Oleh: Dr. Chotijah Fanaqi, S.Sos.I., M.I.K, Akademisi, Pegiat Majelis Taklim, (Jamaah Muhibbin Ning Atikoh Ganjar Nusantara)
Mahfud MD, Calon Wakil Presiden (Cawapres) Ganjar Pranowo sebagai Calon Presiden (Capres), selain dikenal dengan kejujuran dan keberaniannya, ternyata ia adalah seorang santri. Dalam profil yang ditulis di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia disebutkan bahwa Riwayat Pendidikannya adalah Madrasah Ibtidaiyyah (MI) di di Pondok Pesantren al Mardhiyyah, Waru, Pamekasan, Madura. Berangkat dari itu, tak heran jika dalam beberapa acara, Mahfud MD sering mengutip dalil-dalil yang mendasari sebuah hukum dari al-Qur’an dan hadits, bahkan kaidah-kaidah ushul fiqih.
Dilansir dari https://polkam.go.id/, pada tahun 1968, ketika Mahfud MD menjadi santri, guru dan pendiri Pondok Pesantren Al Mardliyyah, Kyai Mardliyyan, memberikan bimbingan khusus kepadanya. Pengalaman ini dia ceritakan saat menjalin silaturahmi dengan pimpinan pesantren, santri, dan alumni Pondok Pesantren Al Mardliyyah pada Rabu (23/11/2022), Mahfud menceritakan periode masa kecilnya di pesantren, di mana ia mendapatkan perhatian istimewa dari kepemimpinan pesantren untuk selalu menjaga integritas, tidak tergoda oleh keserakahan, dan menghindari pelanggaran hak orang lain.
Salah satu momen yang diungkap oleh Mahfud adalah kebiasaan sarapan pagi yang dijalani bersama Kyai Mardliyyan. Setiap pagi, Kyai Mardliyyan mengajaknya untuk makan hingga kenyang dan menekankan bahwa manusia hanya membutuhkan sejumlah kecil. Kyai Mardliyyan memberikan nasihat agar tidak menjadi serakah di masa depan, meskipun banyak orang cenderung menumpuk harta. “Hari ini, alhamdulillah, saya berkesempatan silaturahmi, atau lebih tepatnya pulang ke pondok pesantren Al Mardliyyah, Waru, Pamekasan, Madura,” kata Mahfud MD dikutip dari akun Instagramnya @mohmahfudmd, Rabu (23/11).
Mahfud MD mengakui bahwa pelajaran moral dari Kyai Mardliyyan tetap menjadi pedoman dalam hidupnya, dari masa pelayanannya bersama Presiden Gus Dur hingga posisinya saat menjabat sebagai Menko Polhukam RI di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Pada tahun 1968, Mahfud MD menghabiskan masa kecilnya di Pondok Pesantren al-Mardhiyyah, Waru, Pamekasan. Di sana ia mengaji, mempelajari beberapa kitab seperti Safinatun Najah, Kitab Sulamut Taufiq, dan berbagai kitab lainnya. Bangunan pondok waktu itu masih berupa panggung sederhana yang terbuat dari kayu. Hal itu diungkapkan Mahfud MD dalam kunjungannya ke Pondok Pesantren Al Mardliyyah. “Inilah tempat saya menimba ilmu sewaktu kecil. Di pondok ini, di sebuah panggung kecil sederhana yang terbuat dari kayu, saya belajar agama dari kyai dan pengasuh pondok,” kenangnya.
Mahfud MD menceritakan kenangan masa lalu, berkeliling di sekitar pondok, dan mengenang tempat-tempat yang dulu menjadi bagian dari kehidupannya, termasuk dapur di mana para santri biasa memasak dengan tungku. Dalam pertemuan dengan Santri dan Alumni Pondok Pesantren Al Mardliyyah, Mahfud menegaskan pentingnya menjaga reputasi pesantren. Dia memberikan nasihat agar santri tidak tergoda oleh keserakahan ketika dipercayakan dengan amanah. “Jangan menjadi tamak dan serakah. Hindari mengkonsumsi barang haram karena itu akan menjadi penyakit bagi diri kita, mengganggu ketenangan hidup, dan berpotensi merusak mimpi kita. Ketika ada pemadam kebakaran lewat, mereka takut karena dikira KPK,” ucap Mahfud dengan humor, yang disambut dengan tepuk tangan dari hadirin.
Menurut Mahfud MD, pemicu utama korupsi adalah tamak dan serakah. Seorang pemimpin yang seharusnya menjadi teladan justru terjerat dalam praktik korupsi, menyalahgunakan kepercayaan dan tanggung jawab yang diberikan oleh masyarakat. Jelasnya, korupsi bukanlah masalah kekurangan, melainkan lebih kepada sifat serakah yang telah merajalela. Semoga pemimpin-pemimpin kita dianugerahi oleh Allah SWT, hati yang qana’ah dan bersyukur sehingga tidak korupsi dan merugikan masyarakat.