Pemikiran Nasionalisme KH. Wahab Chasbullah

Oleh: Meizaluna Fitri Auliya Rahma

Salah satu faktor yang mendorong proses Islamisasi di Nusantara adalah tasawuf atau Islam mistik yang melekat dalam sastra tarekat dan Suluk di Jawa. Di Jawa misalnya ada Walisongo yang sangat populer di masyarakat yang mencampuradukkan ajaran Islam secara mistik, mereka menggunakan unsur-unsur budaya pra-Islam dalam penyebarannya Islam dan ajaran pra-Islamnya dilestarikan sementara karakternya diberi nama Islam sehingga timbul sinkretisme yakni pencampuran elemen-elemen atau kepercayaan-kepercayaan yang saling bertentangan. Melihat fenomena ini, berbagai ide dan inisiatif muncul dari berbagai kalangan, baik dari kalangan Ulama maupun tokoh-tokoh pejuang Nasionalis.

Sekitar tahun 1900-1942 banyak sekali berbagai organisasi yang muncul untuk terhadap kesengsaraan yang dialami masyarakat dari tindakan penjajah. Contohnya adalah organisasi Budi Utomo yang didirikan pada tahun 1908, Sarikat Islam yang didirikan oleh KH. Samanhudi di Solo tahun 1912, Muhammadiyah yang didirikan di Yogyakarta oleh KH. Ahmad Dahlan pada tahun 1912, Nahdlatul Ulama didirikan di Surabaya pada tahun 1926. Serta organisasi lainnya yang telah tersebar di berbagai daerah di Jawa.

Meskipun masing-masing organisasi terkonsentrasi di area yang lebih spesifik seperti: pendidikan, ekonomi, dan politik tetapi secara umum beberapa organisasi Mereka memiliki latar belakang yang sama, yaitu untuk melawan penjajah. Beberapa organisasi yang paling dominan adalah organisasi di pendidikan. Salah satu organisasi tersebut adalah Taswirul Afkar.

Asosiasi Diskusi ini bisa dikatakan sebagai cikal bakal berdirinya Nahdlatul Ulama. Paguyuban ini membahas berbagai masalah keagamaan, sosial masyarakat dan juga bagaimana memelihara sistem sekolah. Kelompok diskusi ini didirikan di Surabaya pada tahun 1914 oleh KH. Abdul Wahab Chasbullah, KH. Mas Mansur, dan KH. Ahmad Dahlan Achyad. Cinta tanah air adalah fitrah manusia. Cinta tanah air seperti cinta untuk dirinya dan jiwanya, terlepas dari apa adanya, seringkali malah dibanggakan kecantikan dan keanggunannya.

KH. Wahab Chasbullah yang satu Pengorganisir, Pendiri, Motivator dan Motor Kader NU Mengutip dua bait syiir Berhar Thowil yang berbunyi “: إذا كان العليم لا ينفع غيره فإن وجوده مثل وجود الجاهل. وكذلك إذا كان الإنسان عديم الفائدة للآخرين فهو شوكة بين الورود.” yang artinya : jika orang yang berilmu tidak dapat bermanfaat bagi orang lain, maka keberadaannya sama dengan orang bodoh. Begitu juga jika seseorang tidak berguna bagi orang lain, maka dia seperti duri di antara mawar.

Baca Juga  Gus Baha: Allah Tidak Pernah Ingkar pada Hamba-Nya, Meski Sekecil Biji Zarrah

Ayat ini menunjukkan betapa kamu menginginkannya Wahab (panggilan KH Wahab Chasbullah) menjadi orang yang berguna. Dan terbukti dari situ kita tahu semua umur mbak Wahab dipakai untuk perjuangan Islam dan Negara. Dalam hal ini kita sering mendengar ungkapan “Cinta tanah”. air adalah bagian dari iman.” Apa pun yang berhubungan dengan tanah air kita, setidaknya pemberitahuan kita akan diarahkan ke sana. Keinginan untuk selalu kembali atau kembali ke tanah air atau kampung halaman sering muncul ketika kita jauh dari dia. Karena ada landasan cinta (dengan segala Aspeknya) yang mengikat dan panggilan.

Kiai Haji Abdul Wahab Hasbullah (Lahir di Jombang, 31 Maret 1888 M, meninggal 29 Desember 1971 M pada usia 83 tahun) adalah ulama pendiri Nahdatul Ulama. KH Abdul Wahab Hasbullah adalah seorang ulama yang Dengan pandangan modern, dakwahnya dimulai dengan mendirikan media massa atau surat kabar, yaitu harian umum “Soeara Nahdlatul Oelama” atau Soeara NU dan Berita Nahdlatul Ulama. Ia diangkat sebagai pahlawan nasional Indonesia oleh Presiden Joko Widodo pada 7 November 2014.

Beliau adalah seorang penyair Ya Lal Wathon yang banyak dinyanyikan di kalangan Nahdliyyin, lagu Ya Lal Wathon dia menulis pada tahun 1934 M. KH Maimun Zubair mengatakan puisi itu Ini adalah puisi yang dia dengar, dapatkan, dan nyanyikan pada waktu-waktu pemuda di Rembang. Di masa lalu, puisi Ya Lal Wathon dibacakan setiap kali ingin memulai kegiatan belajar oleh siswa.

Sejak kecil, Kiai Wahab adalah “organisator yang antusias”. Masalah ini terlihat ketika Kiai Wahab menetap di Mekah dan mendengar bahwa di Jawa berdiri Persatuan Islam dan Muhammadiyah pada tahun 1912. Bersama Ajengan Abdul Halim, Ajengan Ahmad Sanusi, dan Kiai Mas Mansur, kemudian didirikan Kiai Wahab Cabang Masyarakat Islam Mekah Sekitar tahun 1914, pemuda Abdul Wahab Hasbullah kembali dari belajar di Makkah dan menikahi seorang gadis (putri Kiai Musa) Surabaya.

