“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa para pahlawan”, kutipan tersebut adalah kalimat yang pernah diucapkan presiden pertama, Ir. Soekarno. Jika dimaknai, mengandung arti bahwa sejarah memiliki peranan yang penting untuk membentuk bangsa yang besar. Setiap bangsa di bumi ini memiliki rekam jejak sejarahnya masing-masing, meski tidak semua bangsa mempunyai catatan sejarah secara tertulis. Mempelajari sejarah sejatinya adalah proses mengenali serta memaknai peristiwa yang terjadi dengan sebenar-benarnya. Dapat mengetahui kelemahan masa silam agar tidak terulang kembali, atau mempelajari keberhasilan masa silam yang semangat juangnya harus dihidupkan kembali. Sejarah menjadi penting untuk dipelajari karena manusia memiliki peran sebagai pembuat sejarah. Kisah-kisah yang terjadi di atas muka bumi ini terbatasi oleh dimensi waktu dan ruang. Oleh karena itu, manusia sebagai penutur sejarah harus mampu mengabadikan kronologis peristiwa dengan seksama.
Sejarah tidak hanya tentang kebaikan, tetapi juga kepahitan akan fakta keburukan. Persoalan sejarah mengajarkan kepada manusia untuk tidak melupakan objek dan subjek sejarah yang mewarnai kehidupan masa silam. Prinsip tersebut menjadikan sejarah sebagai elemen penting bagi sebuah bangsa atau kelompok, bahkan tak jarang menjadikannya sebagai bahan propaganda. Sebab itulah, tidak sedikit sejarah di negeri ini yang dikaburkan. Seperti sejarahnya tokoh-tokoh ulama dari pesantren dihilangkan, supaya tidak ada yang tahu bahwa pesantren pernah berjasa. Padahal perjuangan kemerdekaan ulama beserta santri-santrinya dalam menumpas penjajahan era orde baru itu pernah ada. Pada masa tersebut, sejarah cenderung mencatat pada aspek militerisme atau sejarah militer.
Begitu pula dengan kelompok-kelompok minoritas yang berpaham Islam transnasional yang mendeklarasikan diri sebagai kelompok modernis. Mereka mendakwahkan tokoh Wali Songo adalah fiktif dan mitos belaka. Usaha untuk menghilangkan rekam jejak Wali Songo sebagai penyebar utama agama Islam di Nusantara juga telah terjadi ketika buku Ensiklopedia Islam terbitan Ichtiar Baru Van Hoeve yang tidak menyebutkan satu kalimat pun tentang Wali Songo. Ya, ternyata ada usaha seperti itu, menutupi sejarah Indonesia yang sebenarnya. Adalah KH Agus Sunyoto dikenal sebagai sejarawan Indonesia berpendapat bahwa upaya tersebut merupakan usaha sistematis dari kelompok minoritas untuk mengurangi peran penganut paham Ahlussunah wal Jamaah. Asumsi argumentatif peniadaan peran Wali Songo sangat jauh dari nilai-nilai ilmiah. Dalam dunia akademis dikenal adagium, “peneliti itu boleh salah, tetapi tidak boleh bohong”.
Secara nalar, apabila benar Wali Songo tidak pernah ada, lantas bagaimana mungkin tempat yang diyakini sebagai makam mereka masih diziarahi oleh umat Muslim Indonesia hingga kini? Upaya manipulasi meniadakan fakta sejarah Wali Songo melalui buku-buku picisan menurut KH Agus Sunyoto adalah bagian strategi untuk mengaburkan sejarah. Sebab, melalui buku-buku tersebut tidak hanya penghapusan keberadaan peran Wali Songo menyebarkan Islam di Nusantara, tetapi juga akan berakibat ujaran kebencian dan antipasti terhadap warisan Islam Wali Songo yang dianut mayoritas muslim di Indonesia.
Menyadari pentingnya keberadaan Wali Songo dalam dakwah Islam, KH Agus Sunyoto memulai penelitiannya sebagai sebuah upaya untuk meluruskan sejarah. Hal tersebut dilakukan dengan pendekatan sejarah dan arkeologis peninggalan jejak dari situs-situs yang tersebat di pantai utara. Data material berupa prasasti ditelusuri langsung oleh KH Agus Sunyoto, hingga lahirlah karya buku Atlas Wali Songo. Buku pertama yang mengungkap fakta sejarah Wali Songo dengan data-data komprehensif, mematahkan argumen tidak berdasar yang menyatakan Wali Songo adalah fiktif dan mitos belaka. Gayanya yang santai tetapi serius dan totalitas dalam mencari sumber data tidak banyak dimiliki anak muda zaman sekarang. Buku Atlas Wali Songo mendapatkan penghargaan sebagai “Buku Terbaik Non Fiksi” pada tahun 2014 versi Islamic Book Fair. Dalam buku tersebut, KH Agus Sunyoto menjelaskan bagaimana peran Wali Songo menyebarkan Islam di Nusantara dengan cara yang rapi, terstruktur dan sistematis merasuk kedalam budaya masyarakat Nusantara. Perjuangan Wali Songo begitu besar. Terhadap setiap karakter memiliki strategi yang berbeda dalam mengenalkan ajaran Islam ke budaya masyarakat Nusantara saat itu yang terkenal memiliki kepribadian yang cenderung kaku.
Perspektif sejarahnya yang luas, menjadikan KH Agus Sunyoto sebagai pakar perintis jurusan Islam Nusantara di STAINU Jakarta (kini Unusia). Beliau menekankan pentingnya mempelajari dan memiliki rasa bangga terhadap khazanah sejarah bangsa Indonesia. Sebaga sosok sejarawan pemberani, KH Agus Sunyoto dinilai selalu berbicara berdasarkan fakta dari data-data lama. Jangan kemudian, apabila sebagian cerita Wali Songo tidak terlepas dari mitos yang jaraknya terlalu lama dengan kondisi kekinian lalu dengan sembrono menyimpulkan bahwa Wali Songo adalah mitos dan karangan fiktif belaka. Tindakan manipulasi sejarah sangat berbahaya bagi generasi muda yang terancam tidak mengetahui sejarah bangsanya sendiri. Karenanya, beliau siap pasang badan dan langsung melakukan penelitian selama berbulan-bulan dalam rangka menolak upaya pihak-pihak yang ingin mengaburkan sejarah.
KH Agus Sunyoto memang telah meninggal dunia, tetapi spirit dan karya-karya serta warisan keilmuan masih terasa. Beliau adalah tokoh yang selalu menghadirkan perspektif sejarah yang baru serta mampu memberikan makna yang dalam bagi generasi terkini terhadap tradisi dan budaya adiluhung yang dimiliki bangsa Indonesia. Sejarawan dan juga Ketua LESBUMI PBNU tersebut sangat tekun menulis dan menelorkan banyak karya, diantaranya Atlas Wali Songo yang begitu fenomal dan menjadi rujukan masyarakat.