Oleh : Ahmad Nizar Zuhdi Al – Hakimi
Pesantren mempunyai makna tersendiri dalam sejarah nasional Indonesia. Kita percaya pesantren adalah kawah candradimuka di mana para santri digembleng untuk menjadi pribadi yang berkarakter dan terdidik. Banyak orang-orang memiliki kesempatan untuk berkontribusi di negeri ini dan mengisi kursi kepemimpinan baik di sektor pemerintahan, swasta, maupun sektor publik dan beberapa dari mereka berasal dari kader pesantren. Oleh karena itu, di era informasi ini, pesantren harus terus menemukan relevansi dan eksistensinya untuk menjadi yang terdepan dalam peran sejarahnya di Indonesia.
Jika dikaitkan dengan konsep pembangunan peradaban yang digagas oleh Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi dalam bukunya yang berjudul “Tamaddun sebagai Konsep Peradaban Islam”, ditulis bahwa peradaban Islam akan muncul kembali dengan menghadirkan agama Islam sebagai konsep Islam rahmatanlilalamiin dalam jiwa umat Islam. Maka, sebenarnya peradaban Islam rahmatanlilalamiin tidak cukup dibangun oleh unsur manusia saja, namun yang paling penting adalah unsur yang ada di dalam diri manusia itu sendiri, yaitu keimanan.
Jika dilihat, pesanten berperan dalam penanaman dan pengamalan nilai nilai keimanan dan ketaqwaan. Oleh karenanya, pesantren memiliki peran strategis dan signifikan dalam membangun masyarakat, bangsa, dan negara. Hal ini dapat dimanfaatkan oleh islam dan dakwah islam itu sendiri. Para santri sebagian besar adalah kalangan pemuda potensial yang dibina dan digembleng, baik dari segi iman, taqwa, jiwa nasionalisme, jiwa entepreneurship, ilmu agama, sains dan teknologi guna memainkan peran strategis di berbagai wilayah dan daerah mereka di kemudian hari. Ketika berbagai peran strategis ini dapat dimanfaatkan secara optimal oleh pesantren untuk dakwah islam, maka sangat banyak kebaikan yang akan diraih oleh islam itu sendiri, di antara yang paling utama adalah: suplai kader sebagai agen perubahan yang berafiliasi kepada islam dan senantiasa membawa perdamaian. Hal tersebut bukan menjadi hal yang mustahil, tetapi merupakan sebuah keniscayaan. Kondisi demikian tidak akan mungkin terwujud, ketika kapasitas dan kapabilitas kader santri dari pesantren tidak disiapkan sebaik-baiknya.
Maka dari itu, perlu untuk menyiapkan kuantitas kader pesantren yang banyak untuk mewarnai seluruh pos-pos strategis sebagai agen perubahan dan pengibar bendera rahmatan lil alamin di Indonesia. Penulis meyakini bahwa wujud islam rahmatan lil alamin di Indonesia banyak berpotensi disumbangsih oleh mereka yang mampu membina masyarakat dan mewujudkan perdamaian di tengah-tengah masyarakat yang memiliki multikulturalisme suku, agama, ras di Indonesia, dan pesantren adalah salah satunya.
Di samping itu, pesantren merupakan sebuah miniatur negara yang relevan dalam mewujudkan perdamaian dan kerukunan umat, di mana konsep ukhuwah (persaudaraan), mulai dari ukhuwah islamiyah (persaudaraan umat islam), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan bangsa), dan ukhuwah basyariyah (persaudaraan umat manusia) sangat dijunjung tinggi di dalamnya. Oleh karena pesantren dikatakan sebagai miniatur negara, maka setiap elemen yang terlibat melalui pesantren diharapkan mampu untuk men-setting suasana pesantren agar “hidup” dalam konsep pembangunan peradaban islam yang rahmatan lil alamin, yakni dimulai dari SDM, sesuai dengan gagasan diangkat oleh Hasan Al Banna, disertai dengan tetap mengedepankan sikap dalam berbuat dan menegakkan persaudaraan dalam setiap perbedaan, saling mendidik, bukan saling menghardik, saling mengajak, dan bukan saling mengejek.
Sebelum terlalu jauh membicarakan gagasan ini, perlu kiranya kita juga menengok di mana dan bagiamana kita berdiri. masih realistis kah mimpi tersebut jika melihat effort atau usaha pesantren terutama para santri dan alumni pesantren saat ini? Sudahkan kita berada pada pijakan dan sikap yang tepat sebagai seorang kader pesantren yang siap menyukseskan wujud islam rahmatan lil alamin di Indonesia ? Pada dasarnya konsepsi Islam rahmatan lil alamin merupkan bentuk representasi dari firman Allah SWT dalam Al Quran Surat Al-Anbiya’ ayat 107, wa ma arsalnaaka illa rahmatan lil alamin. bahwa tujuan diutusnya Nabi Muhammad SAW adalah rahmatan lil alamin, yakni sebagai rahmat untuk semesta alam. Sehingga islam bukan hanya sekedar di mana semua umat muslim dapat menjalankan ibadah dengan baik, namun jauh lebih dalam daripada itu. Konsepsi tersebut menggambarkan keadaan di mana Islam telah diterima oleh semua kalangan baik yang muslim maupun non-muslim. Islam telah menjadi sistem sosial dari kehidupan bermasyarakat.
