Esai  

Pandangan Filsafat Sosial Terhadap Kesetaraan Gender

Penulisan esai ini kurang lebih di latar belakangi oleh keadaan kehidupan masyarakat pada umumnya yang selalu dipimpin oleh sosok laki-laki. Sedangkan kaum perempuan hanya diposisikan sebagai penerima keputusan. Terkadang kaum perempuan dalam berbagi kasus yang ada, bahkan tidak diberikan peran dalam mengambil sebuah keputusan ketika terjadi permasalahan dalam hal pembangunan yang terlihat kurang efektif misalnya.

Kaum perempuan hanya diberikan posisi sebagai gender sekunder setelah laki-laki. Pemberdayaan kaum perempuan yang penulis nilai kurang efektif dalam permaslahan yang bersangkutan dengan publik atau khalayak ramai. Dalam berbagai hal yang berkaitan dengan publik atau khalayak ramai sangat dikuasai oleh kaum laki-laki sedangkan kaum perempuan banyak berkutat dengan hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan rumah.

Pola pemikiran yang dimiliki oleh masyarakat tradisional pada umumnya memandang kaum perempuan sebagai sosok yang lemah, diakibatkan dari adanya pola pemikiran tersebut yang mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat, kaum laki-laki lebih memberikan kontribusi terutama dalam ranah kepemimpinan.

Merujuk pada pendapat Young (dalam Kartono, 2003) beliau menyampaikan bahwasanya dalam permasalahan kepemimpinan merupakan sebuah bentuk pengaruh yang didasari oleh kemampuan individu sehingga mampu untuk mendorong serta mengajak khalayak ramai untuk melakukan sebuah perbuatan yang didasarkan pada keahlianya ataupun dalam menghadapi sebuah situasi tertentu.

Sedangkan mengutip terhadap pendapat Moejiono (2002) beliau mengemukakan bahwasanya kepemimpinan adalah sebuah pengaruh yang diakibatkan oleh seseorang dan ia mampu untuk menggiring pemikiran khalayak ramai menuju ke suatu arah. Hal tersebut tidak dapat lepas dari sosok yang memimpin terkadang memiliki kemampuan-kemampuan dalam bidang-bidang tertentu.

Kemudian dapat kita tarik sebuah kesimpulan bahwasanya kepemimpinan adalah sebuah sikap dimana sikap tersebut dapat memberikan pengaruh terhadap orang lain dengan maksud untuk mencapai sebuah tujuan dengan memenuhi segala aspek yang terdapat didalamnya.

Gaya dari sebuah kepemimpinan adalah sebuah perilaku setiap pemimpin dalam melaksanakan pekerjaannya terhadap orang yang lain. Gaya yang dimiliki oleh setiap pemimpin selalu memiliki perbedaan yang begitu jelas.

Kaum laki-laki lebih cenderung memiliki sifat tegas dibandingkan kaum perempuan yang lebih meengedepankan sebuah hubungan. Kemudian langkah-langkah yang ditempuh untuk mempengaruhi orang lain sangat bermacam-macam seperti memberikan sebuah perintah, memberikan wewenang, memberi kepercayaan pada bawahan, memberikan ajakan, membujuk, memberikan tugas, meminta sebuah saran, meminta pendapat, mengobarkan semangat bawahan, mendorong untuk melakukan kemajuan dan lain-lain.

Jabatan yang diemban oleh seorang pemimpin cukup berat untuk mengatur para bawahanya. Langkah-langkah yang selalu dilakukan oleh seorang pemimpin untuk memberikan arahan kepada anggotanya agar menjadi individu yang bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas. Anggota yang memperoleh tugas dari seorang pemimpin agar mencapai tujuan bersama, bertindak sesuai dengan wewenang yang berlaku disetiap pembantu pemimpin.

Pada dasarnya seorang pemimpin tidak dapat dibedakan siapapun orangnya baik itu kaum laki-laki ataupun kaum perempuan. Jika kedua kaum tersebut memenuhi persyaratan serta ketentuan yang berlaku, maka salah satu dari kedua kaum tersebut dapat dijadikan sebagai seorang pemimpin dalam pemerintah negara maupun swasta.

