ilmu yang sempurna, serta menjadi ulama pengajar di Masjidil Haram.
Syaikh Shalih Rao wafat di kota Makkah al-Mukarramah pada tahun 1270 H/ 1853 M yang dimakamkan di Ma’la. Beliau telah meninggalkan dua orang putra, yaitu Syaikh Ahmad dan Syaikh Muhammad. Putranya yang pertama seluruh keturunannya hidup di Makkah, sedangkan putranya yang kedua sampai akhir hayatnya tidak memiliki keturunan.