Oleh karena itu, jika kita mengkaji berdasarkan ayat Al Quran yang pertama kali turut yang berbunyi Iqro’ ‘bacalah’, seolah-olah ayat ini mengisyaratkan bahwa titik awal dari pembangunan sebuah peradaban Islam rahmatan lil alamin di Indonesia berawal dari Iqro’ (pengetahuan). Sebagai perbandingan, negara maju seperti Amerika Serikat (USA) dan Inggris (UK), mereka juga telah menerapkan sistem pendidikan yang diarahkan bagaimana agar generasi atau kader penerus bangsa mereka memiliki kompetensi yang bagus dan dapat bersaing, terkhusus untuk menghadapi era globalisasi.
Hal demikian sesuai dengan pepatah yang biasa disampaikan oleh Pengasuh Pesanteen Amanatul Ummah, Prof.. Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA yakni, “ala innna hayatal fata bil ilmi wat tuqo, idza lam yakunaa la’tibaro lidzatihi”, yang artinya, ketahuilah sesungguhnya kehidupan seorang pemuda yakni dengan ILMU dan TAQWA, ketika kedua unsur tersebut tidak ada, maka hilanglah jati diri sebegai seorang pemuda. Gagsan yang sama juga selatas dengan tulisan yang diangkat oleh Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi, dalam bukunya, yakni untuk membangun suatu peradaban, maka dimulai dari SDM. Dalam membangun SDM, diperlukan iman dan ilmu yang mana semua itu dapat dikemas dalam suatu sistem pendidikan dan pembinaan di pesantren.
Sistem pendidikan dan pembinaan di pesantren yang dimaksud di sini adalah yang mengacu pada pembentukan SDM yang berkarakter islami, unggul, dan mampu memberdayakan dirinya serta lingkungannya sesuai dengan kompetensi masing masing. Maka sistem pendidikan dan pembinaan di pesantren saat ini perlu dicermati kembali dan ditingkatkan. Kepribadian dan potensi masing-masing kader pesantren juga menjadi indikator penting untuk membangun konsepsi Islam rahmatan lil alamin di Indonesia. Menurut hemat saya, langkah strategis yang perlu ditinjau dalam membangun sistem pendidikan dan pembinaan di pesantren adalah bagaimana tiap individu memiliki kesadaran. di antaranya :
1. Kesadaran akan pentingnya berkontribusi untuk kemajuan islam dan Indonesia
Setiap individu memiliki peran sangat penting untuk membangun dan memajukan Indonesia dan memajukan islam secara umumnya. Kesadaran bahwa kualitas individu adalah hal yang sangat penting, apalagi perkembangan Indonesia dari masa ke masa yang semakin pesat dan era globalisasi di depan mata, yang memaksa tiap individu harus meningkatkan kualitas diri. Hal ini juga sesuai dengan firman Allah SWT dalam Quran Surat An-Nisa’ ayat 95 yang berbunyi Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai ‘uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar.
2. Kesadaran mengembangkan kompetensi diri
Hal ini berguna untuk melatih dan membiasakan santri untuk terus menggali potensi sejak dini. Sudah mulai banyak pesantren di Indonesia yang memiliki kader yang bisa mandiri dan mengembangkan potensi, salah satunya adalah dengan berwirausaha, kemampuan teknis seperti desain, pemorogaman, dan lain lain.
Kenyataannya dalam kehidupan sehari-hari, sebagai kader pesantren, kita bisa bercermin pada empat karakter sahabat khulafaur rasyidin, yang mana keempat sahabat tersebut berkontribusi sesuai dengan pembawaan masing-masing. Dari Abu Bakar kita bisa belajar tentang potensi keilmuannya yang religius, potensi kepemimpinan dari Umar bin Khattab, entrepreneurship dari Usman Bin Affan, dan Keprofesian dari Ali bin Abi Thalib. Hal ini juga merupakan bentuk representasi dari firman Allah SWT dalam Quran Surat Al – isra’ ayat 84 yang berbunyi kullu ya’malu ‘ala syakilatihi, bahwa setiap individu beramal atau berkontribusi sesuai dengan pembawaan masing-masing atau istilah lebih mudahnya sering disebut sebagai potensi diri.