Selama pemimpin tersebut sedang menjabat, pemimpin tersebut harus bisa untuk menjaga kewibawaannya, kewibawaan sendiri dapat dibentuk dari aspek teknis, moral, serta semangat berjuang. Contoh pemimpin dalam Agama Islam adalah Nabi Muhammad SAW. beliau merupakan tokoh yang mampu menagtur serta memenejemen terhadap segala bentuk persoalan yang terjadi dalam segala permasalahan.

Baca Juga  Muhasabah Diri di Akhir Tahun Masehi

Suri tauladan yang banyak sekali dijadikan panutan dalam kalangan umat manusia, Nabi Muhammad sendiri sangat memeuhi kriteria yang telah dijabarkan sebelumnya, terkadang sebuah permasalahan yang diselesaikan oleh Nabi Muhammad SAW. secara langsung mendapatkan wahyu maupun petunjuk dari Allah SWT. para sahabat Nabi Muhammad yang meminta kejelasan terhadap sebuah permasalahan yang terjadi dalam kehidupan di Jazirah Arab, Nabi Muhammad sering melakukan Istinbath hukum berdasarkan Al-Qur’an, hadis, serta wahyu yang telah disampaikan Allah SWT. melalui perantara malaikatnya yaitu Malaikat Jibril.

Dalam sudut pandang Agama Islam, Nabi Muhammad merupakan sosok yang sangat mumpuni serta cakap dalam persoalan kepemimpinan baik dalam segi keluarga, kemasyarakatan, dan juga umat islam itu sendiri.

Menjalani kehidupan di negara yang menganut ideologi pancasila, semangat kepemimpinan yang ditonjolkan adalah nilai-nilai yang telah diwariskan oleh nenek moyang. Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila diamalkan kedalam implementasi seseorang pemimpin baik dalam aspek demokratis, rasional, kritis, efisien dan menjunjung disiplin tinggi.

Nilai-nilai pancasila tersebut harus sesuai dengan perkembangan zaman, pola pikir masyarakat terkait konsep kepemimpinan sangat identik dengan kaum laki-laki, sebenarnya kaum perempuan dapat juga menjadi seorang pemimpin jika kita telaah lebih dalam, kaum perempuan dari segi keahlian dalam memberikan arahan dan juga kemampuan dalam berorasi tidak kalah baik dari kaum laki-laki, setiap orang bisa menjadi seorang pemimpin baik itu berasal dari kaum laki-laki maupun perempuan, orientasinya hanya dilihat dari latar belakang orang yang akan menjadi pemimpin, hal tersebut dapat kita lihat dalam perilaku keseharian ketika kita bersosialisasi dengan masyarakat.

Pergerakan pertama kali yang disponsori oleh kaum perempuan bangsa dalam memperjuangkan emansipasi wanita adalah R.A. Kartini, dampak dari perjuangan beliau hingga sampai saat ini masih dapat kita rasakan, beliau merupakan anak yang ke-5 dari 11 bersaudara, dan Kartini merupakan putri tertua, beliau mulai masuk kedalam bangku sekolah ketika berusia 12 tahun di sekolah ELS (Europase Lagare School), karena kemampuan beliau dalam berbahasa Belanda, beliau belajar menulis melaui perantara sesama temanya yang berasal dari negeri Belanda, kemampuan beliau tersebut terus berkembang sampai beliau menemukan sebuah pemikiran untuk menyamakan kedudukan dalam masyarakat pribumi.

Pada saat itu, kaum perempuan memiliki status sosial yang lebih rendah dari pada kaum laki-laki, rasa ketertarikan membaca serta menulis beliau mengakibatkan munculnya sebuah keinginan untuk membuka cakrawala keilmuan yang lebih luas lagi, hasil-hasil dari bacaan beliau dituangkan dalam sebuah gagasan yang berupa emansipasi kaum perempuan dan pada saat itu terjadi sebuah ketimpangan sosial antara perempuan pribumi dengan perempuan yang berasal dari Eropa.

