Oleh: Ana Kurnia, Jamaah Ning NU (Jamaah Muhibbin Ning Atikoh Ganjar Nusantara)
Salah satu hal yang menarik dan penting untuk dapat mengambil pelajaran dari ulama besar asal Purbalingga, KH Hisyam Abdul Karim atau orang lebih mengenalnya dengan sebutan Mbah Hisyam adalah mengenal lebih jauh Mbah Hisyam dari sisi lain, yaitu tentang kesederhanaannya. Dari deretan nama patriot kemerdekaan, Mbah Hisyam merupakan salah satunya. Ia merupakan ulama sekaligus seorang pejuang kemerdekaan pada masa penjajahan saat tanah air masih dalam cengkraman kolonialisme.
Dibalik nama besar Mbah Hisyam, terdapat nilai-nilai kesederhanaan yang ditanamkan di dalam ucapan maupun perilakunya. Hal tersebut disampaikan oleh pengasuh pondok pesantren Syifaul Qulub, Serang, Banten, KH Ahmad Jaelani yang juga cucu dari Mbah Hisyam. Banyak pelajaran yang dapat diambil dari sosok Mbah Hisyam, terutama dalam hal kesederhanaan. Pendidikan yang diterapkan pada generasi penerusnya sangat dipengaruhi oleh ajaran tasawuf. Hal ini menjadikan kesederhanaan dan nilai dasar bukan hanya untuk kepentingan pribadi, melainkan juga untuk diperluas dan dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari. “Pendekatan pendidikan kepada kami keturunannya itu hampir kepada tasawuf, sehingga nilai-nilai kesederhanaan nilai-nilai dasar itu tidak hanya sekedar untuk apa untuk sendiri tapi juga untuk dikembangkan,” ungkap Kyai Jaelani saat diwawancarai secara eksklusif, di Pondok Pesantren Sukawarah Roudlotus Sholichin Sholichat, Sukawera, Kalijaran, Karanganyar, Purbalingga, Senin, (30/10/2023).
Bahkan dalam praktiknya, Mbah Hisyam telah memberikan suri tauladan kepada nasabnya untuk tetap bersikap sederhana. Dalam hal ini, tentu masyarakat bertanya-tanya terkait dengan lingkungan keluarga khususnya Siti Atikoh Supriyanti istri dari Ganjar Pranowo sebagai salah satu cucu dari Mbah Hisyam. “Sampai kemudian saya membuat Pondok di Banten itu Syifaul Qulub karena dilandaskan kepada saya karena tempah oleh keluarga dengan nilai-nilai kesederhanaan. Bagaimana Mbah Hisyam itu walaupun beliau seorang tokoh tapi tidak menunjukkan ketokohan. Tidak berusaha bawa saya sebagai apa, sebagai siapa dan itu dikeluarkan kepada kami, kepada keturunan,” tuturnya.
Kesederhanaan Ganjar ini pula dibuktikan dengan ada beberapa sumber valid yang menyebutkan bahwa Ganjar tidak memiliki rumah alias mengontrak. Selain itu, keluarga pesantren Kalijaran juga tidak memberikan kesan adanya hal yang bermewah-mewahan. Hal itu bisa dilihat dari beberapa ndalem-ndalem (rumah) keluarga pesantren di kompleks pesantren yang sangat sederhana. “Sekarang yang menjadi pertanyaan besar Pak Ganjar Pranowo lahir dari apa, berasal dari keluarga seperti apa walaupun itu tidak menjadi pembicaraan hari-hari tetapi itu jadi pertanyaan,” kata Kyai Jaelani.
Pola pendidikan yang diterapkan pada anak cucu dan terus diwariskan secara konsisten. Bahkan menurut Kyai Jaelani, nilai-nilai tersebut belum pernah pudar. Oleh karena itu, dari Banten, ia dengan antusias membawa empat bus santri untuk melakukan ziarah ke makam Mbah Hisyam. Dalam konteks ini, ia ingin mengajarkan kepada para santri pentingnya mengenal tokoh bukan hanya dari aspek trah keluarga, melainkan juga sebagai contoh kesederhanaan. “Di sini pertama saya ingin mengajarkan kepada mereka mengenalkan bahwa ini adalah salah satu tokoh bukan mengenalkan trah keluarga tidak tapi di tokoh yang begini loh,” pungkasnya.