3. Semangat berinovasi
Inovasi merupakan kata kunci penting dalam penentu kemajuan sebuah bangsa, begitu juga dalam dunia pesantren. Karena dengan inovasi pesantren diharapkan mampu meningkatan produktivitas, nilai tambah, dan peningkatan keunggulan yang kompetitif. Pemafaatan teknologi merupakan sarana paling utama dalam mendayagunakann inovasi dan juga merupakan jawaban atas kebutuhan akan kemudahan dan kecepatan dalam peningkatan produktivitas serta syiar islam di pesantren, dan juga sebagai penunjang paling prospektif guna mengoptimalkan transformasi ajaran islam ala pesantren dalam konteks lebih luas sehingga dapat dijadikan sebagai wadah solusi dalam menghadapai persoalan umat dan bangsa.
Namun demikian terdapat batasan-batasan dalam penggunaan inovasi ini. Hal yang terpenting adalah bagaimana inovasi yang diterapkan tidak menyalahi aturan syariat islam dan sesuai dengan kaidah fiqh (ushul fiqh) yakni Al muhafadzotu ala qadimis shalih wa akhdu bijadidl ashlah, mempertahankan ynag baik yang telah ada dan mengambil yang baru yang lebih baik.
4. Mewujudkan Nuansa Islam yang Inklusif
Setiap kader pesantren tentu memiliki peran dan berada di barisan terdepan dalam skenario indah ini. Bagaimana pesantren bisa menciptakan kader santri yang dapat merangkul semua kalangan, ramah, dan tidak eksklusif, Bukan santri yang terkesan zuhud tapi cupu, melainkan santri yang akan memberi warna warni perdamaian yang indah di lingkungan masyarakat.
Dalam langkah geraknya, kader pesantren mampu mengakrabkan ajaran ajaran agama dengan masyarakat umum dan memarketingkan islam secantik mungkin dalam bentuk yang variatif. Islam tidak menjadi sebuah sistem yang angker, menakutkan, atau mengekang bagi masyarakat umum. Setiap orang (bukan hanya kader pesantren) berlomba-lomba untuk mengaplikasikan islam dalam kesehariannya. Pesantren adalah mitra dekat masyarakat umum, bahkan menjadi rumah bersama dalam mengkaji islam.
Pada dasarnya, semua ajaran tersebut kembali pada Al Quran, Allah SWT mengajarkan tentang keberagaman agar kita saling membuka diri untuk berkerja sama (QS Al hujarat: 10), Allah juga mengajarkan kita untuk hidup berdampingan dan berdialog secara damai (QS Al Ankabut : 46) dan saling berlomba-lomba dalam kebaikan (QS Al Maidah : 48 dan Al Baqarah : 148). Masing-masing dari kita saling berupaya untuk meningkatkan kapasitas, ilmu, akhlaq dan keimanan, saling berupaya meneladani sikap Rasulullah SAW dalam bersikap, saling mengisi, saling bekerjasama dan saling berjalan bersama, bukan fanatik pada golongannya, melainkan fanatik pada satu kata yakni “islam yang damai”.
Sehingga dari sini, semua elemen yang terlibat bisa saling membuka diri untuk berkerjasama, dan terbuka kesempatan untuk saling belajar, dan mencari titik- titik temu untuk mengembangkan etik sosial yang mengangkat kehidupan bersama. Karena kita semua adalah umat yang satu, ummatan washaton, Inilah wujud “kebhinekaan” kita bersama, sebagaimana firman Allah SWT dalam dalam Al-Quran surat Al Hujarat ayat 13, “sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal”.
Tentunya melalui gagasan ini, setiap elemen dari kita masing masing diharapkan bisa saling melengkapi, saling berdialog, bertukar pikiran, dan membentuk vektor yang konvergen. Sehingga berbekal dari modal inilah, diharapkan semua elemen yang terlibat dalam pesantren ikut serta dalam meletakkan batu bata islam dalam membangun rumah besar Indonesia yang inklusif dan non diskriminatif, karena semua orang pada hakikatnya adalah sama. Dan pada akhirnya kita ingin bersama-sama menyemai benih-benih kader yang mampu menjadi agen perdamaian untuk membangun peradaban yang unggul dan modern, itulah generasi rahmatan lil alamin, yaitu generasi islam yang kaffah, dengan spirit dakwah yang ramah terhadap kearifan lokal dan terjaga relevansinya dengan kebutuhan zaman. Wallahua’lam Bisshawab.
Biodata singkat Penulis
Nama : Ahmad Nizar Zuhdi Al-Hakimi
Nama Pena : Zihadeltsamany.
Email :ahmadnizarzuhdi24@gmail.com
Alamat : Desa Sugio – Lamongan
Anak tunggal dari ayah ibu di tuntut agar bidup memiliki tabiat baik, Santri yang mengenyam pendidikan di SMAU Berbasis Pesantren di Ponpes Amanatul Ummah suka bertadabur di dunia literasi bisa disapa di akun sosmed nya _hadzeee.