Opini  

Pelajar, Demonstrasi 98 dan Aksi-Aksi Massa Setelahnya


Notice: Trying to get property 'post_excerpt' of non-object in /home/dawuhgur/domains/dawuhguru.co.id/public_html/wp-content/themes/wpberita/template-parts/content-single.php on line 98

Oleh: Rekki Zakkia

Periode 1996-1997 keterlibatan pelajar di Yogyakarta dalam aksi demonstrasi masih bersifat sporadis dan belum terorganisir. Aksi demo diikuti dengan keterlibatan individual melalui keikutsertaan dalam orasi ataupun beberapa pembacaan puisi perlawanan karya mereka sendiri. Sampai menjelang awal 1998, kelompok-kelompok lingkar diskusi kecil antar pelajar yang hampir kebanyakan besar beranggotakan pelajar SMA negeri 10 Yogyakarta dan beberapa jaringan persekawanan di SMA di Yogyakarta, menyepakati untuk dibentuknya Front aksi. Maka dibentuklah KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia).

KAPPI merupakan divisi front pelajar dari PPPY (Persatuan Perjuangan Pemuda Yogyakarta). Menjelang Mei, jejaring persekawanan dan semangat perlawanan makin kuat. Dan aksi aksi makin massif dilakukan. Puncaknya, tanggal 20 Mei 1998. Aksi demonstrasi anti Orde Baru terbesar dengan titik pusat aksi di alun-alun Utara Keraton Yogyakarta ini melibatkan juga elemen pelajar. Dengan saya sebagai koordinator umum (kordum) lapangan aksi, elemen pelajar menduduki Monumen Serangan Umum 1 Maret (Titik nol kilometer).

Aksi besar-besaran di seluruh Indonesia akhirnya memaksa Presiden Soeharto mundur dari jabatannya keesokan harinya. Dengan mundurnya Soeharto, bukan berarti perjuangan telah selesai. Orde Baru masih menguasai gelanggang kekuasaan. Organisasi menjadi makin solid dan menarik jumlah anggota makin banyak.

Maka meleburlah beberapa komite aksi pelajar menjadi FROPANA (Front Pelajar Nasional), yang pada akhirnya nanti seiring berjalannya waktu, sebagai bagian dari PPPY, melebur dan menjadi bagian dari FPPI (Front Perjuangan Pemuda Indonesia) pada keputusan kongres pertama FPPI di wisma Hastorenggo Kaliurang. Pemuda Indonesia Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI) Front Perjuangan Pemuda Indonesia.

Pasca Mei 98, konsentrasi isu tertuju pada isu pendidikan. Diskusi-diskusi internal dan penggodokan masalah isu pendidikan intens dilakukan. Selain beberapa anggota juga menulis artikel dan esai kritik terhadap pendidikan di Indonesia di media media cetak, mereka juga menerbitkan jurnal kebudayaan independen bernama SENTHIR.

Baca Juga  Pendekatan Psikologi Teori Trans-Personal: Kekuatan Pembacaan Ayat Kursi

Yang disiapkan sebagai media ekspresi tulisan karya para pelajar di Yogyakarta. Waktu itu para pelajar berpendapat, selama 32 tahun rezim Orde Baru berkuasa, pendidikan telah disalah gunakan oleh penguasa sebagai ajang doktrinasi dan “pembodohan” terselubung. Maka dibutuhkan sebuah Reformasi sistem pendidikan dan reorientasi pendidikan yang disesuaikan dengan realitas sosial dan berpihak kepada rakyat. Sistem pendidikan yang membebaskan.

Aksi demonstrasi berikutnya pasca Mei 98 yang juga dibarengi dengan aksi intelektual (diskusi rutin, aktif menulis artikel di koran, dan aktif di seminar-seminar) tertuju pada tema pendidikan. Diantara beberapa tuntutan aksi yang masih saya ingat adalah: Reformasi sistem pendidikan, menolak OSIS sebagai satu-satunya organisasi tunggal di sekolah, menuntut diberikannya pendidikan politik di sekolah-sekolah mengingat pelajar merupakan bagian warga negara yang memiliki hak politik, mendorong transparansi dan pemurnian sejarah atau penyusunan ulang historiografi keindonesiaan yang akan diajarkan di sekolah sekolah, pemerataan pendidikan dan pengajaran bagi seluruh warga negara (pendidikan gratis untuk rakyat), pengusutan dan pemberantasan unsur unsur KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) di sekolah sekolah, lembaga dan dinas-dinas pendidikan, serta kenaikan dan kesejahteraan gaji guru.

Para pelajar yang tergabung di FROPANA dengan saya sebagai ketuanya, konsisten bulan demi bulan berikutnya melakukan aksi baik di dinas pendidikan Yogyakarta maupun aksi teaterikal dengan sentra utama isu pendidikan di titik titik strategis lokus aksi di Yogyakarta. Kami menyadari, pendidikan adalah dasar utama dan kunci untuk mencetak generasi yang berkualitas, kritis dan berpihak kepada rakyat. Maka tidak lain tidak bukan, cara itu hanya bisa dilakukan dengan membenahi dan mereformasi sistem pendidikan nasional, menuju pendidikan yang memanusiakan dan membebaskan.

Baca Juga  Perayaan Imlek Dalam Perspektif  Al-Qur’an

Salam perjuangan!

Panjang umur perlawanan!

Pelajar, Demonstrasi 98 dan Aksi-Aksi Massa Setelahnya

Pelajar, Demonstrasi 98 dan Aksi-Aksi Massa Setelahnya 2

Pelajar, Demonstrasi 98 dan Aksi-Aksi Massa Setelahnya 1

*Sumber foto: Koran-Koran di Yogyakarta periode 1998 dan dokumentasi pribadi serta dokumentasi Athonk Sapto Raharjo

Tinggalkan Balasan