Kisah tersebut terus menjadi sebuah kajian yang hangat dalam masyarakat, karena beliau berhasil mengubah pola pikir terkait dengan kedudukan perempuan, seorang perempuan sukses harus dapat berkonsentrasi terhadap kompetensi yang dimilikinya dengan mengisi pengetahuan, keahlian yang berasal dari pengalaman, serta talenta yang mendukung dirinya.

Baca Juga  Reinterpretasi Agama

Di dalam bahasa kita, bahasa Indonesia, kata gender sendiri merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa Inggris, penjabaran maknanya mengenai permasalahan sex dan gender tidak terdapat perbedaan secara detail, gender sendiri merupakan sifat yang melekat terkait dengan jenis kelamin laki-laki maupun perempuan, menurut Dewi H. Suliastuti (1993: 29) beliau berpendapat bahwasanya kaum laki-laki memiliki perbedaan dengan kaum perempuan, landasan dari pendapat tersebut adalah aspek biologis, karakter dari gender tersebut dapat dibedakan menjadi dua yaitu feminim dan maskulin, feminim lebih cenderung mengayomi terhadap bawahan sehingga memiliki sifat demokrasi dalam memimpin, demokrasi yang terfokus pada pendekatan terhadap para bawahan untuk menanamkan sebuah sikap kesadaran, sikap kesadaran yang tertanam dalam benak para bawahanya akan menjadi sebuah budaya berorganisasi dan membangun visi dan misi dalam mencapai sebuah tujuan, karakter feminim lebih sering menjalin komunikasi dengan para bawahan sehingga mampu untuk membangun sebuah visi, misi, dan tujuan dari organisasi tersebut.

Sedangkan karakter maskulin mempunyai sifat autocratic dimana mereka cenderung mementingkan bagaimana cara menyelesaikan sebuah permasalahan. Sifat yang sangat identik pada kaum perempuan seperti lemah lembut, penuh kasih sayang, penuh perhatian, dan lebih cocok menjadi seorang pendidik, sedangkan, kaum laki-laki lebih cenderung menunjukkan sifat yang kuat, berani dan tangguh, serta lebih aktif dan agresif, permasalahan yang seharusnya ditinjau dari sudut pandang kedudukan, fungsi serta peranannya dalam bersosial justru sangat terlihat perbedaan dari tingkah laku yang menjadi stadart masyarakat pada umumnya.

Berbagai pendapat yang disampaikan oleh berbagai kalangan tentang peranan kaum perempuan dalam ranah kepemimpinan bukanlah menjadi suatu hal yang aneh, tetapi, terdapat sebuah perbedaan yang tidak dapat dielakan antara kaum laki-laki dan juga kaum perempuan dalam pemerintahan negara maupun swasta, dalam ranah pemerintahan sendiri sering terjadi ketimpangan jumlah antara kaum laki-laki dengan kaum perempuan, hal tersebut dapat kita buktikan pada saat Ibu Sri Mulyani yang menjadi menteri keuangan pernah menyatakan tentang pemberdayaan kaum perempuan dalam bidang ekonomi di dalam kehidupan bernegara, “Kesetaraan gender menjadi hal yang tidak hanya penting baik dari segi moralitas maupun segi keadilan, tetapi juga sangat penting dan relevan terhadap perekonomian”, hal tersebut beliau sampaikan dalam acara Rapat Koordinasi Nasional (RAKORNAS) yang diadakan oleh Kementerian Pembangunan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) tahun 2019, dalam penyampaian pernyataan tersebut, Ibu Sri Mulyani memberikan dukungan yang lebih besar kepada para perempuan, tepatnya kesetaraan gender meminta sebuah keadilan dalam berbagai aspek kehidupan, Ibu Sri Mulyani sendiri dapat kita jadikan suatu contoh tokoh inspiratif untuk masyarakat, selama beliau menjabat banyak sekali kontribusi yang telah beliau berikan pada negara ini. Terdapat perbedaan fungsi dari segi peran antara kaum laki-laki dan kaum perempuan secara sudut pandang biologis, hal yang berkaitan dengan urusan luar rumah masih dominan dilakukan oleh kaum laki-laki daripada kaum perempuan apalagi hal tersebut bersinggungan dengan kepemimpinan.

