Perang Israel Palestina dan Matinya Nilai Kemanusiaan di Gedung Putih

Perang Israel Palestina dan Matinya Nilai Kemanusiaan di Gedung Putih

Oleh : Mujahidin Nur, Ketua Departemen Hubungan Luar Negeri & Antar Lembaga BKM (Badan Kesejahteraan Masjid)

Suasana di lantai satu bagian sayap kanan, Gedung Putih tempat Presiden Amerika Joe Biden berkantor sore itu nampak ramai. Sekira 49 pewarta berita baik cetak maupun elektronik yang tergabung dalam asosiasi White House Press Corp dijadwalkan melakukan Press Confrence bersama Presiden Amerika, Joe Biden terkait serangan mematikan tentara Israel ke Gaza (13/5/2021).

Publik bertanya-tanya apakah Biden akan memberikan pernyataan politik yang berbeda dengan para pendahulunya? Pernyataan politik yang memuaskan rasa kemanusiaan dan keadilan utamanya bagi umat Islam. Hal itu sedikit wajar, karena pada Pilpress 2020 yang mengantarkan Biden menjadi Presiden Amerika ke 46, Biden memberikan perhatian khusus untuk memenangkan suara muslim Amerika. Bahkan tim kampanye Biden membuat website khusus untuk menarik perhatian suara muslim Amerika dengan tagar #BetterTogether,StrongerTogether. Hasilnya, Biden telah berhasil mengambil simpati 84% pemilih muslim pada kompetisi pilpres Amerika beberapa bulan lalu.

Namun, harapan tinggal harapan, umat Islam harus kembali menelan pil pahit dan tercabik rasa kemanusiaan mereka. Sama seperti para pendahulunya, sejak Hary S Trouman (1945-1953) presiden ke 33 Amerika sampai Joe Biden tidak ada yang berubah sedikitpun dari kebijakan luar negeri Amerika terkait konflik Israel dan Palestina. Begitu halnya kebijakan luar negeri Amerika dibawah kepemimpinan Joe Biden.

Selama 11 hari peperangan Israel-Palestina, Amerika memveto tiga kali resolusi DK PBB untuk mengutuk kebiadaban Israel (16/5/2021). Sejak lima dekade lalu (1972-2021), menurut data PBB, Amerika telah menggunakan 53 kali hak vetonya untuk membantu Israel. Amerika juga masih kontinyu memberikan bantuan 3 milyar USD untuk memperkuat militer Israel diluar bantuan ekonomi setiap tahunnya. Amerika juga menutup mata dengan berbagai kebiadaban negeri zionis tersebut terhadap rakyat Palestina. Karenanya tidak mengherankan apabila Biden hari itu menyampaikan sebuah pernyataan politik yang menurut saya sangat tidak kredibel, tidak berimbang, dan tidak memberikan rasa keadilan dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi di Syaikh Jarrah, Masjid al-Aqsha, atau Gaza.

Baca Juga  RAHMATAN LIL ALAMIN DAN SECOND TRACK DIPLOMACY PALESTINA ALA PBNU

“Harapan dan harapan saya adalah bahwa ini akan ditutup lebih cepat daripada nanti, tetapi Israel memiliki hak untuk mempertahankan diri ketika Anda memiliki ribuan roket terbang ke wilayah Anda,” kata Biden dikutip dari AFP, Kamis (13/05/2021).

Pernyataan Joe Biden mendapatkan kritik keras dari Rashida Thlaib anggota kongres Amerika dari Partai Demokrat, Rashida Thlaib juga mengkritik pernyataan Menhan Amerika Lolyd Austin, dan Anthony Blinken sekertaris negara yang menurutnya sama sekali tidak mengakui penderitaan kemanusiaan bangsa Palestina.

Dalam memberikan pernyataanya, Biden sama sekali tidak menyebut serangan brutal dan membabi buta terhadap masyarakat sipil Palestina yang telah membuat 244 masyarakat Palestina menjadi syuhada. Menutup mata pada puluhan anak yang menjadi korban pemboman atau penahanan terntara zionis. Tak menyinggung teror yang dilakukan oleh polisi Israel pada para jamaah shalat taraweh yang menyebabkan 300 orang jamaah terluka. Sama sekali tidak menyebutkan pengepungan masjid al-Aqsha oleh polisi Israel, kekerasan yang mereka lakukan dengan membubarkan jamaah shalat taraweh, melemparkan gas air mata dan menembakkan peluru karet.