Baca Juga  Teori Tindakan Sosial Max Weber Dalam Mengkaji Tradisi Asyura Dan Shafar Masyarakat Lembung Timur

Ia kemudian menetap di rumah mertuanya, tepatnya di Kertopaten surabaya. Selain itu, Kiai Wahab juga aktif mengajar di pondok kertopaten, pondok pesantren milik ayah mertuanya (Kiai Musa). Dalam SI (Sarekat Islam) sendiri Kiai Wahab juga merupakan orang penting, tapi dia masih belum puas jika dia belum membentuk asosiasi terpisah. Mungkin Kiai Wahab saat itu juga orang yang religious nasionalis dan menganggap SI terlalu politis, maka Kiai Wahabi menginginkan semangat Nasionalisme melalui kegiatan pendidikan. Munculnya Sarekat Islam dan Budi Utomo membawa dampak tersendiri untuk semangat nasionalisme di Indonesia.

Sambutan oleh HOS Tjokroaminoto, pendiri dan Ketua Umum Partai Persatuan Islam Indonesia yang menuntut pemerintahan tersendiri lepas dari kendali kekuasaan kolonial Belanda. Membakar semangat bangsa Indonesia, khususnya kaum terpelajar, untuk mendirikan berbagai perkumpulan di bentuk gerakan dan lembaga pendidikan. Pidato tersebut juga mempengaruhi KH. Wahab Hasbullah yang kembali dari pendidikan di Timur Tengah.

KH. Wahab Hasbullah mengundang KH. Mas Mansur dan KH. Ahmad Dahlan Achyad untuk membentuk kelompok diskusi. Forum diskusi didirikan di Surabaya pada tahun 1914 dengan nama “Taswirul Afkar” (Kebangkitan Pikiran). Tujuan dari asosiasi ini adalah untuk meningkatkan kehidupan umat Islam Langkah konkrit dari forum diskusi Taswirul Afkar adalah pembentukan kelompok kerja bernama Nahdatul Wathan.

Organisasi ini berorientasi pada pendidikan pemuda. Ide tersebut mendapat sambutan hangat dari sejumlah tokoh anggota masyarakat, antara lain H.O.S Tjokroaminoto, Raden Panji Seoroso, Soendjoto (arsitek terkenal saat itu) dan KH Abdul Kahar (pedagang) terkemuka) yang kemudian menjadi penanggung jawab pembangunan gedung Nahdatul Wathan. Terakhir, Nahdatul wathan bergerak di bidang pendidikan dan pelatihan Pengembangan pemuda. Forum diskusi Taswirul Afkar awalnya sederhana, sifatnya terbatas untuk kelompok tertentu. Seiring berjalannya waktu, Taswirul Afkar mulai diminati oleh kaum muda khususnya di Surabaya.

Baca Juga  Teologi Pembaruan Hassan Hanafi Menuju  Umat Islam Yang Berkualitas

Kondisi ini digunakan untuk membina kontak antara sejumlah pemimpin muda dan pemimpin agama dan agama intelektual. Dalam setiap diskusi yang mempertemukan anak-anak muda, tokoh intelektual dan agama, Taswirul Afkar mencoba mencari berbagai solusi untuk memecahkan masalah kehidupan di masyarakat. Mulai dari masalah-masalah yang murni religius hingga masalah-masalah politik perjuangan untuk wisatawan. Kelompok diskusi Taswirul Afkar juga digunakan untuk menyeru aspirasi semangat kebangsaan berbasis agama kepada para pemuda. Salah contoh keinginan kelompok diskusi ini untuk menghadirkan anak muda Surabaya yang punya kebiasaan meniru gaya Belanda kembali lagi dengan kebiasaan asli mereka sebagai penduduk asli.

Kegiatan di forum diskusi semakin hari semakin menarik, sehingga banyak tokoh Islam dari kalangan lain yang mengikuti forum diskusi Taswirul Afkar dan manfaatkan forum untuk menyelesaikan masalah agama yang mereka menghadapi. Salah satunya adalah Syekh Akhmad Surkati, pendiri paguyuban Al-Irsyad.

Diskusi kelompok Taswirul Afkar membuahkan hasil positif. Kader ulama dari lingkungan pesantren relatif berhasil membina, dalam cakrawala lebih luas dan berpikiran terbuka. Sedangkan pesantren pada waktu itu adalah satu-satunya basis kekuatan Islam yang potensial. Dengan kata lain melalui Taswirul Para pemimpin gerakan Afkar pada waktu itu telah meletakkan dasar bagi membina masyarakat muslim yang dinamis, sesuai dengan kondisi zaman kolonialisme Hingga tahun 1918, namanya berubah menjadi Madrasah Islamiyah Taswirul Afkar karena semakin berkembangnya forum diskusi ini pada akhirnya memerlukan pengakuan badan hukum terkait Taswirul Afkar. Dan Pada akhirnya, Taswirul Afkar bergabung dan menjadi cabang dari paguyuban Surya Umirat Afdelling. untuk memudahkan perizinan operasional dari pemerintah Belanda. Nama nama Pendiri Surya Sumirat Afdelling taswirul AfkarTaswirul Afkar
sebagai berikut :
1. KH. Ahmad Dahlan Achyat (pengasuh pondok pesantren kebun dalem)
2. Mangun
3. KH. Abdul Wahab Chasbullah
4. KH. Mas Mansyur

Tinggalkan Balasan