Pemerintahan yang menjalankan sebuah sistem tanpa memandang fisik semata, sangat memperihatinkan jika pada saat ini masih ada saja ketidakadilan antara kaum laki-laki dan juga kaum perempuan, dengan terciptanya sebuah kesetaraan gender diharapkan dapat memberikan dampak positif dalam terjadinya permasalahan diskriminasi kaum laki-laki dan kaum perempuan, kontribusi tersebut dapat berdampak pada sebuah kebijakan tersendiri yang bertujuan untuk menciptakan keadilan, hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya kemajuan dalam kepemimpinan, dalam konteks kepemimpinan dalam sebuah rumah tangga dipimpin oleh seorang suami, kewajiban seorang suami dalam menafkahi keluarga, memberikan rasa kasih sayang terhadap seorang istri, istri berperan sebagai pengurus bagian rumah tangga yang bertujuan untuk mengkondisikan situasi dalam rumah tangga, keputusan dalam permasalahan rumah tangga bergantung pada seorang suami dan harus mendapatkan izin dari seorang istri, konteks ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dalam mengurusi permasalahan rumah tangga.

Baca Juga  Isu Wujudiyah dalam Panggung Sejarah Politik di Jawa

Dalam agenda pembangunan berkelanjutan 2030, terjadi pembahasan yang sangat fenomenal terkait kesetaraan gender, kesetaraan gender menjadi tujuan global yang sering disebut dengan Planet 50:50, istilah tersebut digunakan oleh Presiden RI Jokowi untuk menegaskan komitmen bahwa kaum laki-laki dan kaum perempuan memiliki peranan yang sama dalam pembangunan bangsa, ditambah lagi dari peran seorang duta dalam agenda tersebut bersama dengan pemimpin negara lain, langkah tersebut diambil oleh presiden dalam memperjuangkan perubahan positif bagi kaum perempuan untuk mengakses terhadap partisipasi, kontrol, dan manfaat pembangunan, aspirasi tersebut dituangkan dalam perubahan pola pikir dan juga paradigma melalui kebijakan, program, serta kegiatan. Selain hal tersebut, perubahan secara masif dengan bentuk kampanye He For She, kampanye tersebut merupakan bentuk solidaritas dalam perubahan kesetaraan gender. Kajian ini memang sangat relevan pada era globalisasi melihat pada sebuah tuntutan, banyak sekali kaum perempuan yang ingin menduduki kursi jabatan dalam pemerintahan negara ataupun swasta, dengan adanya kegiatan kampanye tersebut semoga dapat memberikan sedikit perubahan atau memberikan perubahan yang signifikan.

Pemerintah Indonesia sendiri telah menerbitkan Instruksi Presiden No.9 Tahun 2000 berkaitan dengan keutamaan gender dalam rangka pembangunan nasional bahwasanya dalam melaksanakan pembangunan nasional harus dapat meningkatkan kedudukan, peran, dan kualitas kaum perempuan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, berbagai cara yang terus dilakukan untuk menembus lapisan masyarakat, negara Indonesia yang mempunyai masyarakat yang begitu majemuk tak mampu untuk menembus lapisan masyarakat lain bila dilihat dari segi sosiologis, historis, dan geografis, peran kaum perempuan sebagai kunci utama dalam pengembangan sosial ekonomi masyarakat, kaum perempuan menjadi salah satu elemen penting dalam proses perubahan soaial, politik, ekonomi, dan juga budaya.

Berdasarkan data survei pengalaman hidup perempuan nasional tahun 2016, angka kekerasan di Indonesia terungkap dan menjadi sebuah hal yang mengkhawatirkan, awak media memuat kasus yang terjadi dimana kaum perempuan menjadi korban dari sebuah tindakan kriminal, penyelesaian kasus tersebut dilakukan untuk mengurangi angka kekerasan seksual, pemerintah juga turut andil dalam menerbitkan UU yang berkaitan dengan permasalahan gender agar dapat mengubah pola pikir masyarakat, lapisan masyarakat yang begitu majemuk seharusnya dikaji secara lebih mendalam lagi, intinya adalah bagaimana masyarakat menanggapi setelah kemunculan UU  tersebut oleh pemerintah.

 

Tinggalkan Balasan