Senada dengan Rashida Thlaib, Ilham Omar, politisi berkebangsaan Amerika-Somalia ini mengutuk keras penyerangan tempat suci masjid al-Aqsha dan pemboman yang dilakukan pada masyarakat Palestina. Ilham meyayangkan diamnya Amerika dan negara-negara barat dengan tragedi kemanusiaan yang terjadi di Palestina yang menyebabkan 5.6 juta masyarakat Palestina menjadi pengungsi sejak berdirinya negara Israel. Ini merupakan jumlah pengungsi terbesar yang pernah ada dalam krisis kemanusiaan. Sebuah konflik yang didanai dan didukung oleh pemerintah Amerika melalui pajak masyarakat Amerika. Ilham Omar juga menjuluki Perdana Menteri Israel Benyamin Nyetanyahu sebagai pemimpin etno-nasionalis.

Anggota kongres wanita lain dari Amerika, Cori Bush, yang juga salah satu tokoh penting dalam pergerakan Black Lives Matter, meminta para pendukung Black Lives Matter untuk memberikan perhatian dan penghargaan pada Basem Masri, aktifis Amerika berkebangsaan Palestina yang berjuang memperjuangkan kesetaraan kulit hitam di Amerika. Cori Bush menyampaikan inilah saat yang tepat untuk memberikan penghargaan pada Basem Masri dengan kembali menyampaikan pentingnya menjungjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Cori meyampaikan, kita semua anti perang, anti okupasi (pendudukan), dan kita semua anti politik apartheid yang selama ini menjadi kebijakan integral dalam pemerintahan Israel.

Baca Juga  Nasihat Habib Umar Bin Hafidz tentang Menjaga Lisan

Berbagai kritik terhadap kebijakan Biden terkait keberpihak Biden dan gedung putih terhadap Israel sama sekali tidak membuat Biden goyah. Bahkan di tengah intensitas pemboman yang dilakukan oleh tentara Israel terhadap masyarakat sipil di Gaza. Joe Biden, menandatangani kontrak penjualan senjata kepada Israel senilai 735 miliar dolar Amerika yang dalam kalimat Presiden Turkey, Recep Thayyep Erdogan penanda tanganan penjualan senjata oleh Amerika ke Israel sama dengan Biden telah mencatat sejarah kepemimpinannya dengan darah.

Harapan masyarakat dunia kepemimpinan Amerika dibawah Joe Biden mampu memperbaiki berbagai ‘musibah’ kemanusiaan yang ditorehkan oleh Presiden sebelumnya, Donald Trump yang mendukung supermasi kulit putih, menebar kebencian pada ras dan agama minoritas, mempromosikan ketidakadilan internasional, menutup mata pada rasisme yang sistematik di kepolisian AS, dan musibah kemanusiaan lainnya tinggal harapan.

Humanisme, kemanusiaan, HAM bagi Biden dan gedung putih pada akhirnya hanyalah sebatas jargon dan retorika politik semata-mata. Pada perjalananya tidak terlihat sama sekali perjuangan Biden dan Gedung putih untuk menjaga nilai-nilai kemanusiaan, penghormatan pada HAM dan menjaga perdamaian yang sejati di timur tengah.

Karenanya, menjadi aneh, ketika pada 100 hari kepemimpinannya Biden mengakui pembunuhan pada bangsa Armenia oleh pemerintahan Turki Otthoman yang terjadi pada tahun 1915 dengan menggunakan frase genosida. Sebuah frase yang dahulu ditolak keras oleh Barrack Obama maupun Donald Trump. Namun demi memenuhi janji kampanyenya Biden memakai frase genosida untuk peristiwa yang terjadi di Anatolia Timur, Istanbul dan Konstantinopel.

Namun, ketika David Ben-Gourins, Perdana Menteri Israel melakukan etnhic cleansing (pembersihan etnis) dengan mengusir 720.000 masyarakat Palestina pada 1948 dalam peristiwa yang dikenal oleh masyarakat Palestina Nakbah (bencana) dan ethnic cleansing itu terus dilakukan termasuk pada masa pemerintahan Perdana Menteri Benyamin Nyetanyahu di pemukiman Syaikh Jarrah, Biden menutup mata. Bagi presiden Amerika, termasuk Joe Biden Israel adalah grand strategy Amerika di Timur Tengah yang tetap harus dilindungi secara diplomasi, militer dan ekonominya dibantu agar menjadi kekuatan militer dan ekonomi terbesar di Timur Tengah salah satunya untuk menjaga kepentingan nasional Amerika di Timur Tengah! *

Tinggalkan Balasan